Brak!!! Diyan membanting
pintu kamarnya dengan keras. Brug! Tas sekolahnya dilempar ke kasur. Pluk!
Seekor cicak terjatuh saking kagetnya ngedenger pintu dibanting. Waaa!! Kalo
ini Diyan ngejerit karena cicak itu jatuh tepat di kakinya.
Setelah berjingkrak-jingkrak nggak karuan, badannya
pun ikut ambruk menyusul tasnya. Di sudut matanya terlihat aliran bening air
mata. Sedih nih yee? Yaa gitu deh!
Diyan sedih bukan lantaran kejatuhan cicak. Bukan juga
lantaran nggak diizinin pak RT jadi peserta lomba panjat pinang. Pelajar kelas
dua SMA ini lagi ngambek ama mamanya. Soalnya mama belon ngijinin doi untuk
jalan-jalan ke mal sampe sore sepulang sekolah; atau minta jatah uang sakunya
dijadiin bulanan; atau ikut clubbing di malam minggu bareng
temen-temennya; atau pake baju tang top ngikutin tren; atau punya temen
deket cowok dan masih banyak lagi tren remaja yang pengen Diyan ikutin. Padahal
Diyan udah udah tujuh belas tahun. Dan temen-temen sebayanya pada bisa ngikut
tren. Kenapa Diyan nggak boleh? Makanya dari sepulang sekolah tadi, doi mogok
keluar kamar. Kecuali pas lagi laper, pengen ke toilet, pas mamanya nawarin es
krim, atau pas tukang somay kesenengannya lewat. Yeee…mogok kok banyak
kecualinya.
Kasus model Diyan di atas kayaknya sering banget deh
kita denger. Bisa jadi kita juga pernah ngalamin (ehm…ehm…jadi malu). Di usia
yang menginjak remaja, kita sering ngerasa ortu belon ngasih kita kebebasan.
Ortu masih nganggap kita anak kecil. Setiap jengkal keseharian kita masih
diatur ama ortu. Dari mulai bangun tidur sampe tidur lagi. Sementara di luar
rumah, alam kebebasan yang mulai banyak digandrungi temen-temen remaja menggoda
kita untuk mencicipinya. Enak kali ya?
Kenapa pengen bebas?
Memasuki umur belasan tahun, biasanya remaja mulai
merasakan perubahan yang terjadi pada dirinya. Dari mulai perubahan fisik sampe
non fisik yang meliputi kelabilan emosi, perkembangan jiwa, dan pembentukan
karakter. Tapi nggak pake perubahan identitas jadi Ksatria Baja Hitam
atau Sailor Moon lho. Suara yang pecah, adanya jakun pada cowok, atau
mulai tumbuhnya –maaf- payudara pada cewek menunjukkan adanya perubahan fisik.
Tapi untuk perubahan non fisik, nggak terlalu keliatan. Kita cuma bisa nebak
dari gejala yang ditunjukkan remaja dalam perilakunya. Pakar psikologi bilang,
fase ini dikenal dengan proses pencarian jati diri yang dilalui remaja untuk
mengetahui peranan dan kedudukannya dalam lingkungan sekaligus mengenali
dirinya lebih dekat. Catet tuh!
Dalam proses pencarian jati diri ini, remaja biasanya
memerlukan kemandirian yang menurut Sutari Imam Barnadib meliputi: “Perilaku
mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan/masalah, mempunyai rasa percaya
diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain”. Ya,
alon-alon remaja berusaha melepaskan ikatan psikis dengan orangtua. Mereka
pengen dihargai sebagai orang dewasa. Pengen bisa berpikir secara merdeka; bisa
mengambil keputusan sendiri; punya hak untuk menerima atau menolak masukan dari
pihak lain; dan belajar bertanggung jawab terhadap setiap perbuatannya.
Robert Havighurst menambahkan bahwa kemandirian
terdiri dari beberapa aspek, pertama emosi, aspek ini ditunjukan dengan
kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi dari
orangtua. Kedua aspek ekonomi, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan mengatur
ekonomi dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orangtua.
Ketiga, aspek intelektual, aspek ini ditunjukan dengan
kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Dan terakhir, aspek
sosial, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan
orang lain dan tidak tergantung atau menunggu aksi dari orang lain.
Itulah sedikit tinjauan psikologis akan kebebasan yang
dikehendaki remaja. Intinya sih, remaja pengen mandiri. Nggak cuma makan atau
mandi sendiri, tapi juga dipercaya dalam berpikir, berbuat, dan bersikap sesuai
dengan keinginannya. “Masa’ Mama nggak ngerti sih?” pikir Diyan.
Ketika kebebasan menjadi kebablasan
Sobat, setiap orangtua pasti ngerti kalo suatu saat
nanti, mereka kudu rela melepaskan anaknya hidup mandiri. Dan emang bagusnya,
proses itu diawali oleh orangtua ketika sang anak menginjak usia remaja. Namun,
pergaulan remaja modern yang kental dengan nuansa kebebasan bikin sebagian
orangtua keberatan untuk memenuhi keinginan anaknya.
Ya, gimana nggak, gencarnya arus budaya Barat yang
membidik remaja membuat tuntutan kebebasan remaja bergeser menjadi liar tak
terkendali. Pola hidup sekuler yang dipraktekkan masyarakat Barat jelas-jelas
bertolak belakang dengan kehidupan kita selaku muslim. Parahnya, gaya hidup
sekuler itu makin populer di mata remaja dan sering kali menjadi acuan dalam
perjalanannya mencari identitas diri. Bahaya kan?
Beberapa akibat kebebasan yang kebablasan hasil
jiplakan remaja terhadap budaya barat adalah:
Pertama, free thinker alias bebas berpikir.
Remaja ngerasa punya hak untuk berpikir tanpa dibatasi oleh norma-norma agama.
Terutama dalam upaya mencari jalan keluar dari masalah yang dihadapi atau cara
untuk meraih keinginannya. Nggak ada yang ngontrol saat benaknya ngasih jalan
pintas untuk beresin masalahnya. Bisa bunuh diri, nge-drugs, atau nyekek
botol minuman keras. Bisa juga jadi pelaku kriminal atau cewek ‘bispak’ pas
lagi nggak punya doku.
Nggak ada juga yang ngasih pengarahan di benaknya saat
kebutuhan nalurinya minta dipenuhi. Demi popularitas dan limpahan harta, harga
diri dan kehormatan rela dipertaruhkan di kontes kecantikan. Ketika pornoaksi
bin pornografi yang mudah ditemui menggedor hasratnya, apa aja bakal dijabanin
asalkan terpuaskan. Urusan dosa atau penjara, itu mah belakangan. Ih, ngeri
banget deh jadinya.
Kedua, permissif alias bebas berbuat. Mau
ngapain aja di mana aja jadi prinsip remaja dalam berbuat. Pokoknya serba ada,
eh serba boleh. Mulai dari cara berbusana, berdandan, berbicara, bergaul, atau
berperilaku. Bangga jika daya tarik seksualnya disapu setiap mata lawan jenis
yang jelalatan. Antimalu jadi pusat perhatian orang lantaran dandanannya yang
urakan, norak, dan kekurangan bahan. Dan nggak punya rem buat ngendalian tutur
katanya. Ceplas-ceplos bin asal bunyi. Dan semuanya dilakukan tanpa risih
dengan mengantongi label kebebasan berekspresi. So what gitu lho! (Yako
banget neh!)
Ketiga, free Sex alias pergaulan bebas. Saat
ini, pergaulan bebas antar lawan jenis yang banyak digandrungi remaja sangat
mudah terkontaminasi unsur cinta dan seks. Apalagi ditambah dengan kampanye
teselubung antijomblo yang diopinikan media via sinetron remaja. Setiap remaja
ngerasa kudu punya gacoan biar eksis dalam pergaulan. Nggak sebatas punya
gacoan, pergaulan bebas pun sangat membuka peluang bagi remaja untuk aktif
melakukan aktivitas seksual. Pemicunya, bisa karena nonton vcd porno yang
dijual bebas atau melototin tayangan erotis di televisi. Kurangnya kontrol dari
orangtua, sekolah, atau masyarakat bikin mereka enjoy berpetualang
menikmati kepuasan sesaat. Gaswat dongs?
Nah sobat, coba aja bayangin. Gimana nggak keder ortu
dengan akibat kebebasan remaja yang kebablasan seperti dipaparkan di atas. Niat
ortu ngasih kebebasan biar mandiri, bisa-bisa nyasar malah anak remajanya
kehilangan harga diri. Makanya kita pantas ber-husnudzan ama ortu. Kalo
pengen dipercaya ortu, jalin komunikasi dan tunjukkin dong kalo kita udah
dewasa dan siap belajar mandiri. Nggak perlu pake ngambek. Malu kan ama seragam
SMA-nya? Hehehe…
Dewasa di usia remaja
Sobat, kemandirian bagi remaja memang sangat
diperlukan untuk mendukung perkembangan jiwanya. Tapi kita kudu mikir seribu
kali kalo remaja dibiarkan menafsirkan sendiri kebebasan yang dikehendakinya.
Jiwanya yang labil sangat mudah terwarnai oleh lingkungan sekitar. Gelora jiwa
mudanya paling gampang terpincut ama budaya Barat yang steril dari aturan
Islam. Makanya kudu ada perhatian agar generasi muda Islam nggak salah langkah
dalam menapaki jalan panjang mencari jati diri.
Kita sebagai remaja muslim wajib nyadar kalo kebebasan
dalam berpikir dan berperilaku nggak pernah diajarin dalam Islam. Islam
ngajarin adanya kehidupan akhirat yang akan memintai pertanggungjawaban setiap
amal perbuatan kita di dunia. Otomatis ini nyambung dengan tabungan pahala dan
dosa yang kita kumpulkan sepanjang hidup di dunia. Tiket surga bakal kita
peroleh kalo pahala kita surplus. Sebaliknya, kita bakal diceburkan ke dalam
neraka seandainya dosa kita yang surplus. Dan pahala itu baru kita dapetin kalo
Allah ridha dengan perbuatan kita. Itu berarti keterikatan dengan aturan Islam
seharusnya jadi standar perbuatan dalam keseharian kita. Kalo udah gini, masa’
iya kita mau melepaskan diri dari aturan Allah demi sebuah kebebasan? Allah
Swt. berfirman:
Apakah
hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik
daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS al-Maidah [5]: 50)
Sebagai pengingat, kita bisa renungkan firman Allah
Swt.:
Tiap-tiap
diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya, (QS al-Mudatsir [74]: 38)
Usia remaja mengharuskan kita belajar untuk
bertanggung jawab. Masa depan di dunia dan akhirat ada di tangan kita. Bukan
dalam genggaman orangtua atau uluran tangan dari seorang teman. Proses
pembelajaran itu bisa kita awali dengan mengkaji Islam dengan giat. Agar
keimanan kita terhadap hubungan kehidupan dunia dan akhirat terpatri dengan
kuat. Selain itu, aturan Islam yang komplit juga menawarkan solusi untuk setiap
permasalahan hidup yang kita temui. Pemahaman Islam kayak gini yang akan
membiasakan kita untuk berpikir panjang sebelum berbuat. Hawa nafsu dan godaan
setan mampu kita tundukkan. Sehingga setiap langkah yang kita ambil bisa memberikan
kebaikan. Inilah cerminan dari kedewasaan kita dalam bersikap dan berbuat. Mau
dong? Pasti!
Kebebasan berekspresi bagi remaja tidak seharusnya dapet dukungan penuh
dari orangtua dan pihak sekolah. Khawatir kebablasan dan menjerumuskan mereka
ke dalam kemaksiatan. Ortu dan pihak sekolah akan lebih berperan jika bersedia
memfasilitasi dan mengizinkan adanya pengajian yang menjembatani remaja dalam
melalui masa transisinya dengan positif. Dan kekhawatiran akan pengaruh buruk
lingkungan akan sedikit terkurangi. Sebab ketika remaja jauh dari pantauan
orangtua dan pengawasan pihak sekolah, akidah Islam akan menjaganya. Bukankah
ini yang kita kehendaki? Mari kita sama-sama dukung pengajian remaja. Yuk?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar