STOP GRATIFIKASI KUA

STOP GRATIFIKASI KUA

Senin, 08 Juni 2015

Peran KUA dlm Pembinaan Karakter Bangsa



BAB   I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang Masalah
              Dalam UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan disebutkan bahwa  Perkawinan ialah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Esa.[1] Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa perkawinan menurut  hukum Islam adalah pernikahan ialah akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan Ibadah.[2]
               Menurut Prof. Khoirudin Nasution, pernikahan adalah kesepakatan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk menjadi pasangan yang saling menghalalkan, saling memiliki, saling memberi hak dan saling menolong dalam rangka berusaha secara bersama mencapai kebahagian bersama. Dengan definisi ini, usaha sama-sama dilakukan untuk mencapai tujuan bersama, kebahagian. Demikian juga tujuan dari usaha bersama dirasakan bersama pula, yakni kebahagiaan bersama. Dengan definisi ini pula ada keselarasan antara tujuan hidup, kebahagiaan, dan tujuan perkawinan, kebahagiaan anggota keluarga.[3]
              Pernikahan merupakan seruan agama yang harus dijalankan oleh manusia bagi yang mampu untuk berkeluarga. Banyak sekali hikmah yang dapat diambil dari sebuah pernikahan selain sunnatullah yang telah digariskan ketentuannya, pernikahan juga dapat membuat kehidupan seseorang menjadi lebih terarah, tenang, tentram dan bahagia. Pernikahan adalah sebagai perantara untuk menyatukan dua hati yang berbeda, memberikan kasih sayang, perhatian dan kepedulian antara laki-laki dan perempuan. Disamping, seruan agama pernikahan juga merupakan ibadah, karena dengan pernikahan dilakukan untuk menyempurnakan separoh agamanya.[4]
               Pernikahan  menjadi pintu gerbang dalam pembangunan keluarga merupakan sesuatu yang amat penting. Kalimat dalam akad nikah yang begitu mudah  dan ringan diucapkan sebenarnya memiliki konsekuensi dan tanggungjawab yang sangat berat, inilah kadang kala yang tidak disadari oleh orang yang melakukan pernikahan.[5] Dengan perkawinan, mereka tentu menginginkan terciptanya suatu keluarga atau rumah tangga yang bahagia sejahtera lahir dan batin serta memperoleh keselamatan hidup dunia dan akhirat. Dari keluarga sakinah inilah kelak akan terwujud masyarakat yang rukun, damai serta makmur, material dan spiritual. Kehidupan keluarga dan masyarakat yang semacam inilah yang menjadi cita-cita dan tujuan pembangunan nasional yang sedang dan akan terus dilaksanakan oleh pemerintah dan rakyat Indonesia.[6]
               Dengan demikian, dengan  adanya pernikahan tersebut diharapkan akan terwujud rumah tangga yang baik, melahirkan generasi yang baik dan memberi manfaat bagi agama, masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, terwujudnya ketahanan keluarga menjadi sesuatu yang amat penting agar perjalanan keluarga bisa berlangsung sebagaimana yang diharapkan.[7]
                Dalam mengarungi bahtera kehidupan, kehidupan keluarga tidak lepas dari berbagai goncangan yang bisa membahayakan keluarga, ada konflik suami isteri, ketidakharmonisan antara menantu   dan mertua, hubungan orang tua dengan anak atau sebaliknya yang tidak menyenangkan, campur tangan keluarga besar dalam menghadapi persoalan keluarga sampai pengaruh tetangga atau masyarakat sekitar yang tidak selalu baik dalam perjalanan keluarga. Dengan demikian menjalani kehidupan keluarga seringkali berhadapan dengan problema.
               Belakangan ini, gejala keterpecahan keluarga seakan menjadi suatu fenomena. Hal ini ditandai dengan maraknya perselingkuhan , kawin cerai, free sex, narkoba, kenakalan remaja, meningkatnya jumlah anak jalanan karena lari dari rumah dan sebagainya. Munculnya gejala negatif tersebut seakan-akan sebagai pertanda berakhirnya institusi  keluarga di satu sisi. Di sisi lain pernikahan sebagai simbol formal pembentukan keluarga baru, sejatinya terkonstruksi secara religius, kian hari tumbuh sekedar sebagai trend gaya hidup.Pernikahan tidak lebih dari sebuah pementasan kemewahan yang jauh dari nilai-nilai religius.
               Fenomena keretakan keluarga dan desakralisasi pernikahan begitu menghiasi perjalanan kehidupan manusia sekarang ini tidak lain karena dalam kehidupan modern ini sedang terjangkiti  faham kenisbian. Dimana setiap entitas keluarga kehilangan daya kendali untuk dapat menyadari nilai-nilai hidup. Dalam keluarga modern saat ini dominan berlaku hubungan kausalitas yang seringkali distilahkan toleransi organik, di mana hubungan antara ayah,ibu, dan anak tidak lebihdari sebuah hubungan kepentingan material sesaat, bukan hubungan yang berlandaskan kasih sayang. Tujuan utamanya hanyalah bagaimana untuk dapat mempertahankan hidup di tengah kompetisi materialisme dan kapitalisme. Pola hidup keluarga yang organis akibat tingginya mobilitas sosial yang berlebihan  pada akhirnya lambat laun akan menghantarkan institusi keluarga ke jurang  kepunahan, sehingga jauh dari impian terwujudnya keluarga yang sakinah, sebagai tujuan utama dari sebuah pernikahan.[8]
               Dalam menghadapi problema hidup, sangat penting bagi insan keluarga untuk terus mengokohkan ketakwaan kepada Allah sebab dalam kamus orang yang bertakwa tidak ada istilah buntu dalam artipersolan tidak bisa dipecahkan. Kemampuan menyelesaikan problema yang dihadapi menjadi amat penting dalam hidup ini, dengan mengendalikan persoalan itu sehingga kehidupan dapat berjalan sebagaimana mestinya.[9]
               Dalam era globalisasi, ketahanan keluarga sangat penting untuk diperhatikan. Keluarga sebagai kelompok terkecil dalam sebuah negara harus mempunyai ketahanan keluarga yang menjadi pondasi untuk menangkal segala macam gangguan dari  luar. Kehidupan masyarakat kita sekarang dengan tantangan yang sedemikian berat menuntut kehadiran keluarga yang memiliki ketahanan  yang baik sehingga diharapkan akan lahir masyarakat dengan ketahanan pribadi yang baik karena keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat dan bangsa. Untuk itu, perlu adanya perhatian khusus terhadap pembangunan keluarga yang berkarakter.[10]
               Tugas dan kewajiban orang tua terhadap anaknya harus dilaksanakan   dengan baik. Adapun membina adalah segala upaya pengelolaan atau penanganan berupa ; merintis , meletakkan dasar , melatih, membiasakan, memelihara, mencegah, mengawasi menyantuni, mengarahkan serta mengembangkan kemampuan suami isteri (orang tua)  untuk mewujudkan keluarga sakinah dengan mengadakan dan menggunakan segala daya upaya dan dana yang dimiliki.[11] Dengan demikian, keluarga adalah tempat menempa generasi penerus bangsa agar menjadi anak bangsa  yang berakhlak mulia (berkarakter mulia).
               Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendali diri,kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[12]
                 Pendidikan dalam agama  Islam pada dasarnya  adalah proses pembentukan watak, sikap, perilaku Islami yang meliputi iman (aqidah), islam(syari’at) dan ihsan (akhlaq,etika dan tasawuf).Tujuan  pokoknya adalah mempersiapkan peserta didik agar mampu menjadi khalifah Allah yang  akram yang berarti lebih bertakwa pada  Allah dan yang shalih dalam arti mampu mengelola, mengembangkan dan melestarikan alam.[13]
                 Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.[14]
                Pendidikan akhlak(karakter) dalam Islam bertujuan agar manusia berada dalam kebenaran, di jalan  yang lurus, jalan yang telah digariskan oleh Allah SWT. Inilah yang akan mengantarkan manusia kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat. Akhlak atau karakter mulia merupakan tujuan pokok dalam pendidikan akhlak Islam. Akhlak seseorang akan dianggap mulia jika perbuatannya mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur’an.[15]
               KUA  sebagai ujung tombak  Kementerian Agama dalam memberikan pelayanan dan bimbingan  kepada masyarakat dan KUA bersentuhan langsung dengan berbagai masalah  di masyarakat. Oleh karena itu,  keberadaan KUA menjadi sorotan dan tolok ukur kualitas pelayanan dari Kementerian Agama.Untuk itulah, KUA dituntut untuk bisa memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Prima dalam arti bekerja cepat , tepat, efektif dan efesien sesuai standar oprasional prosedur yang berlaku demi mencapai kepuasan masyarakat.[16]
             Terkait dengan tugas yang diembannya, maka KUA ikut andil dan berperan dalam mengantarkan keluarga-keluarga muslim Indonesia menjadi keluarga yang berkarakter mulia, sebab setiap keluarga muslim ketika melangsungkan pernikahan tentunya membutuhkan petugas KUA untuk menghadiri, mengawasi dan mencatat  terjadinya  pernikahan tersebut, yang merupakan tugas pokok KUA di bidang pencatatan perkawinan. Dengan demikian, KUA  mempunyai peran penting dan strategis dalam ikut mewujudkan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia menjadi masyarakat, bangsa dan negara yang berkarakter.

B.     Perumusan Pokok Masalah
       Dari uraian tersebut di atas maka dapat dikemukakan rumusan pokok masalah  yang akan dibahas dan dikaji dalam penulisan ini, yaitu :
1.      Bagaimanakah peran KUA dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ?
2.      Bagaimanakah peran KUA  dalam pembinaan karakter bangsa?

C.    Tujuan dan Manfaat Penulisan
1.      Tujuan Penulisan
      Berdasarkan pada perumusan pokok masalah di atas, maka tujuan penulisan  ini adalah :
a.    Untuk mengetahui  peran dan tugas Kantor Urusan  Agama (KUA) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
b.    Untuk mengetahui   peran Kantor Urusan Agama  (KUA) dalam pembinaan  karakter bangsa.
2.      Manfaat Penulisan
Berkaitan dengan tujuan penulisan di atas , maka signifikansi penulisan ini  adalah sebagai berikut :
a.       Aspek teoritis
  Hasil penelitian ini  diharapkan dapat memberi manfaat pada khazanah teoritis dan ilmiah yang mengacu pada kajian epistemologis menyangkut peran dan tugas Kantor Urusan Agama (KUA) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
b.      Aspek Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi wawasan dan landasan pentingnya karakter (akhlak) bagi pegawai  Kantor Urusan Agama (KUA) dalam melakukan tugas pelayanan pada masyarakat sehingga mampu mengoptimalkan peran Kantor Urusan Agama (KUA) dalam  pembinaan karakter bangsa.

D.    Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa bab yaitu :
BAB        I.  PENDAHULUAN
 Bab ini terdiri dari : Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah,   Tujuan dan Manfaat Penulisan dan Sistematika Penulisan.
BAB     II.  KAJIAN TEORITIS DAN METODOLOGI PENULISAN
Bab ini terdiri dari : Kajian Teoritis dan    Metodologi Penulisan.
BAB   III. PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA)  DALAM  PEMBINAAN   KARAKTER BANGSA
Bab ini terdiri dari : Peran, Tugas dan Fungsi   Kantor Urusan Agama (KUA) Dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara,   dan Peran Kantor Urusan Agama (KUA)  Dalam Pembinaan  Karakter Bangsa.
BAB.    IV. KESIMPULAN.
Bab ini terdiri dari Kesimpulan dan Saran.





BAB  II

KAJIAN TEORITIS DAN METODOLOGI PENULISAN

A.    Kajian Teoritis
       Pembangunan bidang agama sebagai bagian integral dari pembangunan nasional merupakan pengamalan sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, agama menjadi landasan moral dan etika dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pemahaman dan pengamalan agama secara benar diharapkan dapat mendukung terwujudnya manusia Indonesia yang yang religius, demokratis, mandiri, berkualitas, sehat jasmani rohani serta tercukupi kebutuhan material spiritual.[17]
             Kementerian Agama memiliki peran yang sangat penting dan strategis  dalam  peningkatan wawasan keagamaan, penguatan peran agama dalam pembentukan karakter dan peradaban bangsa, dan peningkatan kerukunan umat beragama dalam pembangunan kerukunan nasional. Terkait dengan penguatan peran agama dalam pembentukan karakter dan peradaban bangsa, maka hasil yang diharapkan adalah peningkatan kualitas pribadi umat beragama, peningkatan harkat dan martabat umat beragama dalam membangun jati diri bangsa, peningkatan peran umat beragama dalam membangun harmoni antar peradaban, penguatan peran lembaga sosial keagamaan, dan peningkatan peran agama dalam pembangunan nasional.[18]  
            Kantor Urusan Agama berdasarkan Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 373 tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi dan Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota pada pasal 11-14 tentang Tugas Bidang Agama Islam di lingkungan Kantor Urusan Agama memiliki otoritatif dalam memberikan pelayanan dan bimbingan di bidang Urusan Agama Islam.[19]   Dikatakan sebagai unit kerja terdepan, karena KUA secara langsung berhadapan dengan masyarakat. Keberadaan KUA dinilai sangat urgen seiring keberadaan Kementerian Agama. Hal ini menunjukan bahwa peran KUA sangat strategis, bila dilihat dari keberadannya yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, terutama yang memerlukan pelayanan bidang Urusan Agama Islam . [20]  
      Bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, keadilan, ketaatan, kejujuran misalnya merupakan bentuk-bentuk moral yang tinggi yang sepanjang masa memperoleh pujian dari manusia. Dalam sejarah tidak pernah dicatat bahwa ketidakadilan, kelaliman, kepalsuan dan pemungkiran janji boleh ditegakkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, maupun bernegara. Persaudaraan, kasih sayang dan kemurahan hati juga telah dinilai sepanjang masa. Sedangkan keakuan, kebengisan, kekikiran dan kecongkakan tidak pernah dibenarkan oleh masyarakat manapun. Manusia yang mempunyai rasa tanggung jawab besar dan melakukan tugasnya dengan penuh bakti selalu dikagumi, dan sebaliknya manusia yang tidak bertanggungjawab dan melalaikan tugasnya tidak pernah mendapat pembenaran dari pihak manapun.     
       Eksistensi, kemuliaan dan kejayaan sebuah bangsa tergantung akhlaknya, demikian juga keterpurukan, kehinaan dan kehancurannya. Awal dan sumber segala kebaikan adalah akhlak, demikian juga segala keburukan bersumber dan bermuara kepada akhlak. Apabila sebuah bangsa mengalami krisis moral dan akhlak, maka bangsa tersebut akan berbuat dlalim, berbuat kerusakan terhadap alam maupun kedlaliman terhadap sesamanya. Dampak dari kedlaliman tersebut adalah timbulnya berbagai musibah, balak dan bencana, baik yang bersumber dari alam  maupun manusia.[21]
       Karakter adalah cara berfikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas setiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusan yang ia buat.[22]  Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini pendidikan karakter tidak akan efektif. Jadi, yang diperlukan dalam pendidikan karakter tidak cukup dengan pengetahuan lantas melakukan tindakan yang sesuai dengan pengetahuannya saja. Hal ini karena pendidikan terkait erat dengan nilai dan norma.[23] Dengan demikian, pendidikan karakter terkait dengan dengan pilar cinta Tuhan dan segenap ciptaanNya, hormat dan santun, dermawan, suka tolong menolong atau kerjasama, baik dan rendah hati.[24]
      Pendidikan dalam agama  Islam pada dasarnya  adalah proses pembentukan watak, sikap, perilaku Islami yang meliputi iman (aqidah), islam(syari’at) dan ihsan (akhlaq,etika dan tasawuf).Tujuan  pokoknya adalah mempersiapkan peserta didik agar mampu menjadi khalifah Allah yang  akram yang berarti lebih bertakwa pada  Allah dan yang shalih dalam arti mampu mengelola, mengembangkan dan melestarikan alam.[25]
     Keluarga adalah unit terkecil yang menjadi pendukung dan pembangkit lahirnya masyarakat dan bangsa. Selama  pembangkit itu mampu menyalurkan arus yang kuat lagi sehat, selama itu pula masyarakat bangsa akan menjadi sehat dan kuat. Keluarga mempunyai andil yang besar bagi bangun runtuhnya suatu masyarakat. Walaupun harus diakui pula bahwa masyarakat secara keseluruhan dapat mempengaruhi pula keadaan para keluarga. Kalau dalam literatur keagamaan dikenal ungkapan al-mar’atu ‘imad al-bilad (wanita  adalah tiang negara), maka pada hakekatnya tidaklah meleset bila dikatakan al-usrah ‘imad al-bilad biha tahya wabiha tamut (keluarga adalah tiang negara, dengan keluargalah negara bangkit atau runtuh).[26]
       Jalinan perekat bagi bangunan keluarga adalah hak dan kewajiban yang disyariatkan Allah terhadap ayah, ibu, suami dan isteri serta anak-anak. Hak dan kewajiban serta peraturan yang ditetapkan dalam keluarga tidak lain tujuannya kecuali untuk menciptakan keharmonisan dalam hidup berumah tangga yang pada akhirnya menciptakan suasana aman, bahagia, dan sejahtera bagi seluruh masyarakat bangsa.  
Keluarga adalah umat kecil yang memiliki pimpinan dan anggota, mempunyai pembagian tugas dan kerja, serta hak dan kewajiban masing-masing anggotanya. “Umat besar” atau satu negara demikian pula halnya. Al-Qur’an menamakan satu komunitas sebagai umat, dan ibu yang melahirkan anak keturunannya sebagai umm. Kedua kata tersebut terambil dari akar  kata yang sama , karena ibu yang melahirkan itu dan yang dipundaknya terutama dibebankan pembinaan anak dan kehidupan rumah tangga yang merupakan tiang umat, tiang negara dan bangsa.[27]
    Tujuan berkeluarga adalah untuk membentuk keluarga sakinah. Keluarga sakinah adalah keluarga yang dibina atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi hajat spiritual dan material secara layak dan seimbang, diliputi suasana kasih sayang antara anggota keluarga dan lingkungannya dengan selaras, serasi, serta mampu mengamalkan, menghayati dan memperdalam nilai-nilai keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia.[28]  Keluarga sakinah disebut juga dengan keluarga maslahah, yakni keluarga yang kebutuhan pokoknya dapat terpelihara. Kebutuhan dimaksud meliputi kebutuhan lahir dan batin, kebutuhan fisik -material dan moral-spritual. Pengertian tersebut berangkat dari cita-cita kaum muslimin sebagai keluarga maslahah, perorangan, keluarga dan masyarakat, sebab maslahah adalah terpelihara kebutuhan pokok manusia yakni agama, jiwa, harta benda , keturunan dan akal.[29]

B.     Metodologi Penelitian
1.      Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif karena berusaha menyimpulkan, menganalisa dan membuat interpretasi mengenai peran KUA dalam pembinaan  karakter bangsa.
Pendekatan yang penulis gunakan dalam penulisan ini adalah historis, yuridis,  psikologis, sosiologis maupun filosofis. Hal ini penulis gunakan untuk mengetahui   peran  KUA dalam  pembinaan  karakter bangsa.
2.    Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dengan cara mengumpulkan buku-buku, majalah-majalah  atau  artikel-artikel yang ada kaitannya dengan permasalahan dalam penulisan  peran KUA dalam pembinaan   karakter bangsa. Metode ini disebut dengan dokumentasi.[30] Data yang dikumpulkan menjadi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data pokok yang berkaitan dan diperoleh secara langsung dari obyek penelitian. Sumber data primer adalah sumber data yang memberikan data penelitian secara langsung.[31] Sumber data primer dalam penelitian ini adalah data-data yang diambil dari buku-buku ataupun artikel yang berkaitan dengan masalah peran KUA dalam pembinaan karakter bangsa. Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subyek penelitiannya. [32] Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari buku-buku , majalah-majalah ataupun artikel yang secara tidak langsung berkaitan dengan masalah peran KUA dalam  pembinaan  karakter bangsa.
3.      Metode Analisis
Metode analisis yaitu cara penanganan suatu obyek ilmiah tertentu dengan cara mengalihkan suatu penelitian dengan pengertian lain.[33] Metode  ini digunakan untuk menjelaskan  atau kejelasan obyek yang diteliti, sehingga mendapatkan kesimpulan yang benar  dan mempunyai validitas yang tinggi. Setelah memperoleh data-data dari kepustakaan peneliti mengklasifikasikan atau mengelompokkan sesuai dengan permasalahan-permasalahan yang dibahas, setelah itu data-data disusun  dan dikelompokkan, kemudian dengan menggunakan metode sebagai berikut:
a.    Metode deduktif yaitu penerapan suatu kebenaran umum pada fakta yang bersifat khusus. Ini sebagaimana yang dikatakan oleh Sutrisno Hadi bahwasanya apa yang dipandang benar pada semua peristiwa dalam satu jenis, berlaku pula sebagai suatu yang benar pada semua peristiwa yang termasuk dalam kelas atau jenis itu.[34] Metode ini  digunakan dalam menjelaskan  peran KUA dalam pembinaan  karakter bangsa.
b.   Metode induktif yaitu berangkat dari fakta-fakta yang khusus , peristiwa-peristiwa yang konkrit dan khusus itu ditarik generalisasi-generalisasi yang bersifat umum.[35] Metode ini digunakan untuk menjelaskan penelitian  peran KUA dalam pembinaan karakter bangsa,  sehingga ditemukan formulasi kajian tentang peran KUA dalam pembinaan karakter bangsa.
c.    Metode reflektif thingking yaitu berfikir yang prosesnya mondar mandir antara yang empiri dengan yang abstrak. Empiri yang khusus dapat saja menstimulasi berkembangnya konsep yang abstrak yang luas, dan menjadikan mampu melihat relevansi empiri pertama dengan empiri-empiri yang lain yang termuat dalam konsep abstrak  baru yang dibangunnya[36]. Metode reflektif thingking digunakan untuk melihat peran KUA pembinaan   karakter bangsa.




           













BAB   III

PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA)  
DALAM PEMBINAAN KARAKTER BANGSA

A.    Peran, Tugas dan Fungsi   Kantor Urusan Agama (KUA) Dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara

      Dalam KMA No. 517/2001 disebutkan bahwa Kantor Urusan Agama Kecamatan dan bertanggungjawab kepada Kepala Kantor Departemen Agama(Kementerian Agama)  Kabupaten/Kota yang dikoordinasi oleh kepala seksi Urusan Agama Islam/Bimas Islam/Bimas dan Kelembagaan Agama Islam. Kantor Urusan Agama Kecamatan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Kantor Departemen Agama (Kementerian Agama)  Kabupaten/Kota di bidang urusan agama Islam dalam wilayah Kecamatan. Kantor Urusan Agama Kecamatan dipimpin oleh seorang Kepala.
      Berdasarkan  KMA No.517/2001 dan PMA No.11/2007  Kantor Urusan Agama (KUA) adalah unit kerja terdepan Kementerian Agama yang melaksanakan sebagian tugas pemerintah di bidang Agama Islam, di wilayah Kecamatan. Sebagai front terdepan dari Kementeian Agama, KUA secara langsung berhadapan dengan masyarakat.  Oleh karena itu,  wajar bila keberadaan KUA dinilai sangat urgen seiring keberadaan Kementerian Agama. Fakta sejarah juga menunjukan bahwa kelahiran  KUA hanya berselang sepuluh bulan dari kelahiran Kementerian Agama tepatnya tanggal 21 Nopember 1946. Hal ini menunjukkan bahwa  peran KUA sangat strategis,  karena  bersentuhan langsung dengan masyarakat, terutama yang memerlukan pelayanan bidang Urusan Agama Islam.
       Adapun fungsi Kantor Urusan Agama sebagaimana dalam KMA Nomor 517 tahun 2001, KUA Kecamatan memiliki fungsi:
1)   Menyelenggarakan Statistik dan Dokumentasi;
2)  Menyelenggarakan surat menyurat, pengurusan surat, kearsipan, pengetikan dan rumah tangga KUA Kecamatan;
3)   Melaksanakan pencatatan nikah dan rujuk, mengurus dan membina masjid, zakat, wakaf, baitul maal dan ibadah sosial, kependudukan dan pengembangan keluarga sakinah, sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Direktur Jendeeral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
       KUA  sebagai ujung tombak  Kementerian Agama dalam memberikan pelayanan dan bimbingan  kepada masyarakat, KUA bersentuhan langsung dengan berbagai masalah  di masyarakat. Oleh karena itu,  keberadaan KUA menjadi sorotan dan tolok ukur kualitas pelayanan dari Kementerian Agama.Untuk itulah, KUA dituntut untuk bisa memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Prima dalam arti bekerja cepat , tepat, efektif dan efesien sesuai standar oprasional prosedur dan kepuasan masyarakat yang dilayani.
       Sesuai peran, tugas, dan fungsi KUA , maka otoritas KUA merupakan bagian yang  tak terpisahkan dari Kementerian Agama,  yang berada di lingkungan wilayah tingkat kecamatan yang memiliki fungsi dan peranan yang sangat penting dalam pembinaan agama  Islam di Indonesia. Sebagai unit pelaksana operasional Kementerian Agama, mekanisme kegiatan perkantoraan ditandai aktifitas pelayanan administrasi dalam bentuk pelayanan dan bimbingan agama pada masyarakat sebagai wujud koordinasi baik vertikal maupun horisontal, meliputi: administrasi NTCR, kemesjidan, perwakafan, bimbingan keluarga sakinah, zakat dan ibadah sosial, serta adminstrasi keuangan.
       Kantor Urusan Agama berdasarkan Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 373 tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi dan Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota pada pasal 11-14 tentang Tugas Bidang Agama Islam di lingkungan Kantor Urusan Agama memiliki otoritatif dalam memberikan pelayanan dan bimbingan di bidang Urusan Agama Islam.
       Dalam PMA No. 39 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Urusan Agama, KUA adalah unit pelaksana tehnis Dirjen Bimas Islam yang bertugas melaksanakan sebagian tugas Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota di bidang urusan agama Islam. Adapun kedudukan KUA  berada di wilayah kecamatan. Dalam melaksanakan tugas KUA menyelenggarakan fungsi :
a.       Pelaksanaan pelayanan, pengawasan, pencatatan dan pelaporan nikah dan rujuk
b.      Penyusunan statistik, dokumentasi dan pengelolaan sistem manajemen KUA
c.       Pelaksanaan tata usaha dan rumah tangga KUA
d.      Pelayanan bimbingan keluarga sakinah
e.       Pelayanan bimbingan kemasjidan
f.       Pelayanan bimbingan pembinaan syari’ah, serta
g.      Penyelenggaraan fungsi lain yang ditugaskan oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota.
       KUA sebagai unit terdepan kementerian agama secara langsung berhadapan dengan masyarakat, terkait dengan pelayanan bidang Urusan Agama Islam. Konsekuensi dari peran itu, secara otomatis aparat KUA harus mampu mengurus rumah tangga sendiri dengan menyelenggarakan manajemen kearsipan, administrasi surat-menyurat dan statistik serta dokumentasi.  Selain itu, KUA juga dituntut betul-betul mampu menjalankan tugas dibidang pencatatan nikah dan rujuk (yang  merupakan tugas pokok KUA) secara baik, karena pelayanan itu sangat besar pengaruhnya dalam membina kehidupan beragama, karena dari situlah embrio terbentuknya keluarga yang bahagia sejahtera lahir dan batin atau keluarga sakinah mawadah dan warahmah.
       Dalam malaksanakan tugas bidang urusan agama Islam, KUA tidak sekedar melakukan pengawasan dan pencatatan nikah/rujuk saja, tetapi juga melaksanakan tugas-tugas lainnya seperti mengurus dan membina tempat ibadah umat Islam (masjid, langgar/mushalla) membina pengamalan agama Islam, zakat, wakaf, baitul mal dan ibadah sosial, pangan halal, kemitraan umat Islam kependudukan serta pengembangan keluarga sakinah, sesuai kebijakan Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berhubung KUA bersentuhan langsung dengan masyarakat yang memiliki pengetahuan dan kemampuan serta pemahaman yang beraneka ragam di bidang urusan agama Islam, termasuk urusan perhajian, maka sesuai hasil Rakernas Penyelenggaran Haji tahun 2006 di Jakarta menyepakati KUA diikutsertakan sebagai pelayanan haji kepada masyarakat dan calon jemaah haji.
       Adapun peran KUA dalam pelayanan selama ini antara lain:
1.      Pelayanan bidang administrasi/statistik dokumentasi
Sebagai unit pelaksana operasional Kementerian Agama, mekanisme kegiatan perkantoraan ditandai aktifitas pelayanan administrasi dalam bentuk pelayanan dan bimbingan agama pada masyarakat sebagai wujud koordinasi baik vertikal maupun horisontal, meliputi: administrasi NTCR, kemesjidan, perwakafan, bimbingan keluarga sakinah, zakat dan ibadah sosial, serta adminstrasi keuangan.
2.      Pelayanan bidang kepenghuluan
KUA merupakan lembaga pemerintah yang berwenang melakukan pencatatan pernikahan di kalangan umat Islam. Artinya eksistensi KUA tidak semata-mata karena pemenuhan tuntutan birokrasi tetapi secara substansial bertanggungjawab penuh terhadap pelaksanaan keabsahan sebuah pernikahan.
3.      Pelayanan bidang perkawinan dan keluarga sakinah
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang akan berkembang menjadi tatanan masyarakat yang lebih luas. Karena itu pembinaan keluarga sakinah sangat penting karena akan mewujudkan masyarakat yang rukun, damai dan bahagia lahir dan batin.  Pembinaan ini tidak hanya diberikan kepada mereka yang akan menikah, tetapi juga kepada masyarakat secara umum, untuk mewujudkan tujuan perkawinan yang dicita-citakan. Untuk mencapai tujuan itu peran KUA sangat dibutuhkan.
4.      Pelayanan bidang perwakafan
Peran Kepala KUA sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) memiliki peran legitimate atas status harta benda yang diwakafkan sehingga terhindar dari hal-hal yang tidak diharapkan. Dalam pelayanan di bidang perwakafan, KUA melakukan sosialisasi perwakafan tanah, bimbingan, pengelolaan dan  pemberdayaan tanah wakaf serta membantu menjamin keamanan tanah wakaf dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab dengan mengurus legalitas formal status tanah. Tanah  wakaf merupakan aset umat Islam yang dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran umat, apabila diberdayakan secara maksimal, tepat sasaran, dan tepat guna.
5.      Pelayanan bidang zakat dan ibadah sosial
Zakat dan ibadah sosial adalah modal dasar pembangunan kesejahteraan ummat dan merupakan salah satu sumber dana untuk mengentaskan kemiskinan. Guna lebih menyadarkan dan menggairahkan masyarakat dalam mengeluarkan zakat dan infaknya, diperlukan bimbingan terutama dalam upaya menggali potensi dana ummat melalui zakat maal, tijarah, profesi dan lainnya. Disini peran KUA sangat diperlukan guna menggerakkan tokoh agama dan masyarakat, sehingga semakin sinergis dalam mensosialisasikan fungsi dan peran zakat serta infak di tengah ummat. Pada gilirannya kesadaran masyarakat semakin meningkat dalam menyalurkan zakatnya terutama kepada lembaga zakat yang diakui pemerintah seperti Badan Amil Zakat (BAZ), Lembaga Amil Zakat (LAZ) dan Unit Pengumpul Zakat (UPZ).
6.      Pelayanan bidang kemasjidan dan kehidupan beragama
Sebagai aparat kementerian agama  di tingkat kecamatan, KUA berkewajiban memberikan bimbingan dalam mewujudkan Idarah, Imarah dan Ri’ayah masjid. Selain itu juga mengkoordinir segala kegiatan keagamaan (Islam) di wilayahnya, meliputi penerangan/penyuluhan agama, bimbingan dan penyelenggaraan ibadah haji, serta memberikan dorongan dan motivasi serta pembinaan kepada masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana kehidupan beragama.
7.      Pelayanan bidang pangan halal
Dalam pelayanan  di bidang pangan halal, peran KUA melakukan sosialisasi tentang  tentang pangan halal, baik menyangkut pangan, kosmetik dan obat-obatan, sosialisasi dan pembinaan sembelihan halal, pendataan dan pembinaan terhadap restoran/warung makan dan perusahaan makanan di wilayahnya dan mengupayakan labelisasi halal.
8.      Penyuluhan dan sosialisasi undang-undang  perkawinan
Penyuluhan dan sosialisasi undang-undang ataupun peraturan terkait dengan masalah perkawinan, dilakukan oleh KUA bertujuan agar masyarakat sadar terhadap  peraturan ataupun hukum terkait dengan perkawinan, karena  dalam kenyataan hidup di masyarakat masih sering dijumpai perkawinan yang belum sesuai ketentuan agama dan perundang-undangan, terutama UU No. 1/1974 Tentang Perkawinan serta PP No: 9/1975 tentang Pelaksanaan UU NO. 1/1974.
9.      Memberikan pelayanan di bidang hisab rukyat
Dalam pelayanan hisab rukyat, KUA mempunyai tugas mensosialisasikan penentuan arah kiblat dan  mengukur arah kiblat tempat ibadah muslim dan makam muslim, mensosialisasikan dan penyuluhan tentang penentuan awal Ramadlan dan 1 Syawal, penanggalan hijriah, dan awal waktu shalat dan mengupayakan jadwal waktu shalat maktubah.
10.  Pelayanan bidang perhajian
Pelayanan  KUA terkait dengan masalah haji, diantaranya  sosialisasi kebijakan haji, pelayanan penyuluhan dan penyebaran informasi perhajian kepada masyarakat, penyelenggaraan manasik haji, pemberangkatan dan pemulangan jama’ah haji dan pembinaan jama’ah haji  pasca haji.
11.  Kegiatan lintas sektoral
Banyak sekali kegiatan-kegiatan lintas sektoral yang memerlukan keterlibatan KUA  di dalamnya  diantaranya :  penyuksesan program pembangunan, keluarga Berencana, kamtibmas, kesehatan dan sanitasi, penanggulangan penyalahgunaan narkoba dan lain sebagainya.

B.     Peran  KUA dalam Membangun Karakter Bangsa 
       Eksistensi, kemuliaan dan kejayaan sebuah bangsa tergantung akhlaknya, demikian juga keterpurukan, kehinaan dan kehancurannya. Awal dan sumber segala kebaikan adalah akhlak, demikian juga segala keburukan bersumber dan bermuara kepada akhlak. Apabila sebuah bangsa mengalami krisis moral dan akhlak, maka bangsa tersebut akan berbuat dlalim, berbuat kerusakan terhadap alam maupun kedlaliman terhadap sesamanya. Dampak dari kedlaliman tersebut adalah timbulnya berbagai musibah, balak dan bencana, baik yang bersumber dari alam  maupun manusia.[37]
       Bapak pendiri bangsa ketika memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, menyadari bahwa paling tidak ada tiga tantangan besar yang harus dihadapi. Pertama, mendirikan negara yang bersatu. Kedua, membangun bangsa. Ketiga, membangun karakter. Ketiga hal tersebut secara jelas tampak dalam konsep negara bangsa (nation state) dan pembangunan karakter bangsa (nation and character building). Terkait dengan hal tersebut, presiden Sukarno menegaskan bahwa bangsa Indonesia harus dibangun dengan mendahulukan  pembangunan karakter (character building) karena karakter  inilah yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju dan jaya, serta bermartabat.[38]  
       Karakter adalah cara berfikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas setiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusan yang ia buat.[39]        Dalam Islam, karakter disebut juga akhlaq. Menurut Ahmad Amin, akhlak adalah segala sesuatu kehendak yang terbiasa dilakukan. Sedangkan menurut al-Ghazali, akhlak berpangkal pada hati, jiwa atau kehendak, kemudian diwujudkan dalam perbuatan sebagai kebiasaan (bukan perbuatan yang dibuat-buat tapi sewajarnya). Ungkapan lain dari al-Ghazali akhlak adalah karakter seseorang yang menancap di hati dan tulang sulbi yang dengan karakter tersebut mendorongnya melakukan sesuatu yang positif dengan mudah dan reflek tanpa butuh pemikiran.  Maksud tanpa pikir untuk menunjukkan betapa mendarah dagingnya, sehingga sudah merupakan tindakan reflek yang muncul secara otomatis. Oleh sebab itu, suatu tindakan itu dikatakan sampai pada tingkat akhlak kalau memenuhi dua syarat yaitu : dilakukan secara berulang-ulang dan dilakukan dengan otomatis tanpa pemikiran dan pertimbangan.[40]  Oleh karena itu  akhlak (karakter))  adalah kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu.[41]
       Kantor Urusan Agama adalah unit kerja terdepan yang melaksanakan sebagian tugas pemerintah di bidang agama Islam. Lingkup kerja KUA adalah berada di wilayah tingkat Kecamatan, hal ini sebagaimana ketentuan pasal 1 (1) PMA Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Nikah menyebutkan bahwa Kantor Urusan Agama Kecamatan yang selanjutnya disebut KUA adalah instansi Departemen Agama yang bertugas melaksanakan sebagian tugas Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota di bidang Urusan Agama islam dalam wilayah kecamatan.[42]  
       KUA memiliki peran yang sangat penting dan strategis  dalam  peningkatan wawasan keagamaan, penguatan peran agama dalam pembentukan karakter dan peradaban bangsa, dan peningkatan kerukunan umat beragama dalam pembangunan kerukunan nasional. Terkait dengan penguatan peran agama dalam pembentukan karakter dan peradaban bangsa, maka hasil yang diharapkan adalah peningkatan kualitas pribadi umat beragama, peningkatan harkat dan martabat umat beragama dalam membangun jati diri bangsa, peningkatan peran umat beragama dalam membangun harmoni antar peradaban, penguatan peran lembaga sosial keagamaan, dan peningkatan peran agama dalam pembangunan nasional.[43]  
      Terkait dengan tugas dan peran KUA,  KUA  harus  mampu menjalankan tugas di bidang pencatatan nikah dan rujuk --yang  merupakan tugas pokok KUA--  secara baik, karena pelayanan itu sangat besar pengaruhnya dalam membina kehidupan beragama, karena dari situlah embrio terbentuknya keluarga yang bahagia sejahtera lahir dan batin atau keluarga sakinah mawadah dan wa rahmah. Dengan demikian, KUA  mempunyai peran penting dan strategis dalam ikut mewujudkan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia menjadi masyarakat, bangsa dan negara yang berkarakter.
           Dalam UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan disebutkan bahwa  Perkawinan ialah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Esa.[44] Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa perkawinan menurut  hukum Islam adalah pernikahan ialah akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan Ibadah.[45]
           Pernikahan  menjadi pintu gerbang dalam pembangunan keluarga merupakan sesuatu yang amat penting. Kalimat dalam akad nikah yang begitu mudah  dan ringan diucapkan sebenarnya memiliki konsekuensi dan tanggungjawab yang sangat berat, inilah kadang kala yang tidak disadari oleh orang yang melakukan pernikahan.[46]
          Tujuan berkeluarga adalah untuk membentuk keluarga sakinah. Keluarga sakinah adalah keluarga yang dibina atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi hajat spiritual dan material secara layak dan seimbang, diliputi suasana kasih sayang antara anggota keluarga dan lingkungannya dengan selaras, serasi, serta mampu mengamalkan, menghayati dan memperdalam nilai-nilai keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia.[47]  Keluarga sakinah disebut juga dengan keluarga maslahah, yakni keluarga yang kebutuhan pokoknya dapat terpelihara. Kebutuhan dimaksud meliputi kebutuhan lahir dan batin, kebutuhan fisik -material dan moral-spritual. Pengertian tersebut berangkat dari cita-cita kaum muslimin sebagai keluarga maslahah, perorangan, keluarga dan masyarakat, sebab maslahah adalah terpelihara kebutuhan pokok manusia yakni agama, jiwa, harta benda , keturunan dan akal.[48]
           Setiap orang yang melakukan perkawinan,  tentunya  menginginkan terciptanya suatu keluarga atau rumah tangga yang bahagia sejahtera lahir dan batin serta memperoleh keselamatan hidup dunia dan akhirat. Oleh karena itu, dari keluarga sakinah inilah kelak akan terwujud masyarakat yang rukun, damai serta makmur, material dan spiritual. Kehidupan keluarga dan masyarakat yang semacam inilah yang menjadi cita-cita dan tujuan pembangunan nasional yang sedang dan akan terus dilaksanakan oleh pemerintah dan rakyat Indonesia.[49] Dengan demikian, dengan  adanya pernikahan tersebut diharapkan akan terwujud rumah tangga yang baik, melahirkan generasi yang baik dan memberi manfaat bagi agama, masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, terwujudnya ketahanan keluarga menjadi sesuatu yang amat penting agar perjalanan keluarga bisa berlangsung sebagaimana yang diharapkan.[50]
          KUA  dengan prorgram  gerakan keluarga sakinahnya berupaya untuk mewujudkan masyarakat madani yang bermoral tinggi, penuh keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia. Oleh karena itu, upaya penanaman nilai-nilai keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia  dilaksanakan melalui pendidikan agama dalam  keluarga, masyarakat  dan pendidikan formal. Upaya ini menekankan kepada  aspek penanaman, pengamalan dan penghayatan dan pengembangan nilai-nilai keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia dalam berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Aspek penanaman, pengamalan dan penghayatan nilai-nilai agama dimaksudkan untuk mengimbangi dampak negatif perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga keluarga dan masyarakat Indonesia memiliki ketahanan yang kokoh dalam menghadapi era globalisasi dan berbagai pengaruh negatif masuknya budaya asing. [51]
        Keluarga adalah jiwa masyarakat dan tulang punggungnya. Kesejahteraan lahir dan batin yang dinikmati oleh suatu bangsa, atau sebaliknya, kebodohan dan keterbelakangannya, adalah cerminan dari keadaan keluarga-keluarga yang hidup pada masyarakat bangsa tersebut. Hakekat diatas adalah kesimpulan pandangan para pakar dari berbagai disiplin ilmu, termasuk pakar-pakar agama Islam.  Dengan demikian, keluarga merupakan  unit terkecil yang menjadi pendukung dan pembangkit lahirnya masyarakat dan bangsa. Selama  pembangkit itu mampu menyalurkan arus yang kuat lagi sehat, selama itu pula masyarakat bangsa akan menjadi sehat dan kuat. Keluarga mempunyai andil yang besar bagi bangun runtuhnya suatu masyarakat.
           Agama Islam memberikan  perhatian yang sangat besar terhadap pembinaan keluarga, perhatian yang sepadan dengan perhatiannya terhadap kehidupan individu serta kehidupan umat manusia secara keseluruhan. Keluarga adalah sekolah tempat putra-putri bangsa belajar. Dari sana mereka mempelajari sifat-sifat mulia, seperti kesetiaan, rahmat dan kasih sayang, ghirah, dan sebagainya.[52]  
           Dalam keluarga kedua orang tua mempunyai kewajiban untuk memberikan pendidikan kepada anak-anaknya, karena baik buruknya anak tergantung dari pendidikan kedua orang tuanya.[53]  Tugas dan kewajiban orang tua terhadap anaknya harus dilaksanakan   dengan baik.  Oleh karena itu, sebagai orang tua wajib  membina dengan segala upaya pengelolaan atau penanganan berupa ; merintis , meletakkan dasar , melatih, membiasakan, memelihara, mencegah, mengawasi menyantuni, mengarahkan serta mengembangkan kemampuan suami isteri (orang tua)  untuk mewujudkan keluarga sakinah dengan mengadakan dan menggunakan segala daya upaya dan dana yang dimiliki.[54] Dengan demikian, keluarga adalah tempat menempa generasi penerus bangsa agar menjadi anak bangsa  yang berakhlak mulia (berkarakter mulia).
           Suatu keluarga –sebagaimana halnya suatu bangsa—tidak dapat hidup tenang dan bahagia tanpa suatu peraturan, kendali, dan disiplin yang tinggi. Kepincangan dalam menerapkan peraturan mengakibatkan kepincangan dalam kehidupan. Memimpin rumah tangga adalah satu tanggungjawab, demikian juga memimpin suatu bangsa. Kepemimpinan suatu bangsa tidak mungkin mencapai sukses apabila langkah-langkah pemimpin daerah tidak searah dengan kepemimpinan di pusat. Kepemimpinan di setiap wilayah atau daerah tidak akan berhasil apabila langkah-langkah keluarga bertentangan dengan langkah pemimpin daerah itu. Demikian terlihat keterkaitan yang erat antara langkah keluarga dengan langkah seluruh bangsa dalam satu negara. Dan demikian pula terbukti  betapa keluarga merupakan tulang punggung bagi tegaknya suatu negara. [55]
     
      


















BAB   IV
KESIMPULAN

A.    Kesimpulan
       Berdasarkan pembahasan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.      Peran KUA dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara diantaranya adalah pelayanan bidang administrasi/statistik dokumentasi, pelayanan di bidang kepenghuluan, pelayanan di bidang perkawinan dan keluarga sakinah, pelayanan di bidang perwakafan, pelayanan di bidang zakat dan ibadah sosial, pelayanan di bidang kemasjidan dan kehidupan beragama, pelayanan di bidang pangan halal, penyuluhan dan sosialisasi undang-undang dan peraturan perkawinan, pelayanan di bidang hisab rukyat, pelayanan di bidang haji dan kegiatan lintas sektoral.
2.      Peran KUA dalam pembinaan karakter bangsa dapat kita ketahui dari pelayanan KUA di bidang perkawinan, perkawinan merupakan pintu gerbang membangun keluarga, keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah akan melahirkan generasi penerus bangsa yang berakhlak mulia. Dari kumpulan-kumpulan keluarga sakinah mawaddah wa rahman akan membentuk masyarakat yang berkarakter baik. Masyarakat-masyarakat yang berkarakter baik akan melahirkan bangsa yang berakhlak mulia atau bangsa yang berkarakter.

B.     Saran
       Penulis menyadari bahwa dalam karya tulis ini banyak kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu saran dan kritik membangun selalu penulis harapkan, semoga bermanfaat.



DAFTAR PUSTAKA

Arikunto,  Suharsimi, Prosedur Penelitian, (Jakarta:  Rineka Cipta, 1998
Azwar, Saifudin,  Metodologi Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998

BP4 Jawa Tengah, Buku Panduan Keluarga Muslim, Semarang: Kanwil Depag Jateng,2007

BP4 Pusat, Majalah Perkawinan dan Keluarga No. 488/2013

BP4 Pusat, Perkawinan dan Keluarga, Majalah bulanan no. 469/XXXVIII/2011

Chafidh, M. Afnan dan Asrori,  A.  Ma’ruf ,  Tradisi Islami, Surabaya : Khalista, 2008

Departemen Agama, Membina Keluarga Sakinah, Jakarta : Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggara Haji, 2003

Departemen Agama Direktorat Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji, Pedoman Pejabat Urusan Agama Islam, Jakarta : 2004

Departemen Agama RI,  Petunjuk teknis Pembinaan Keluarga Sakinah, (Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direkrtorat Urusan Agama Islam, 2005

Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Yogyakarta : Andi Offset, 1989

Kanwil Departemen Agama Propinsi Jawa Tengah,Tanya Jawab Seputar Keluarga Sakinah, (Semarang : Bagian Proyek Pembinaan Keluarga Sakinah, 2004)

Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta :Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggara Haji, 2003

Mahfudh, Sahal,Nuansa Fiqh Sosial, Yogyakarta: LKIS, 1994, Cet. I

Mahmud, Ali Abdul Halim,  Akhlaq Mulia, Penerjemah Abdul Hayyi el-Kattani dkk, Jakarta: Gema Insani, 2004

Mahbubi, M. Pendidikan Karakter, Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2012

Muhajir,Noeng, Metode Penelitian Kualitatif, Yogyakarta : Rakesarasin, 1996

Nasution, Khoirudin,  Smart  dan Sukses, Yogyakarta : Academia dan Tazaffa, 2008

Riau. kemenag.go.id/Index.php?a=berita&id=190721

Samani, Mukhlas dan Hariyanto, Pendidikan Karakter,  ( Bandung :  Remaja Rosda Karya, 2012), cet. II

Shihab, M. Quraish,  Membumikan Al-qur’an, (Bandung, Mizan : 1994), cet. V

Subagyo,Joko P., Metode penelitian dalam Teori dan Praktek, Jakarta:Rineka Cipta, 2004

Sumargono,  Soerjono, Filsafat Pengetahuan , Yogyakarta : Nur Cahya,1980

Undang-undang  Perkawinan, Semarang:Aneka Ilmu, 1990

Undang-Undang  No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Yogyakarta: Bening, 2010


[1] Undang-undang No. 1 Tahun 1974, tentang Perkawinan, Semarang:Aneka Ilmu, 1990, hal. 1
[2] Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta :DirjenBimas Islam danPenyelenggara Haji, 2003, hal. 14
[3] Khoirudin Nasution, Smart  dan Sukses, Yogyakarta : Academia dan Tazaffa, 2008, hal. 121
[4] BP4 Jawa Tengah, Buku Panduan Keluarga Muslim, Semarang: Kanwil Depag Jateng,2007, hal. 1
[5] BP4 Pusat, Perkawinan dan Keluarga, Majalah bulanan no. 469/XXXVIII/2011, hal. 7
[6]Membina Keluarga Sakinah, Jakarta : Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggara Haji, 2003, hal. 1
[7] Opcit.
[8] BP4 Pusat, Perkawinan dan Keluarga Majalah Bulanan No. 470/XXXIX/2012, hal. 3-5
[9]ibid
[10]Ibid
[11] Membina, hal, 4
[12] UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Yogyakarta: Bening, 2010, hal. 12
[13]SahalMahfudh,NuansaFiqhSosial, Yogyakarta: LKIS, 1994, cet. I, hal.324
[14] Ibid.
[15] Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlaq Mulia, Penerjemah Abdul Hayyi el-Kattani dkk, Jakarta: Gema Insani, 2004,hal.259
[16] BP4 Pusat, Majalah Perkawinan dan Keluarga No. 488/2013, hal. 8.
[17] Departemen Agama Direktorat Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji, Pedoman Pejabat Urusan Agama Islam, (Jakarta : 2004), hal. 3-4.
[18] Riau. kemenag.go.id/Index.php?a=berita&id=19072
[19] Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 373 tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi dan Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota
[20]Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 373 tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi dan Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota
[21] MA Sahal Mahfud, Nuansa Fiqh Sosial., hal. 178.
[22] Ahmad Muhaimin Azzet,  Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia, Yogyakarta: Arruz Media, 2011, Cet. I,  hal. 16
[23] Ibid., hal. 27
[24] M. Mahbubi, Pendidikan Karakter, (Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2012), hal. 40
[25]SahalMahfudh,NuansaFiqhSosial, Yogyakarta: LKIS, 1994, cet. I, hal.324
[26] M. Quraish Shihab, Membumikan Al-qur’an, (Bandung, Mizan : 1994), cet. VI, hal. 255-256
[27] Ibid.,  hal. 255.
[28] Kanwil Departemen Agama Propinsi Jawa Tengah,Tanya Jawab Seputar Keluarga Sakinah, (Semarang : Bagian Proyek Pembinaan Keluarga Sakinah, 2004), hal. 25.
[29] Khoiruddin, hal.126
[30] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta:  Rineka Cipta, 1998), hal. 149
[31]P. Joko Subagyo, Metode penelitian dalam Teori dan Praktek, Jakarta:Rineka Cipta, 2004, hal. 87
[32]Saifudin Azwar, Metodologi Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998, hal. 16
[33]Soejono Sumargono, Filsafat Pengetahuan , Yogyakarta : Nur Cahya,1980, hal. 14
[34]Sutrisno Hadi,  Loc. Cit., hal. 3
[35] Ibid., hal. 42
[36]  Noeng Muhajir, Metode Penelitian Kualitatif,  (Yogyakarta : Rakesarasin, 1996), hal. 66-67
[37] MA Sahal Mahfud, Nuansa Fiqh Sosial., hal. 178.
[38] Mukhlas Samani dan Hariyanto, Pendidikan Karakter,  ( Bandung :  Remaja Rosda Karya, 2012), cet. II, hal. 1-2
[39] Ahmad Muhaimin Azzet, Loc. Cit.,  hal. 16
[40]Khoiruddin Nasution, Op.Cit.  hal . 23-25
[41]Ibid., hal. 25
[42] PMA No.  11 Tahun 2007 tentang  Pencatatan Nikah
[43] Riau. kemenag.go.id/Index.php?a=berita&id=19072
[44] Undang-undang No. 1 Tahun 1974, tentang Perkawinan, Semarang:AnekaIlmu, 1990, hal. 1
[45] Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta :DirjenBimas Islam danPenyelenggara Haji, 2003, hal. 14
[46] BP4 Pusat, Perkawinan dan Keluarga, Majalah bulanan no. 469/XXXVIII/2011, hal. 7
[47] Kanwil Departemen Agama Propinsi Jawa Tengah,Tanya Jawab Seputar Keluarga Sakinah, (Semarang : Bagian Proyek Pembinaan Keluarga Sakinah, 2004), hal. 25.
[48] Khoiruddin, hal.126
[49]Membina Keluarga Sakinah, Jakarta : Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggara Haji, 2003, hal. 1
[50] Opcit.
[51]Departemen Agama RI,  Petunjuk teknis Pembinaan Keluarga Sakinah, (Ditjen Bimas Islamdan Penyelenggaraan Haji Direkrtorat Urusan Agama Islam, 2005), hal. 29.
[52]M. Quraish Shihab, Membumikan AlQur’an, Bandung : Mizan, 1994, hal. 253
[53] M. Afnan Chafih dan A. Ma’ruf Asrori, Tradisi Islami, Surabaya : Khalista, 2008, hal.  71
[54] Membina, hal, 4
[55] M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, hal. 256.

1 komentar:

  1. Harrah's Hotel and Casino - Mapyro
    Harrah's Casino & Hotel Harrah's Cherokee Casino Resort is located 메이피로출장마사지 in the heart of the 동해 출장안마 Great Smoky 대전광역 출장샵 Mountains of Western North 영천 출장안마 Carolina. 제주도 출장안마 Harrah's Cherokee

    BalasHapus