Bahaya
Zina
Melihat
bahwa bahaya yang ditimbulkan oleh praktek zina merupakan bahaya yang tergolong
besar, dan praktek tersebut juga bertentangan dengan aturan universal yang
diberlakukan untuk menjaga kejelasan nasab keturunan, menjaga kesucian dan
kehormatan diri, juga mewaspadai hal-hal yang menimbulkan permusuhan serta
perasaan benci di antara manusia disebabkan pengrusakan terhadap kehormatan
isteri, putri, saudara perempuan dan ibu mereka. Dan ini jelas akan merusak
tatanan kehidupan. Melihat hal itu semua, pantaslah bahaya praktek zina itu
-bobotnya- setingkat di bawah praktek pembunuhan. Oleh karena itu, Allah
I menggandeng keduanya di dalam Al-Qur'an dan juga Rasulullah dalam keterangan hadits beliau.
Al-Imam
Ahmad berkata: "Aku tidak mengetahui sebuah dosa -setelah dosa membunuh
jiwa- yang lebih besar dari dosa zina."
Dan
Allah menegaskan pengharamannya dalam firmanNya:
"Dan
orang-orang yang tidak menyembah tuhan lain beserta Allah dan tidak membunuh
jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan)
yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu,
niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan
adzab untuknya pada hari Kiamat dan dia akan kekal dalam adzab itu, dalam keadaan
terhina kecuali orang-orang yang bertaubat ..."
(Al-Furqan: 68-70).
Dalam
ayat tersebut, Allah menggandengkan zina dengan syirik dan membunuh
jiwa, dan vonis hukumannya adalah kekal dalam adzab berat yang berlipat ganda,
selama pelakunya tidak menetralisir hal tersebut dengan cara bertaubat, beriman
dan beramal shalih. Allah I berfirman:
"Dan
janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang
keji (fahisyah) dan suatu jalan yang buruk." (Al-Isra': 32).
Di
sini Allah menjelaskan tentang kejinya praktek zina dan
kata "fahisyah" maknanya adalah perbuatan keji atau kotor yang
sudah mencapai tingkat yang tinggi dan dapat diakui kekejiannya oleh setiap
orang berakal bahkan oleh sebagian banyak binatang, sebagaimana disebutkan oleh
Al-Bukhari dalam Shahih-nya dari Amr bin Maimun Al-Audi, dia berkata:
"Aku pernah melihat -pada masa jahiliyah- seekor kera jantan yang berzina
dengan seekor kera betina. Lalu datanglah kawanan kera mengerumuni mereka
berdua dan melempari keduanya sampai mati."()
Kemudian
Allah juga memberitahukan bahwa praktek zina adalah
seburuk-buruk jalan; karena merupakan jalan kebinasaan, kehancuran dan kehinaan
di dunia, siksaan dan azab di akhirat nanti.
Dan
karena menikahi mantan isteri-isteri ayah itu termasuk perbuatan yang sangat
jelek sekali, Allah I secara khusus memberikan "cela" tambahan bagi
praktek menikahi isteri orang tua. Allah berfirman (setelah secara tegas melarang kaum
muslimin untuk menikahi isteri-isteri ayah mereka, pent):
"Sesungguhnya
perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan
(yang ditempuh)." (An-Nisa': 22).
Allah
I juga menggantungkan keberuntungan seorang hamba pada kemampuannya dalam
menjaga "kehormatan"nya. Tak ada jalan menuju keberuntungan tanpa
menjaga "kehormatan". Allah berfirman:
"Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang beriman. (Yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam
shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan)
yang tiada berguna, dan orang-orang yang me- nunaikan zakat, dan
orang-orang yang menjaga kemaluannya kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau
budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.
Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang
melampaui batas." (Al-Mukminun: 1-7).
Dalam
ayat-ayat ini ada tiga hal yang diungkapkan, yaitu, pertama,
bahwa orang yang tidak menjaga kemaluannya, tidak akan termasuk orang yang
beruntung, kedua , dia akan termasuk orang yang tercela, dan ketiga,
dia termasuk orang yang melampaui batas. Jadi, dia tidak akan mendapat
keberuntungan, serta berhak mendapat predikat "melampaui batas' dan jatuh
pada tindakan yang membuatnya tercela, padahal beratnya beban dalam menahan
syahwat itu, lebih ringan ketimbang menanggung sebagian akibat yang
disebutkan tadi.
Selain
itu pula, Allah telah menyindir manusia yang selalu berkeluh
kesah, tidak sabar dan tidak mampu me- ngendalikan diri saat
mendapatkan kebahagiaan, demikian pula kesusahan. Bila mendapat kebahagiaan,
dia menjadi kikir, tak mau memberi, dan bila mendapat kesusahan, dia banyak
mengeluh. Begitulah sifat umum manusia, kecuali orang-orang yang memang
dikecualikan dari hambaNya, yang diantaranya adalah mereka yang disebut di
dalam firmanNya :
"Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap
isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya
mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka
mereka itulah orang-orang yang melampaui batas."
(Al-Ma'arij: 29-31).
Oleh
karenanya, Allah memerintahkan Rasulullah r untuk memerintahkan
orang-orang mukmin agar menjaga pandangan dan kemaluan mereka, juga
diberitahukan kepada mereka bahwa Allah selalu menyaksikan amal perbuatan mereka.
"Dia
mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh
hati." (Ghafir: 19).
Dan
karena ujung pangkal dari perbuatan zina yang keji ini dari pandangan mata,
maka Allah lebih mendahulukan perintah untuk memalingkan
pandangan mata sebelum perintah untuk menjaga kemaluan, karena banyak musibah
besar yang asal muasalnya adalah dari pandangan; seperti kobaran api yang besar
asalnya adalah percikan api yang kecil. Mulanya hanya pandangan, kemudian
khayalan, kemudian langkah nyata, kemudian terjadilah musibah yang
merupakan kesalahan besar(zina).
Oleh
karenanya, ada yang mengatakan, bahwa barangsiapa yang bisa menjaga empat hal
maka berarti dia telah menyelamatkan agamanya: Al-Lahazhat (pandangan
pertama), Al-Khatharat (pikiran yang melintas di benak), Al-Lafazhat
(lidah dan ucapan), Al-Khathawat (langkah nyata untuk sebuah perbuatan).
Dan
seyogyanya, seorang hamba Allah itu bersedia untuk menjadi penjaga dirinya dari
empat hal di atas dengan ketat, sebab dari situlah musuh akan datang
menyerangnya, merasuk ke dalam dirinya dan merusak segala sesuatu.
Empat
Pintu Masuk Maksiat Pada Hamba
Sebagian
besar maksiat itu terjadi pada seorang hamba melalui empat pintu yang telah
kita sebutkan di atas. Sekarang, marilah kita ikuti pembahasan tentang empat
pintu tersebut di bawah ini:
Al-Lahazhat (Pandangan
Pertama)
Yang satu ini bisa dikatakan sebagai 'provokator' syahwat atau 'utusan' syahwat. Oleh karenanya, menjaga pandangan merupakan pokok dalam usaha menjaga kemaluan. maka barangsiapa yang melepaskan pandangannya tanpa kendali, niscaya dia akan menjerumuskan dirinya sendiri pada jurang kebinasaan.
Rasulullah bersabda:
"Janganlah kamu ikuti pandangan (pertama) itu dengan pandangan (berikutnya). Pandangan (pertama) itu boleh buat kamu, tapi tidak dengan pandangan selanjutnya."()
Dan di dalam Musnad Imam Ahmad, diriwayatkan dari Rasulullah :
"Pandangan itu adalah panah beracun dari panah-panah iblis. Maka barangsiapa yang memalingkan pandangannya dari kecantikan seorang wanita, ikhlas karena Allah, maka Allah akan memberikan di hatinya kelezatan sampai pada hari Kiamat."() Inilah kurang lebih makna hadits tersebut.
Beliau juga bersabda:
"Palingkanlah pandangan kalian dan jagalah kemaluan kalian."()
Dalam hadits lain beliau bersabda:
Yang satu ini bisa dikatakan sebagai 'provokator' syahwat atau 'utusan' syahwat. Oleh karenanya, menjaga pandangan merupakan pokok dalam usaha menjaga kemaluan. maka barangsiapa yang melepaskan pandangannya tanpa kendali, niscaya dia akan menjerumuskan dirinya sendiri pada jurang kebinasaan.
Rasulullah bersabda:
"Janganlah kamu ikuti pandangan (pertama) itu dengan pandangan (berikutnya). Pandangan (pertama) itu boleh buat kamu, tapi tidak dengan pandangan selanjutnya."()
Dan di dalam Musnad Imam Ahmad, diriwayatkan dari Rasulullah :
"Pandangan itu adalah panah beracun dari panah-panah iblis. Maka barangsiapa yang memalingkan pandangannya dari kecantikan seorang wanita, ikhlas karena Allah, maka Allah akan memberikan di hatinya kelezatan sampai pada hari Kiamat."() Inilah kurang lebih makna hadits tersebut.
Beliau juga bersabda:
"Palingkanlah pandangan kalian dan jagalah kemaluan kalian."()
Dalam hadits lain beliau bersabda:
|
"Janganlah
kalian duduk-duduk di (tepi-tepi) jalan." Mereka berkata: "Ya
Rasulullah, tempat-tempat duduk kami pasti di tepi jalan." Beliau
bersabda: "Jika kalian memang harus melakukannya, maka hendaklah
memberikan hak jalan itu." Mereka bertanya: "Apa hak jalan itu?"
Jawab beliau: "Memalingkan pandangan (dari hal yang dilarang Allah, pent),
menyingkirkan gangguan dan menjawab salam."()
Pandangan adalah asal muasal seluruh musibah yang menimpa manusia. Sebab, pandangan itu akan melahirkan lintasan dalam benak, kemudian lintasan itu akan melahirkan pikiran, dan pikiran itulah yang melahirkan syahwat, dan dari syahwat itu timbullah keinginan. Kemudian keinginan ini menjadi kuat dan berubah menjadi niat yang bulat. Akhirnya, apa yang tadinya hanya melintas dalam pikiran menjadi kenyataan dan itu pasti akan terjadi selama tidak ada yang menghalanginya. Oleh karenanya, dikatakan oleh sebagian ahli hikmah, bahwa: "Bersabar dalam menahan pandangan mata (bebannya) adalah lebih ringan dibanding harus menanggung beban penderitaan yang ditimbulkannya."
Seorang penyair mengatakan:
- Setiap kejadian musibah(praktek zina) itu bermula dari pandangan, seperti kobaran api berasal dari percikan api yang kecil.
- Betapa banyak pandangan yang berhasil menembus ke dalam hati pemiliknya, seperti tembusnya anak panah yang di lepaskan dari busur dan talinya.
- Seorang hamba, selama dia masih mempunyai kelopak mata yang dia gunakan untuk memandang orang lain, maka dia berada pada posisi yang membahayakan.
- (Dia memandang hal-hal yang) menyenangkan matanya tapi membahayakan jiwanya, maka janganlah kamu sambut kesenangan yang akan membawa malapetaka.
Di Antara Bahaya Pandangan
Yaitu pandangan yang dilepaskan begitu saja itu dapat menimbulkan perasaan gundah, tidak tenang dan hati yang terasa dipanas-panasi. Seseorang bisa saja melihat sesuatu, yang sebenarnya dia tidak mampu untuk melihatnya secara keseluruhan, namun dia tidak sabar untuk melihatnya. Tentu, merupakan siksaan yang berat pada batin Anda bila ternyata Anda melihat sesuatu yang Anda tidak bisa sabar untuk tidak melihat walaupun sebagian dari sesuatu tersebut, namun Anda juga tidak mampu untuk melihatnya.
Seorang penyair berkata:
- Bila -suatu hari- engkau lepaskan pandangan matamu mencari (mangsa) untuk hatimu, niscaya apa-apa yang dipandangnya akan melelahkan (menyiksa) diri kamu sendiri.
- Engkau melihat sesuatu yang engkau tidak mampu untuk melihatnya secara keseluruhan dan engkau juga tidak bisa bersabar untuk tidak melihat (walau hanya) sebagian dari sesuatu itu.
Lebih jelasnya, bait syair di atas maksudnya: Engkau akan melihat sesuatu yang engkau tidak sabar untuk tidak melihatnya walaupun hanya sedikit, namun saat itu juga engkau tidak mampu untuk melihatnya sama sekali walaupun hanya sedikit.
Betapa banyak orang yang melepaskan pandangannya tanpa kendali akhirnya dia binasa dengan pandangan-pandangan itu sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh seorang penyair:
Wahai orang yang memandang, tidaklah dia sampai tuntas menyelesaikan pandangannya, sehingga dia sendiri akan menjauh dan jatuh binasa karena pandangan-pandangannya sendiri.
Ada untaian bait lain yang mengatakan:
- (Mungkin) dia sudah bosan selamat, hingga dia biarkan pandangannya menyaksikan apa yang menurutnya indah.
- Begitulah; dia terus melanjutkan satu pandangan de- ngan pandangan yang lain, sehingga akhirnya dia menjauh dan jatuh binasa karena pandangan-pandangannya sendiri.
Suatu hal yang lebih mengherankan, yaitu bahwa pandangan yang dilakukan oleh seseorang itu merupakan anak panah yang tidak pernah mengena pada sasaran yang dipandang, sementara anak panah itu benar-benar mengena di hati orang yang memandang. Ada untaian bait syair yang mengatakan:
- Wahai orang yang dengan sungguh-sungguh melempar anak panah pandangannya; Engkaulah sebenarnya yang menjadi korban dari apa yang kamu lempar itu dan engkau tidak berhasil membidik orang yang engkau pandang.
- Dan orang selalu melepas pandangannya, dia akan kehilangan kesehatannya. (Oleh karena itu) kurunglah pandanganmu itu, jangan sampai dia mendatangkan musibah kepadamu.
Suatu hal yang lebih mengherankan lagi, yaitu bahwa satu pandangan (padahal yang dilarang) itu dapat melukai hati dan (dengan pandangan yang baru) berarti dia menoreh luka baru di atas luka lama; Namun ternyata derita yang ditimbulkan oleh luka-luka itu tak mencegahnya untuk kembali terus menerus melakukannya.
- Kau senantiasa mengikutkan satu pandangan dengan pandangan lainnya untuk menyaksikan (wanita) cantik dan (pria) tampan.
- Dan kau mengira bahwa itu dapat mengobati luka (syahwat)mu, padahal, dengan itu berarti kau menoreh luka di atas luka.
- Kau korbankan matamu dengan pandangan dan ta ngisan, sementara hatimu juga (menjerit seperti) disembelih habis-habisan.
Oleh karena itu dikatakan : "Sesungguhnya menahan pandangan hatimu itu lebih mudah daripada menahan langgengnya penyesalan".
Pandangan adalah asal muasal seluruh musibah yang menimpa manusia. Sebab, pandangan itu akan melahirkan lintasan dalam benak, kemudian lintasan itu akan melahirkan pikiran, dan pikiran itulah yang melahirkan syahwat, dan dari syahwat itu timbullah keinginan. Kemudian keinginan ini menjadi kuat dan berubah menjadi niat yang bulat. Akhirnya, apa yang tadinya hanya melintas dalam pikiran menjadi kenyataan dan itu pasti akan terjadi selama tidak ada yang menghalanginya. Oleh karenanya, dikatakan oleh sebagian ahli hikmah, bahwa: "Bersabar dalam menahan pandangan mata (bebannya) adalah lebih ringan dibanding harus menanggung beban penderitaan yang ditimbulkannya."
Seorang penyair mengatakan:
- Setiap kejadian musibah(praktek zina) itu bermula dari pandangan, seperti kobaran api berasal dari percikan api yang kecil.
- Betapa banyak pandangan yang berhasil menembus ke dalam hati pemiliknya, seperti tembusnya anak panah yang di lepaskan dari busur dan talinya.
- Seorang hamba, selama dia masih mempunyai kelopak mata yang dia gunakan untuk memandang orang lain, maka dia berada pada posisi yang membahayakan.
- (Dia memandang hal-hal yang) menyenangkan matanya tapi membahayakan jiwanya, maka janganlah kamu sambut kesenangan yang akan membawa malapetaka.
Di Antara Bahaya Pandangan
Yaitu pandangan yang dilepaskan begitu saja itu dapat menimbulkan perasaan gundah, tidak tenang dan hati yang terasa dipanas-panasi. Seseorang bisa saja melihat sesuatu, yang sebenarnya dia tidak mampu untuk melihatnya secara keseluruhan, namun dia tidak sabar untuk melihatnya. Tentu, merupakan siksaan yang berat pada batin Anda bila ternyata Anda melihat sesuatu yang Anda tidak bisa sabar untuk tidak melihat walaupun sebagian dari sesuatu tersebut, namun Anda juga tidak mampu untuk melihatnya.
Seorang penyair berkata:
- Bila -suatu hari- engkau lepaskan pandangan matamu mencari (mangsa) untuk hatimu, niscaya apa-apa yang dipandangnya akan melelahkan (menyiksa) diri kamu sendiri.
- Engkau melihat sesuatu yang engkau tidak mampu untuk melihatnya secara keseluruhan dan engkau juga tidak bisa bersabar untuk tidak melihat (walau hanya) sebagian dari sesuatu itu.
Lebih jelasnya, bait syair di atas maksudnya: Engkau akan melihat sesuatu yang engkau tidak sabar untuk tidak melihatnya walaupun hanya sedikit, namun saat itu juga engkau tidak mampu untuk melihatnya sama sekali walaupun hanya sedikit.
Betapa banyak orang yang melepaskan pandangannya tanpa kendali akhirnya dia binasa dengan pandangan-pandangan itu sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh seorang penyair:
Wahai orang yang memandang, tidaklah dia sampai tuntas menyelesaikan pandangannya, sehingga dia sendiri akan menjauh dan jatuh binasa karena pandangan-pandangannya sendiri.
Ada untaian bait lain yang mengatakan:
- (Mungkin) dia sudah bosan selamat, hingga dia biarkan pandangannya menyaksikan apa yang menurutnya indah.
- Begitulah; dia terus melanjutkan satu pandangan de- ngan pandangan yang lain, sehingga akhirnya dia menjauh dan jatuh binasa karena pandangan-pandangannya sendiri.
Suatu hal yang lebih mengherankan, yaitu bahwa pandangan yang dilakukan oleh seseorang itu merupakan anak panah yang tidak pernah mengena pada sasaran yang dipandang, sementara anak panah itu benar-benar mengena di hati orang yang memandang. Ada untaian bait syair yang mengatakan:
- Wahai orang yang dengan sungguh-sungguh melempar anak panah pandangannya; Engkaulah sebenarnya yang menjadi korban dari apa yang kamu lempar itu dan engkau tidak berhasil membidik orang yang engkau pandang.
- Dan orang selalu melepas pandangannya, dia akan kehilangan kesehatannya. (Oleh karena itu) kurunglah pandanganmu itu, jangan sampai dia mendatangkan musibah kepadamu.
Suatu hal yang lebih mengherankan lagi, yaitu bahwa satu pandangan (padahal yang dilarang) itu dapat melukai hati dan (dengan pandangan yang baru) berarti dia menoreh luka baru di atas luka lama; Namun ternyata derita yang ditimbulkan oleh luka-luka itu tak mencegahnya untuk kembali terus menerus melakukannya.
- Kau senantiasa mengikutkan satu pandangan dengan pandangan lainnya untuk menyaksikan (wanita) cantik dan (pria) tampan.
- Dan kau mengira bahwa itu dapat mengobati luka (syahwat)mu, padahal, dengan itu berarti kau menoreh luka di atas luka.
- Kau korbankan matamu dengan pandangan dan ta ngisan, sementara hatimu juga (menjerit seperti) disembelih habis-habisan.
Oleh karena itu dikatakan : "Sesungguhnya menahan pandangan hatimu itu lebih mudah daripada menahan langgengnya penyesalan".
Al-Khatharat (Pikiran Yang Melintas
Di Benak)
Adapun "Al-Khatharat" (pikiran yang melintas di benak) maka urusannya lebih sulit. Di sinilah tempat dimulainya aktifitas, yang baik ataupun yang buruk. Dari sinilah lahirnya keinginan (untuk melakukan sesuatu) yang akhirnya berubah menjadi tekad yang bulat. Maka, barangsiapa yang mampu mengendalikan pikiran-pikiran yang melintas di benaknya, niscaya dia akan mampu mengendalikan diri dan menundukkan nafsunya. Namun, orang yang tidak bisa me- ngendalikan pikiran-pikirannya, maka hawa nafsunyalah yang berbalik menguasainya. Dan barangsiapa yang me- nganggap remeh pikiran-pikiran yang melintas di benaknya, maka tanpa dia inginkan, akan terseret pada kebinasaan.
Pikiran-pikiran itu akan terus melintas di benak dan di dalam hati seseorang, sehingga akhirnya dia akan menjadi angan-angan tanpa makna(palsu).
"Laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitunganNya" (An-Nur: 39).
Orang yang paling jelek cita-citanya dan paling hina, adalah orang yang merasa puas dengan angan-angan kosongnya. Dia pegang angan-angan itu untuk dirinya dan dia pun merasa bangga dan senang dengannya. Padahal, demi Allah, angan-angan itu adalah modal orang-orang yang pailit dan barang dagangan para pengangguran serta merupakan makanan pokok bagi jiwa yang kosong yang bisa merasa puas dengan gambaran-gambaran dalam khayalan, dan angan-angan palsu.
Seperti yang dikatakan oleh seorang penyair:
- mendapatkan Su'da, dapat menghilangkan dahaga. Dengan angan-angan itu Su'da telah berhasil memberikan pada kita air dingin di kala haus.
- Angan-angan, yang sekiranya dapat menjadi kenyataan, tentu menjadi kebahagiaan, dan kalaupun tidak, maka sesungguhnya kita hidup senang beberapa waktu dengan angan-angan itu.
Angan-angan adalah sesuatu yang sangat berbahaya bagi manusia. Dia lahir dari sikap ketidakmampuan sekaligus kemalasan, dan melahirkan sikap lalai yang selanjutnya penderitaan dan penyesalan. Orang yang hanya berangan-angan -disebabkan karena dia tidak berhasil mendapatkan realita yang diinginkannya- sebagai pelampiasannya, maka dia merubah gambaran realita yang dia inginkan ke dalam hatinya; dia akan mendekap dan memeluknya erat-erat.Selanjutnya dia akan merasa puas dengan gambaran-gambaran palsu yang dikhayalkan oleh pikirannya.
Padahal, itu semua, sedikitpun tidak akan membawa manfaat. Sama seperti orang yang sedang lapar dan haus, membayangkan gambaran makanan dan minuman namun dia tidak dapat memakan dan meminumnya.
Perasaan tenang dan puas dengan kondisi semacam ini dan berusaha untuk memperolehnya, jelas menunjukkan betapa jelek dan hinanya jiwa seseorang. Sebab, kemuliaan jiwa seseorang, kebersihan, kesucian dan ketinggiannya, tidak lain adalah dengan cara membuang jauh-jauh setiap pikiran yang jauh dari realita dan dia tidak rela bila hal-hal tersebut sampai melintas di benaknya serta dia juga tidak sudi hal itu terjadi pada dirinya.
Kemudian "khatharat" atau ide, pikiran yang melintas di benak itu, mempunyai banyak macam, namun pada pokoknya ada empat:
Pikiran yang orientasinya untuk mencari keuntungan-keuntungan dunia/materi.
Adapun "Al-Khatharat" (pikiran yang melintas di benak) maka urusannya lebih sulit. Di sinilah tempat dimulainya aktifitas, yang baik ataupun yang buruk. Dari sinilah lahirnya keinginan (untuk melakukan sesuatu) yang akhirnya berubah menjadi tekad yang bulat. Maka, barangsiapa yang mampu mengendalikan pikiran-pikiran yang melintas di benaknya, niscaya dia akan mampu mengendalikan diri dan menundukkan nafsunya. Namun, orang yang tidak bisa me- ngendalikan pikiran-pikirannya, maka hawa nafsunyalah yang berbalik menguasainya. Dan barangsiapa yang me- nganggap remeh pikiran-pikiran yang melintas di benaknya, maka tanpa dia inginkan, akan terseret pada kebinasaan.
Pikiran-pikiran itu akan terus melintas di benak dan di dalam hati seseorang, sehingga akhirnya dia akan menjadi angan-angan tanpa makna(palsu).
"Laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitunganNya" (An-Nur: 39).
Orang yang paling jelek cita-citanya dan paling hina, adalah orang yang merasa puas dengan angan-angan kosongnya. Dia pegang angan-angan itu untuk dirinya dan dia pun merasa bangga dan senang dengannya. Padahal, demi Allah, angan-angan itu adalah modal orang-orang yang pailit dan barang dagangan para pengangguran serta merupakan makanan pokok bagi jiwa yang kosong yang bisa merasa puas dengan gambaran-gambaran dalam khayalan, dan angan-angan palsu.
Seperti yang dikatakan oleh seorang penyair:
- mendapatkan Su'da, dapat menghilangkan dahaga. Dengan angan-angan itu Su'da telah berhasil memberikan pada kita air dingin di kala haus.
- Angan-angan, yang sekiranya dapat menjadi kenyataan, tentu menjadi kebahagiaan, dan kalaupun tidak, maka sesungguhnya kita hidup senang beberapa waktu dengan angan-angan itu.
Angan-angan adalah sesuatu yang sangat berbahaya bagi manusia. Dia lahir dari sikap ketidakmampuan sekaligus kemalasan, dan melahirkan sikap lalai yang selanjutnya penderitaan dan penyesalan. Orang yang hanya berangan-angan -disebabkan karena dia tidak berhasil mendapatkan realita yang diinginkannya- sebagai pelampiasannya, maka dia merubah gambaran realita yang dia inginkan ke dalam hatinya; dia akan mendekap dan memeluknya erat-erat.Selanjutnya dia akan merasa puas dengan gambaran-gambaran palsu yang dikhayalkan oleh pikirannya.
Padahal, itu semua, sedikitpun tidak akan membawa manfaat. Sama seperti orang yang sedang lapar dan haus, membayangkan gambaran makanan dan minuman namun dia tidak dapat memakan dan meminumnya.
Perasaan tenang dan puas dengan kondisi semacam ini dan berusaha untuk memperolehnya, jelas menunjukkan betapa jelek dan hinanya jiwa seseorang. Sebab, kemuliaan jiwa seseorang, kebersihan, kesucian dan ketinggiannya, tidak lain adalah dengan cara membuang jauh-jauh setiap pikiran yang jauh dari realita dan dia tidak rela bila hal-hal tersebut sampai melintas di benaknya serta dia juga tidak sudi hal itu terjadi pada dirinya.
Kemudian "khatharat" atau ide, pikiran yang melintas di benak itu, mempunyai banyak macam, namun pada pokoknya ada empat:
Pikiran yang orientasinya untuk mencari keuntungan-keuntungan dunia/materi.
- Pikiran yang orientasinya untuk mencegah kerugian dunia/materi.
- Pikiran yang orientasinya untuk mencari kemaslahatan akhirat.
- Pikiran yang orientasinya untuk mencegah kerugian akhirat.
Idealnya,
seorang hamba hendaklah menjadikan pikiran-pikiran, ide-ide dan keinginannya
hanya berkisar pada empat macam di atas. Bila kesemua bagian itu ada padanya,
maka selagi mungkin dipadukan, hendaklah dia tidak mengabaikannya untuk yang
lain. Kalau ternyata, pikiran-pikiran yang datang itu banyak dan bertumpang
tindih, maka hendaklah dia mendahulukan yang lebih penting, yang dikhawatirkan
akan kehilangan kesempatan untuk itu, kemudian mengakhirkan yang tidak terlalu
penting dan tidak dikhawatirkan kehilangan kesempatan untuk itu.
Yang tersisa sekarang adalah dua bagian lagi, yaitu:
Pertama , yang penting dan tidak dikhawatirkan kehila- ngan kesempatan untuk melakukannya.
Kedua, yang tidak penting namun dikhawatirkan kehilangan kesempatan untuk melakukannya.
Dua bagian terakhir ini sama-sama mempunyai alasan untuk didahulukan. Di sinilah lahir sikap ragu-ragu dan bingung memilih. Bila dia dahulukan yang penting, dia khawatir akan kehilangan kesempatan untuk yang lain. Namun bila dia mendahulukan yang lain, dia akan kehilangan sesuatu yang penting. Begitulah, kadang-kadang seseorang dihadapkan pada dua pilihan yang tidak mungkin dikumpulkan menjadi satu, yang mana salah satunya tidak dapat dicapai kecuali dengan mengorbankan yang lain.
Di sinilah, akal, nalar dan pengetahuan itu berperan. Di sini akan diketahui, siapa orang tinggi, siapa orang yang sukses dan siapa orang yang merugi. Kebanyakan orang yang mengagungkan akal dan pengetahuannya, akan Anda lihat dia mengorbankan sesuatu yang penting dan tidak khawatir kehilangan kesempatan untuk itu, demi melakukan sesuatu yang tidak penting yang tidak dikhawatirkan kehilangan kesempatan untuk melakukannya. Dan Anda tidak akan mendapatkan seorang pun yang selamat (dan terlepas) dari hal seperti itu. Hanya saja ada yang jarang dan ada pula yang sering menghadapinya.
Dan sebenarnya yang dapat dijadikan sebagai penentu pilihan dalam masalah ini adalah sebuah kaidah besar dan mendasar yang merupakan poros berputarnya aturan-aturan syari'at, dan juga pada kaidah inilah dikembalikan segala urusan. Kaidah itu adalah mendahulukan kemaslahatan yang lebih besar dan lebih tinggi dalam dua pilihan yang ada walaupun harus mengorbankan kemaslahatan yang lebih kecil- kemudian kaidah itu pula menyatakan bahwa kita memilih kemudharatan yang lebih ringan untuk mencegah terjadinya mudharat yang lebih besar.
Jadi, sebuah kemaslahatan akan dikorbankan dengan tujuan mendapatkan kemaslahatan yang lebih besar, begitu pula sebuah kemudharatan akan dilakukan dengan tujuan mencegah terjadinya kemudharatan yang lebih besar.
Pikiran-pikiran serta ide-ide orang yang berakal itu tidak akan keluar dari apa yang kita jelaskan di atas. Dan karena itu datang berbagai syari'at atau aturan. Kemaslahatan dunia dan akhirat selalu didasarkan pada hal-hal tersebut. Dan pi- kiran-pikiran serta ide-ide yang paling tinggi, paling mulia dan paling bermanfaat ialah yang orientasinya untuk Allah I dan kebahagiaan di alam akhirat nanti.
Kemudian, pikiran yang orientasinya adalah untuk Allah I ini bermacam-macam:
Pertama : Memikirkan ayat-ayat Allah yang telah diturunkan dan berusaha untuk memahami maksud Allah dari ayat-ayat tersebut; dan memang untuk itulah Allah menurunkannya; tidak hanya sekedar untuk dibaca saja, namun membaca itu hanya media saja.
Sebagian ulama Salaf mengatakan: "Allah menurunkan Al-Qur'an untuk diamalkan, maka jadikanlah bacaan Al-Qur'an itu sebagai amalan."
Kedua : Memikirkan dan memperhatikan ayat-ayat atau tanda-tanda kebesaranNya yang dapat dilihat langsung; dan menjadikannya sebagai bukti akan nama-nama Allah, sifat-sifat, hikmah, kebaikan dan kemurahanNya. Dan Allah sendiri telah mendorong hamba-hambaNya untuk merenungkan tanda-tanda kebesaranNya, memikirkan dan memahaminya; Allah menegur dan mencela orang yang melalaikannya.
Ketiga: Memikirkan nikmat, kebaikan dan berbagai karunia yang Dia limpahkan kepada seluruh makhlukNya, dan merenungkan keluasan rahmat, ampunan dan kasih sayangNya.
Tiga hal di atas akan dapat mendorong lahirnya -dari hati seorang hamba- ma'rifatullah (pengetahuan tentang Allah), kecintaan serta perasaan cemas dan harap kepada-Nya. Dan bila tiga hal tadi dilakukan dengan kontinyu, disertai dengan dzikir kepada Allah, maka hati seorang hamba akan tercelup secara sempurna dengan ma'rifah dan kecintaan kepadaNya.
Keempat : Memikirkan aib, cela dan kelemahan yang ada pada jiwa dan amal perbuatan. Hal ini akan memberikan manfaat yang sangat besar. Ini merupakan pintu segala kebaikan. Ini juga sangat berperan dalam mengalahkan hawa nafsu yang selalu memerintahkan kejelekan. Bila nafsu yang jahat itu dapat dikalahkan maka nafsu muthmainnah (jiwa yang tenang)lah yang akan hidup, bangkit dan menjadi penentu segala keputusan. Lalu hatipun menjadi hidup dan kebijakan ada pada kerajaannya didengar; dia perintah para karyawan dan bala tentaranya untuk melakukan hal yang membawa kemaslahatannya.
Kelima: Memikirkan kewajiban terhadap waktu sekaligus bagaimana cara menggunakannya, serta menumpahkan seluruh perhatian terhadap pemanfaatan waktu. Seorang yang arif, akan selalu memanfaatkan waktunya, karena dia yakin, bila waktunya disia-siakan begitu saja, berarti dia telah menyia-nyiakan seluruh kemaslahatan (yang seharusnya dia dapatkan. pent). Sebab, seluruh kemaslahatan itu, tidak lain bisa timbul dan didapatkan melainkan dari adanya waktu. Dan bila disia-siakan (dan waktu itu sudah lewat. pent) maka dia tidak akan bisa mengembalikannya lagi untuk selamanya.
Al-Imam Asy-Syafi'i t berkata: "Aku pernah berteman dengan orang-orang sufi dan aku tidak mendapatkan manfaat apa-apa dari mereka kecuali dua kalimat saja:
Pertama: "Waktu itu bagaikan pedang, bila engkau tidak memotongnya, dialah yang akan menebasmu."
Kedua: "Dan nafsumu, bila engkau tidak menyibukkannya de- ngan kebenaran, maka dialah yang akan menyibukkanmu dengan kebathilan."
Waktu yang dimiliki manusia, itulah umur dia yang sebenarnya. Waktu itulah yang menjadi modal untuk kehidupannya yang abadi dalam kenikmatan abadi(Surga), sekaligus juga modal untuk kehidupan yang sengsara dalam adzab yang pedih(Neraka). Waktu itu berlalu lebih cepat dari perjalanan gumpalan awan. Maka, barangsiapa yang berhasil menjadikan waktunya untuk Allah dan bersama Allah, itulah kehidupan dan umurnya yang hakiki. Dan waktu yang tidak dipersembahkan untuk Allah tidaklah dihitung sebagai bagian dari kehidupannya. Walaupun dia hidup tapi kehidupannya laksana kehidupan binatang ternak. Bila seseorang menghabiskan waktunya penuh dengan kelalaian, syahwat dan angan-angan kosong atau yang paling baik hanya digunakan untuk tidur dan pengangguran, maka bagi orang semacam ini "mati" itu lebih baik daripada dia hidup.
Bila seorang hamba yang sedang melakukan shalat- tidak akan mendapatkan nilai dari shalatnya selain pada bagian yang dia pahami dari shalatnya, maka umurnya yang sesungguhnya adalah waktu yang dia habiskan untuk Allah dan dengan Allah.
Pikiran-pikiran atau ide-ide yang tidak termasuk salah satu bagian yang disebut di atas tadi, dapat kita kategorikan sebagai was-was syaithaniyah(bisikan-bisikan setan), angan-angan kosong atau halusinasi bohong, persis seperti pikiran-pikiran orang yang kurang waras akalnya, baik karena mabuk atau fly dan lain sebagainya. Di mana ketika segala hakikat kenyataan itu tampak, kondisi mereka saat itu mengatakan:
- Bila kedudukanku, saat dikumpulkan bersama kalian, seperti apa yang telah aku temui sendiri (sekarang ini), maka sungguh aku telah menyia-nyiakan hari-hariku.
- Angan-angan itu telah menguasai jiwaku dalam jangka waktu yang lama, dan hari ini, aku menganggapnya hanya sebagai bunga mimpi.
Ketahuilah, sebenarnya pikiran-pikiran yang melintas itu tidaklah membahayakan, namun yang bahaya bila pikiran-pikiran itu sengaja didatangkan dan terjadi interaksi dengannya. Pikiran yang melintas itu laksana orang yang di suatu jalan, bila Anda tidak memanggilnya dan Anda biarkan dia, maka dia akan berlalu meninggalkan Anda. Namun bila Anda memanggilnya, Anda akan terpesona dengan percakapan, dusta dan tipuannya. Tindakan ini akan terasa begitu ringan bagi jiwa yang kosong penuh kebatilan, dan begitu berat dirasa oleh hati dan jiwa yang suci dan tenang.
Allah telah memasang dua macam nafsu pada diri manusia: Nafsu ammarah dan nafsu muthmainnah . Keduanya saling bertolak belakang. Segala sesuatu yang terasa ringan oleh yang satu, maka akan terasa berat oleh yang lain. Apa yang terasa nikmat oleh yang satu, maka akan terasa menyiksa oleh yang lain. Tak ada sesuatu yang lebih berat bagi nafsu ammarah melebihi perbuatan yang dilakukan karena Allah dan lebih mendahulukan keridhaanNya dari pada hawa nafsunya, padahal tidak ada amal yang lebih bermanfaat baginya dari amal tersebut. Begitu pula, tidak ada sesuatu yang lebih berat bagi nafsu muthmainnah dari perbuatan yang bukan untuk Allah dan mengikuti kemauan hawa nafsu. Padahal tidak ada amal yang lebih berbahaya baginya dari amal tersebut.
Dalam hal ini, malaikat itu berada di samping kanan hati manusia, sementara setan di samping kirinya. Dan pertarungan antara keduanya tidak akan pernah berhenti sampai ajal ditentukan (oleh Allah) di dunia ini. Seluruh bentuk kebatilan akan berpihak kepada setan dan nafsu ammarah. Sementara, semua macam kebenaran itu akan berpihak pada malaikat dan nafsu muthmainnah. Dalam peperangan itu, kalah dan menang datang silih berganti. Dan kemenangan itu ada bersama kesabaran. Maka barangsiapa yang benar-benar bersabar, berusaha keras dan bertakwa kepada Allah, niscaya baginya balasan yang baik, di dunia dan di akhirat nanti. Dan Allah pun telah menetapkan sebuah ketetapan yang tidak dapat dirubah selamanya; bahwa balasan baik itu adalah untuk ketakwaan, dan pahala itu adalah untuk mereka yang bertakwa.
Hati itu laksana papan yang kosong, dan pikiran-pikiran itu bagaikan tulisan yang diukir di atasnya. Maka, bagaimana bisa dikatakan pantas bagi seorang yang berakal bila papannya hanya berisi dusta, tipu daya, angan-angan kosong dan fatamorgana yang tidak ada realitanya? Hikmah, ilmu dan petunjuk macam apa yang diharapkan dari tulisan-tulisan itu? Apabila ia ingin melukiskan hikmah, ilmu dan petunjuk di papan hatinya, maka tak ubahnya seperti penulisan ilmu yang bermanfaat di sebuah tempat yang sudah penuh dengan tulisan lain yang tidak ada manfaatnya. Bila hati tidak kosong dari pikiran-pikiran kotor, maka pikiran-pikiran positif yang bermanfaat tidak akan dapat menetap di dalamnya, karena dia memang tidak dapat menempati kecuali tempat yang kosong. Seperti yang diungkapkan oleh seorang penyair:
Aku telah didatangi oleh hawa nafsu sebelum aku kenal dengan hawa nafsu itu sendiri, maka ia temukan hati yang kosong, oleh karena itu ia dapat menguasaiku.
Hal seperti ini banyak terjadi terhadap orang-orang tasawuf , mereka membangun kepribadian mereka dengan cara menjaga pikiran-pikiran yang melintas di dalam benak, mereka tidak memberikan kesempatan pada pikiran-pikiran tersebut untuk masuk ke dalam hati, sehingga hati itu dalam keadaan kosong dan dapat untuk melakukan kasyaf(menyingkap rahasia) dan menerima hakikat-hakikat yang bermakna tinggi di dalamnya.
Mereka itu menjaga diri mereka dari satu hal, tetapi mereka lalai dan kehilangan banyak hal yang lain. Sebab mereka kosongkan hati mereka dari lintasan-lintasan pikiran sehingga menjadi kosong, tidak ada apa-apa di dalamnya, tiba-tiba setan mendapatkannya dalam keadaan kosong, kemudian setan menanamkan di dalamnya kebatilan dan menggambarkannya sebagai sesuatu yang paling tinggi dan paling mulia, setan meletakkan hal itu sebagai ganti dari jenis pikiran-pikiran yang merupakan bahan dasar dari ilmu pengetahuan dan petunjuk.
Apabila hati itu sudah kosong dari berbagai macam pi- kiran, maka setan akan datang dengan menemukan tempat yang kosong untuknya. Setan akan berusaha untuk mengisinya dengan hal-hal sesuai dengan kondisi pemilik hati tersebut. Bila tidak berhasil mengisinya dengan pikiran-pikiran kotor, maka setan akan menyibukkannya dengan keinginan melepaskan diri dari keinginan-keinginan -yang sebenarnya- tidak ada kebaikan dan kesuksesan bagi seorang hamba kecuali bila keinginan-keinginan tersebut berhasil menguasai hatinya, yaitu mengosongkannya dari keinginan untuk mengikuti perintah Allah- yang memang dicintai dan diridhaiNya-, kemudian menyibukkan hati dan memperhatikan perintah-perintah tersebut secara rinci untuk kemudian melaksanakannya di masyarakat, lalu berusaha menyampaikan nya pada orang-orang dengan harapan mereka juga mau melaksanakannya. Dalam hal ini, setan akan berusaha menyesatkan orang yang mempunyai keinginan demikian dengan mengajak untuk meninggalkan keinginan baik tersebut dan melepaskannya, tidak usah memikirkan dunia dan masyarakat didalamnya.
Setan akan membisikkan kepada mereka bahwa kesempurnaan itu dapat mereka capai dengan cara melepaskan diri dan mengosongkan hati dari hal itu semua. Sungguh amat jauh ungkapan tersebut dari kebenaran. Karena, kesempurnaan itu hanya dapat diperoleh bila hati itu penuh terisi de- ngan keinginan dan pikiran yang baik serta usaha untuk merealisasikannya. Maka, manusia yang paling sempurna adalah mereka yang paling banyak memiliki pikiran dan keinginan untuk tunduk kepada perintah Allah, mencari keridhaanNya. Sebagaimana manusia yang paling hina adalah mereka yang paling banyak memiliki keinginan dan pikiran untuk memenuhi hawa nafsunya di mana saja dia berada. Wallahul musta'an (Allah-lah tempat mohon pertolongan).
Lihatlah, Umar bin Khaththab t, pikirannya penuh de- ngan keinginan dalam mencari keridhaan Allah. Barangkali dia dalam keadaan shalat, namun saat itu dia juga sedang mempersiapkan tentaranya (untuk jihad). Dengan demikian dia telah berhasil mengumpulkan antara jihad dan shalat, sehingga beberapa ibadah masuk berkumpul dalam satu ibadah.
Ini adalah satu hal yang mulia dan agung, tidak akan tahu tentang hal ini kecuali mereka yang mempunyai keinginan yang benar-benar kuat dan pandai mencari, luas ilmunya serta tinggi cita-citanya, di mana dia masuk dalam satu ibadah namun dia juga mendapatkan ibadah-ibadah yang lain. Itulah karunia Allah yang diberikan pada siapa yang dikehendakinya.
Yang tersisa sekarang adalah dua bagian lagi, yaitu:
Pertama , yang penting dan tidak dikhawatirkan kehila- ngan kesempatan untuk melakukannya.
Kedua, yang tidak penting namun dikhawatirkan kehilangan kesempatan untuk melakukannya.
Dua bagian terakhir ini sama-sama mempunyai alasan untuk didahulukan. Di sinilah lahir sikap ragu-ragu dan bingung memilih. Bila dia dahulukan yang penting, dia khawatir akan kehilangan kesempatan untuk yang lain. Namun bila dia mendahulukan yang lain, dia akan kehilangan sesuatu yang penting. Begitulah, kadang-kadang seseorang dihadapkan pada dua pilihan yang tidak mungkin dikumpulkan menjadi satu, yang mana salah satunya tidak dapat dicapai kecuali dengan mengorbankan yang lain.
Di sinilah, akal, nalar dan pengetahuan itu berperan. Di sini akan diketahui, siapa orang tinggi, siapa orang yang sukses dan siapa orang yang merugi. Kebanyakan orang yang mengagungkan akal dan pengetahuannya, akan Anda lihat dia mengorbankan sesuatu yang penting dan tidak khawatir kehilangan kesempatan untuk itu, demi melakukan sesuatu yang tidak penting yang tidak dikhawatirkan kehilangan kesempatan untuk melakukannya. Dan Anda tidak akan mendapatkan seorang pun yang selamat (dan terlepas) dari hal seperti itu. Hanya saja ada yang jarang dan ada pula yang sering menghadapinya.
Dan sebenarnya yang dapat dijadikan sebagai penentu pilihan dalam masalah ini adalah sebuah kaidah besar dan mendasar yang merupakan poros berputarnya aturan-aturan syari'at, dan juga pada kaidah inilah dikembalikan segala urusan. Kaidah itu adalah mendahulukan kemaslahatan yang lebih besar dan lebih tinggi dalam dua pilihan yang ada walaupun harus mengorbankan kemaslahatan yang lebih kecil- kemudian kaidah itu pula menyatakan bahwa kita memilih kemudharatan yang lebih ringan untuk mencegah terjadinya mudharat yang lebih besar.
Jadi, sebuah kemaslahatan akan dikorbankan dengan tujuan mendapatkan kemaslahatan yang lebih besar, begitu pula sebuah kemudharatan akan dilakukan dengan tujuan mencegah terjadinya kemudharatan yang lebih besar.
Pikiran-pikiran serta ide-ide orang yang berakal itu tidak akan keluar dari apa yang kita jelaskan di atas. Dan karena itu datang berbagai syari'at atau aturan. Kemaslahatan dunia dan akhirat selalu didasarkan pada hal-hal tersebut. Dan pi- kiran-pikiran serta ide-ide yang paling tinggi, paling mulia dan paling bermanfaat ialah yang orientasinya untuk Allah I dan kebahagiaan di alam akhirat nanti.
Kemudian, pikiran yang orientasinya adalah untuk Allah I ini bermacam-macam:
Pertama : Memikirkan ayat-ayat Allah yang telah diturunkan dan berusaha untuk memahami maksud Allah dari ayat-ayat tersebut; dan memang untuk itulah Allah menurunkannya; tidak hanya sekedar untuk dibaca saja, namun membaca itu hanya media saja.
Sebagian ulama Salaf mengatakan: "Allah menurunkan Al-Qur'an untuk diamalkan, maka jadikanlah bacaan Al-Qur'an itu sebagai amalan."
Kedua : Memikirkan dan memperhatikan ayat-ayat atau tanda-tanda kebesaranNya yang dapat dilihat langsung; dan menjadikannya sebagai bukti akan nama-nama Allah, sifat-sifat, hikmah, kebaikan dan kemurahanNya. Dan Allah sendiri telah mendorong hamba-hambaNya untuk merenungkan tanda-tanda kebesaranNya, memikirkan dan memahaminya; Allah menegur dan mencela orang yang melalaikannya.
Ketiga: Memikirkan nikmat, kebaikan dan berbagai karunia yang Dia limpahkan kepada seluruh makhlukNya, dan merenungkan keluasan rahmat, ampunan dan kasih sayangNya.
Tiga hal di atas akan dapat mendorong lahirnya -dari hati seorang hamba- ma'rifatullah (pengetahuan tentang Allah), kecintaan serta perasaan cemas dan harap kepada-Nya. Dan bila tiga hal tadi dilakukan dengan kontinyu, disertai dengan dzikir kepada Allah, maka hati seorang hamba akan tercelup secara sempurna dengan ma'rifah dan kecintaan kepadaNya.
Keempat : Memikirkan aib, cela dan kelemahan yang ada pada jiwa dan amal perbuatan. Hal ini akan memberikan manfaat yang sangat besar. Ini merupakan pintu segala kebaikan. Ini juga sangat berperan dalam mengalahkan hawa nafsu yang selalu memerintahkan kejelekan. Bila nafsu yang jahat itu dapat dikalahkan maka nafsu muthmainnah (jiwa yang tenang)lah yang akan hidup, bangkit dan menjadi penentu segala keputusan. Lalu hatipun menjadi hidup dan kebijakan ada pada kerajaannya didengar; dia perintah para karyawan dan bala tentaranya untuk melakukan hal yang membawa kemaslahatannya.
Kelima: Memikirkan kewajiban terhadap waktu sekaligus bagaimana cara menggunakannya, serta menumpahkan seluruh perhatian terhadap pemanfaatan waktu. Seorang yang arif, akan selalu memanfaatkan waktunya, karena dia yakin, bila waktunya disia-siakan begitu saja, berarti dia telah menyia-nyiakan seluruh kemaslahatan (yang seharusnya dia dapatkan. pent). Sebab, seluruh kemaslahatan itu, tidak lain bisa timbul dan didapatkan melainkan dari adanya waktu. Dan bila disia-siakan (dan waktu itu sudah lewat. pent) maka dia tidak akan bisa mengembalikannya lagi untuk selamanya.
Al-Imam Asy-Syafi'i t berkata: "Aku pernah berteman dengan orang-orang sufi dan aku tidak mendapatkan manfaat apa-apa dari mereka kecuali dua kalimat saja:
Pertama: "Waktu itu bagaikan pedang, bila engkau tidak memotongnya, dialah yang akan menebasmu."
Kedua: "Dan nafsumu, bila engkau tidak menyibukkannya de- ngan kebenaran, maka dialah yang akan menyibukkanmu dengan kebathilan."
Waktu yang dimiliki manusia, itulah umur dia yang sebenarnya. Waktu itulah yang menjadi modal untuk kehidupannya yang abadi dalam kenikmatan abadi(Surga), sekaligus juga modal untuk kehidupan yang sengsara dalam adzab yang pedih(Neraka). Waktu itu berlalu lebih cepat dari perjalanan gumpalan awan. Maka, barangsiapa yang berhasil menjadikan waktunya untuk Allah dan bersama Allah, itulah kehidupan dan umurnya yang hakiki. Dan waktu yang tidak dipersembahkan untuk Allah tidaklah dihitung sebagai bagian dari kehidupannya. Walaupun dia hidup tapi kehidupannya laksana kehidupan binatang ternak. Bila seseorang menghabiskan waktunya penuh dengan kelalaian, syahwat dan angan-angan kosong atau yang paling baik hanya digunakan untuk tidur dan pengangguran, maka bagi orang semacam ini "mati" itu lebih baik daripada dia hidup.
Bila seorang hamba yang sedang melakukan shalat- tidak akan mendapatkan nilai dari shalatnya selain pada bagian yang dia pahami dari shalatnya, maka umurnya yang sesungguhnya adalah waktu yang dia habiskan untuk Allah dan dengan Allah.
Pikiran-pikiran atau ide-ide yang tidak termasuk salah satu bagian yang disebut di atas tadi, dapat kita kategorikan sebagai was-was syaithaniyah(bisikan-bisikan setan), angan-angan kosong atau halusinasi bohong, persis seperti pikiran-pikiran orang yang kurang waras akalnya, baik karena mabuk atau fly dan lain sebagainya. Di mana ketika segala hakikat kenyataan itu tampak, kondisi mereka saat itu mengatakan:
- Bila kedudukanku, saat dikumpulkan bersama kalian, seperti apa yang telah aku temui sendiri (sekarang ini), maka sungguh aku telah menyia-nyiakan hari-hariku.
- Angan-angan itu telah menguasai jiwaku dalam jangka waktu yang lama, dan hari ini, aku menganggapnya hanya sebagai bunga mimpi.
Ketahuilah, sebenarnya pikiran-pikiran yang melintas itu tidaklah membahayakan, namun yang bahaya bila pikiran-pikiran itu sengaja didatangkan dan terjadi interaksi dengannya. Pikiran yang melintas itu laksana orang yang di suatu jalan, bila Anda tidak memanggilnya dan Anda biarkan dia, maka dia akan berlalu meninggalkan Anda. Namun bila Anda memanggilnya, Anda akan terpesona dengan percakapan, dusta dan tipuannya. Tindakan ini akan terasa begitu ringan bagi jiwa yang kosong penuh kebatilan, dan begitu berat dirasa oleh hati dan jiwa yang suci dan tenang.
Allah telah memasang dua macam nafsu pada diri manusia: Nafsu ammarah dan nafsu muthmainnah . Keduanya saling bertolak belakang. Segala sesuatu yang terasa ringan oleh yang satu, maka akan terasa berat oleh yang lain. Apa yang terasa nikmat oleh yang satu, maka akan terasa menyiksa oleh yang lain. Tak ada sesuatu yang lebih berat bagi nafsu ammarah melebihi perbuatan yang dilakukan karena Allah dan lebih mendahulukan keridhaanNya dari pada hawa nafsunya, padahal tidak ada amal yang lebih bermanfaat baginya dari amal tersebut. Begitu pula, tidak ada sesuatu yang lebih berat bagi nafsu muthmainnah dari perbuatan yang bukan untuk Allah dan mengikuti kemauan hawa nafsu. Padahal tidak ada amal yang lebih berbahaya baginya dari amal tersebut.
Dalam hal ini, malaikat itu berada di samping kanan hati manusia, sementara setan di samping kirinya. Dan pertarungan antara keduanya tidak akan pernah berhenti sampai ajal ditentukan (oleh Allah) di dunia ini. Seluruh bentuk kebatilan akan berpihak kepada setan dan nafsu ammarah. Sementara, semua macam kebenaran itu akan berpihak pada malaikat dan nafsu muthmainnah. Dalam peperangan itu, kalah dan menang datang silih berganti. Dan kemenangan itu ada bersama kesabaran. Maka barangsiapa yang benar-benar bersabar, berusaha keras dan bertakwa kepada Allah, niscaya baginya balasan yang baik, di dunia dan di akhirat nanti. Dan Allah pun telah menetapkan sebuah ketetapan yang tidak dapat dirubah selamanya; bahwa balasan baik itu adalah untuk ketakwaan, dan pahala itu adalah untuk mereka yang bertakwa.
Hati itu laksana papan yang kosong, dan pikiran-pikiran itu bagaikan tulisan yang diukir di atasnya. Maka, bagaimana bisa dikatakan pantas bagi seorang yang berakal bila papannya hanya berisi dusta, tipu daya, angan-angan kosong dan fatamorgana yang tidak ada realitanya? Hikmah, ilmu dan petunjuk macam apa yang diharapkan dari tulisan-tulisan itu? Apabila ia ingin melukiskan hikmah, ilmu dan petunjuk di papan hatinya, maka tak ubahnya seperti penulisan ilmu yang bermanfaat di sebuah tempat yang sudah penuh dengan tulisan lain yang tidak ada manfaatnya. Bila hati tidak kosong dari pikiran-pikiran kotor, maka pikiran-pikiran positif yang bermanfaat tidak akan dapat menetap di dalamnya, karena dia memang tidak dapat menempati kecuali tempat yang kosong. Seperti yang diungkapkan oleh seorang penyair:
Aku telah didatangi oleh hawa nafsu sebelum aku kenal dengan hawa nafsu itu sendiri, maka ia temukan hati yang kosong, oleh karena itu ia dapat menguasaiku.
Hal seperti ini banyak terjadi terhadap orang-orang tasawuf , mereka membangun kepribadian mereka dengan cara menjaga pikiran-pikiran yang melintas di dalam benak, mereka tidak memberikan kesempatan pada pikiran-pikiran tersebut untuk masuk ke dalam hati, sehingga hati itu dalam keadaan kosong dan dapat untuk melakukan kasyaf(menyingkap rahasia) dan menerima hakikat-hakikat yang bermakna tinggi di dalamnya.
Mereka itu menjaga diri mereka dari satu hal, tetapi mereka lalai dan kehilangan banyak hal yang lain. Sebab mereka kosongkan hati mereka dari lintasan-lintasan pikiran sehingga menjadi kosong, tidak ada apa-apa di dalamnya, tiba-tiba setan mendapatkannya dalam keadaan kosong, kemudian setan menanamkan di dalamnya kebatilan dan menggambarkannya sebagai sesuatu yang paling tinggi dan paling mulia, setan meletakkan hal itu sebagai ganti dari jenis pikiran-pikiran yang merupakan bahan dasar dari ilmu pengetahuan dan petunjuk.
Apabila hati itu sudah kosong dari berbagai macam pi- kiran, maka setan akan datang dengan menemukan tempat yang kosong untuknya. Setan akan berusaha untuk mengisinya dengan hal-hal sesuai dengan kondisi pemilik hati tersebut. Bila tidak berhasil mengisinya dengan pikiran-pikiran kotor, maka setan akan menyibukkannya dengan keinginan melepaskan diri dari keinginan-keinginan -yang sebenarnya- tidak ada kebaikan dan kesuksesan bagi seorang hamba kecuali bila keinginan-keinginan tersebut berhasil menguasai hatinya, yaitu mengosongkannya dari keinginan untuk mengikuti perintah Allah- yang memang dicintai dan diridhaiNya-, kemudian menyibukkan hati dan memperhatikan perintah-perintah tersebut secara rinci untuk kemudian melaksanakannya di masyarakat, lalu berusaha menyampaikan nya pada orang-orang dengan harapan mereka juga mau melaksanakannya. Dalam hal ini, setan akan berusaha menyesatkan orang yang mempunyai keinginan demikian dengan mengajak untuk meninggalkan keinginan baik tersebut dan melepaskannya, tidak usah memikirkan dunia dan masyarakat didalamnya.
Setan akan membisikkan kepada mereka bahwa kesempurnaan itu dapat mereka capai dengan cara melepaskan diri dan mengosongkan hati dari hal itu semua. Sungguh amat jauh ungkapan tersebut dari kebenaran. Karena, kesempurnaan itu hanya dapat diperoleh bila hati itu penuh terisi de- ngan keinginan dan pikiran yang baik serta usaha untuk merealisasikannya. Maka, manusia yang paling sempurna adalah mereka yang paling banyak memiliki pikiran dan keinginan untuk tunduk kepada perintah Allah, mencari keridhaanNya. Sebagaimana manusia yang paling hina adalah mereka yang paling banyak memiliki keinginan dan pikiran untuk memenuhi hawa nafsunya di mana saja dia berada. Wallahul musta'an (Allah-lah tempat mohon pertolongan).
Lihatlah, Umar bin Khaththab t, pikirannya penuh de- ngan keinginan dalam mencari keridhaan Allah. Barangkali dia dalam keadaan shalat, namun saat itu dia juga sedang mempersiapkan tentaranya (untuk jihad). Dengan demikian dia telah berhasil mengumpulkan antara jihad dan shalat, sehingga beberapa ibadah masuk berkumpul dalam satu ibadah.
Ini adalah satu hal yang mulia dan agung, tidak akan tahu tentang hal ini kecuali mereka yang mempunyai keinginan yang benar-benar kuat dan pandai mencari, luas ilmunya serta tinggi cita-citanya, di mana dia masuk dalam satu ibadah namun dia juga mendapatkan ibadah-ibadah yang lain. Itulah karunia Allah yang diberikan pada siapa yang dikehendakinya.
Al-Lafazhat (Kata-Kata
Atau Ucapan)
Adapun tentang Al-Lafazhat (kata-kata atau ucapan), maka menjaga hal yang satu ini adalah dengan cara mencegah keluarnya kata-kata atau ucapan yang tidak bermanfaat dan tidak bernilai dari lidah. Misalnya dengan tidak berbicara kecuali dalam hal yang diharapkan bisa memberikan keuntungan dan tambahan menyangkut masalah keagamaannya. Bila ingin berbicara, hendaklah seseorang melihat dulu; apakah ada manfaat dan keuntungannya atau tidak? Bila tidak ada keuntungannya, dia tahan lidahnya untuk berbicara. Dan bila dimungkin kan ada keuntungannya, dia melihat lagi; apakah ada kata-kata yang lebih menguntungkan lagi dari kata-kata tersebut? Bila memang ada, dia tidak akan menyia-nyiakannya.
Kalau Anda ingin mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang maka lihatlah ucapan lidahnya. Ucapan itu akan menjelaskan kepada Anda apa yang ada dalam hati seseorang, dia suka ataupun tidak suka.
Yahya bin Mu'adz berkata: Hati itu bagaikan panci yang sedang menggodok apa yang ada di dalamnya, dan lidah itu bagaikan gayungnya. Maka perhatikanlah seseorang saat dia berbicara, sebab lidah orang itu sedang menciduk untukmu apa yang ada di dalam hatinya, manis atau asam, tawar atau asin dan sebagainya. Ia menjelaskan kepada Anda bagaimana "rasa" hatinya, adalah apa yang dia keluarkan dari lidahnya. Artinya, sebagaimana Anda bisa mengetahui rasa apa yang ada dalam panci itu dengan cara mencicipi dengan lidah, maka begitu pula Anda bisa mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang dari lidahnya, Anda dapat merasakan apa yang ada dalam hatinya dari lidahnya, sebagaimana Anda juga mencicipi apa yang ada di dalam panci itu dengan lidah anda.
Dalam hadits Anas radhiallaahu anhu yang marfu', disebutkan:
"Tidak akan istiqamah iman seorang hamba sehingga hatinya beristiqamah (lebih dahulu), dan tidak akan istiqamah hatinya sehingga lidahnya beristiqamah (lebih dahulu)."()
Nabi pernah ditanya tentang hal yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam Neraka, beliau menjawab: "Mulut dan kemaluan". At-Tirmidzi berkata: "Hadits ini hasan shahih."()
Sahabat Mu'adz bin Jabal pernah bertanya kepada Nabi tentang amal apa yang dapat memasukkannya ke dalam Surga dan menjauhkannya dari api Neraka. Lalu Nabi memberitahukan tentang pokok, tiang dan puncak yang paling tinggi dari amal tersebut, setelah itu beliau bersabda:
Adapun tentang Al-Lafazhat (kata-kata atau ucapan), maka menjaga hal yang satu ini adalah dengan cara mencegah keluarnya kata-kata atau ucapan yang tidak bermanfaat dan tidak bernilai dari lidah. Misalnya dengan tidak berbicara kecuali dalam hal yang diharapkan bisa memberikan keuntungan dan tambahan menyangkut masalah keagamaannya. Bila ingin berbicara, hendaklah seseorang melihat dulu; apakah ada manfaat dan keuntungannya atau tidak? Bila tidak ada keuntungannya, dia tahan lidahnya untuk berbicara. Dan bila dimungkin kan ada keuntungannya, dia melihat lagi; apakah ada kata-kata yang lebih menguntungkan lagi dari kata-kata tersebut? Bila memang ada, dia tidak akan menyia-nyiakannya.
Kalau Anda ingin mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang maka lihatlah ucapan lidahnya. Ucapan itu akan menjelaskan kepada Anda apa yang ada dalam hati seseorang, dia suka ataupun tidak suka.
Yahya bin Mu'adz berkata: Hati itu bagaikan panci yang sedang menggodok apa yang ada di dalamnya, dan lidah itu bagaikan gayungnya. Maka perhatikanlah seseorang saat dia berbicara, sebab lidah orang itu sedang menciduk untukmu apa yang ada di dalam hatinya, manis atau asam, tawar atau asin dan sebagainya. Ia menjelaskan kepada Anda bagaimana "rasa" hatinya, adalah apa yang dia keluarkan dari lidahnya. Artinya, sebagaimana Anda bisa mengetahui rasa apa yang ada dalam panci itu dengan cara mencicipi dengan lidah, maka begitu pula Anda bisa mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang dari lidahnya, Anda dapat merasakan apa yang ada dalam hatinya dari lidahnya, sebagaimana Anda juga mencicipi apa yang ada di dalam panci itu dengan lidah anda.
Dalam hadits Anas radhiallaahu anhu yang marfu', disebutkan:
"Tidak akan istiqamah iman seorang hamba sehingga hatinya beristiqamah (lebih dahulu), dan tidak akan istiqamah hatinya sehingga lidahnya beristiqamah (lebih dahulu)."()
Nabi pernah ditanya tentang hal yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam Neraka, beliau menjawab: "Mulut dan kemaluan". At-Tirmidzi berkata: "Hadits ini hasan shahih."()
Sahabat Mu'adz bin Jabal pernah bertanya kepada Nabi tentang amal apa yang dapat memasukkannya ke dalam Surga dan menjauhkannya dari api Neraka. Lalu Nabi memberitahukan tentang pokok, tiang dan puncak yang paling tinggi dari amal tersebut, setelah itu beliau bersabda:
|
"Bagaimana
kalau aku beritahu pada kalian inti dari semua itu?" Dia berkata:
"Ya, Wahai Rasulullah". Lalu Nabi r memegang lidah
beliau sendiri kemudian berkata: "Jagalah olehmu yang satu ini." Maka
Mu'adz berkata: "Adakah kita bisa disiksa disebabkan apa yang kita
ucapkan?" Beliau menjawab: "Ibumu kehilangan engkau ya Mu'adz,
tidakkah yang dapat menyungkurkan banyak manusia di atas wajah mereka (ke
Neraka) kecuali hasil (ucapan) lidah-lidah mereka?" At-Tirmidzi
berkata: "Hadits ini hasan shahih."()
Dan yang paling mengherankan yaitu bahwa banyak orang yang merasa mudah dalam menjaga dirinya dari makanan yang haram, perbuatan aniaya, zina, mencuri, minum minuman keras serta melihat pada apa yang diharamkan dan lain sebagainya, namun merasa kesulitan dalam mengawasi gerak lidahnya, sampai-sampai orang yang dikenal punya pemahaman agama, dikenal dengan kezuhudan dan ibadahnyapun, juga masih berbicara dengan kalimat-kalimat yang dapat mengundang kemurkaan Allah I tanpa dia sadari bahwa, satu kata saja dari apa yang dia ucapkan dapat menjauhkannya (dari Allah dengan jarak) lebih jauh dari jarak antara timur dan barat. Dan betapa banyak Anda lihat orang yang mampu mencegah dirinya dari perbuatan kotor dan aniaya namun lidahnya tetap saja membicarakan aib orang-orang, baik yang sudah mati ataupun yang masih hidup, dan dia tidak sadar akan apa yang dia katakan.
Kalau Anda ingin mengetahui hal itu, lihatlah apa yang diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahih -nya dari hadits Jundub bin Abdillah, dia berkata: Nabi bersabda:
Dan yang paling mengherankan yaitu bahwa banyak orang yang merasa mudah dalam menjaga dirinya dari makanan yang haram, perbuatan aniaya, zina, mencuri, minum minuman keras serta melihat pada apa yang diharamkan dan lain sebagainya, namun merasa kesulitan dalam mengawasi gerak lidahnya, sampai-sampai orang yang dikenal punya pemahaman agama, dikenal dengan kezuhudan dan ibadahnyapun, juga masih berbicara dengan kalimat-kalimat yang dapat mengundang kemurkaan Allah I tanpa dia sadari bahwa, satu kata saja dari apa yang dia ucapkan dapat menjauhkannya (dari Allah dengan jarak) lebih jauh dari jarak antara timur dan barat. Dan betapa banyak Anda lihat orang yang mampu mencegah dirinya dari perbuatan kotor dan aniaya namun lidahnya tetap saja membicarakan aib orang-orang, baik yang sudah mati ataupun yang masih hidup, dan dia tidak sadar akan apa yang dia katakan.
Kalau Anda ingin mengetahui hal itu, lihatlah apa yang diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahih -nya dari hadits Jundub bin Abdillah, dia berkata: Nabi bersabda:
|
"Ada
seorang pria yang mengatakan, 'Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si Fulan
itu'. Maka Allah berfirman, 'Siapa orang yang bersumpah
bahwa Aku tidak akan mengampuni si Fulan? Sungguh Aku telah mengampuninya dan
menggugurkan amalmu'."()
Lihatlah, hamba yang satu ini; dia telah beribadah kepada Allah dalam waktu yang cukup lama/panjang, namun satu kalimat yang diucapkannya telah menyebabkan semua amalnya terhapus.
Dan di dalam hadits Abu Hurairah juga dikisahkan cerita seperti itu, kemudian Abu Hurairah berkomentar: "Dia telah mengucapkan satu kalimat yang dapat menghancurkan dunia dan akhiratnya."()
Dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Abu Hurairah dari Nabi :
Lihatlah, hamba yang satu ini; dia telah beribadah kepada Allah dalam waktu yang cukup lama/panjang, namun satu kalimat yang diucapkannya telah menyebabkan semua amalnya terhapus.
Dan di dalam hadits Abu Hurairah juga dikisahkan cerita seperti itu, kemudian Abu Hurairah berkomentar: "Dia telah mengucapkan satu kalimat yang dapat menghancurkan dunia dan akhiratnya."()
Dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Abu Hurairah dari Nabi :
|
"Sesungguhnya
seorang hamba itu terkadang mengucapkan satu kalimat yang termasuk dicintai
oleh Allah, dia tidak terlalu perhatian dengan itu, namun ternyata Allah
berkenan meninggikannya beberapa derajat. Dan sesungguhnya seorang hamba itu
terkadang mengucapkan satu kalimat yang termasuk dibenci Allah, dia tidak
terlalu perhatian dengan itu, namun ternyata dengan kalimat itu dia masuk ke
dalam Neraka Jahannam." Dalam riwayat Muslim: "Sesungguhnya seorang
hamba itu mengucapkan satu kalimat yang tidak jelas apa yang dikandungnya,
namun dia dapat menjatuhkannya ke dalam Neraka (yang jaraknya) lebih jauh dari
jarak antara timur dan barat."()
Dan dalam riwayat At-Tirmidzi dari hadits Bilal bin Al-Harits Al-Muzani dari Nabi :
Dan dalam riwayat At-Tirmidzi dari hadits Bilal bin Al-Harits Al-Muzani dari Nabi :
|
"Sesungguhnya
seorang dari kalian terkadang mengucapkan satu kalimat yang dicintai oleh
Allah, dia tidak menyangka (pahalanya) sampai seperti apa yang dia dapatkan,
namun ternyata dengan kalimat itu Allah memberikan kepadanya keridhaanNya
sampai hari dia menjumpaiNya kelak. Dan sesungguhnya seorang dari kalian
terkadang mengucapkan satu kalimat dari yang dimurkai oleh Allah, dia tidak
menyangka (dosanya) sampai seperti apa yang dia dapatkan, namun ternyata Allah
memberikan kepadanya kemurkaanNya sampai hari dia menjumpaiNya
kelak." Alqamah mengatakan: "Betapa banyak ucapan yang tidak
jadi aku katakan disebabkan oleh Hadits Bilal bin Al-Harits ini."()
Dalam kitab Jami' At-Tirmidzi, juga dari hadits Anas, dia berkata: Ada seorang sahabat yang meninggal, lalu ada seorang laki-laki berkata, 'Berilah khabar gembira dengan Surga', maka Nabi bersabda:
Dalam kitab Jami' At-Tirmidzi, juga dari hadits Anas, dia berkata: Ada seorang sahabat yang meninggal, lalu ada seorang laki-laki berkata, 'Berilah khabar gembira dengan Surga', maka Nabi bersabda:
|
"Dari mana kamu tahu? Barangkali dia pernah mengucapkan (kalimat) yang tidak ada guna baginya atau dia pelit untuk (memberikan) sesuatu yang tidak akan membuatnya kekurangan." At-Tirmidzi berkata: "Hadits ini hasan."
Dalam sebuah lafazh hadits disebutkan:
|
"Ada
seorang anak yang meninggal syahid di perang Uhud, lalu ditemukan di perutnya
sebuah batu yang diikat untuk menahan lapar. Kemudian, ibunya mengusap debu
yang ada di wajahnya sambil mengatakan, 'Berbahagialah engkau hai anakku,
engkau akan mendapatkan Surga'. Maka Nabi r bersabda, 'Dari
mana kamu tahu ?, barangkali dulu dia pernah mengucapkan kata-kata yang tidak
berguna baginya dan menahan apa yang tidak memberikan mudharat baginya'."()
Dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Abu Hurairah dari Nabi :
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah dia mengatakan yang baik-baik atau diam saja." ()
Dalam lafazh Muslim disebutkan:
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir -bila dia menyaksikan suatu perkara- maka hendaklah dia mengatakan yang baik-baik atau diam saja."()
At-Tirmidzi menyebutkan dengan sanad yang shahih dari Nabi , bahwa beliau bersabda:
"Termasuk (salah satu tanda) kebaikan Islam seseorang, yaitu (bila) dia meninggalkan apa-apa yang tidak berguna baginya." ()
Dan dari Sufyan bin Abdillah Ats-Tsaqafi, dia berkata:
Dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Abu Hurairah dari Nabi :
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah dia mengatakan yang baik-baik atau diam saja." ()
Dalam lafazh Muslim disebutkan:
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir -bila dia menyaksikan suatu perkara- maka hendaklah dia mengatakan yang baik-baik atau diam saja."()
At-Tirmidzi menyebutkan dengan sanad yang shahih dari Nabi , bahwa beliau bersabda:
"Termasuk (salah satu tanda) kebaikan Islam seseorang, yaitu (bila) dia meninggalkan apa-apa yang tidak berguna baginya." ()
Dan dari Sufyan bin Abdillah Ats-Tsaqafi, dia berkata:
|
"Aku berkata, 'Ya Rasulullah, katakanlah kepadaku dalam Islam ini suatu kalimat yang aku tidak akan menanyakannya pada seorang pun setelah engkau'. Nabi menjawab, 'Katakanlah, Aku beriman kepada Allah, kemudian beristiqamahlah engkau'. Aku bertanya, 'Ya Rasulullah, apa yang paling engkau khawatirkan terhadapku?' Kemudian Nabi r memegang lidah beliau sendiri lalu mengatakan, 'Ini' (maksudnya : lidah, pent)." Hadits ini shahih.()
Dari Ummu Habibah isteri Nabi , dari Nabi , beliau bersabda:
|
"Semua ucapan anak Adam(manusia) itu akan berdampak negatif kepadanya, tidak akan berdampak positif kecuali; ucapan untuk amar ma'ruf (memerintahkan yang baik), atau nahyi munkar (mencegah perbuatan munkar), atau dzikir kepada Allah ."() At-Tirmidzi berkomentar: "Hadits ini derajatnya hasan."
Dalam hadits yang lain disebutkan:
|
"Bila seorang hamba berada di pagi hari, maka semua anggota tubuh memberikan peringatan kepada lidah dan berkata, 'Takutlah engkau kepada Allah, sesungguhnya kami ini tergantung kepadamu. Bila kamu istiqamah kami akan istiqamah, dan bila kamu melenceng kami pun ikut melenceng'."()
Para ulama salaf sebagian mereka ada yang memperhitungkan dirinya, walau hanya sekedar mengucapkan: "Hari ini panas dan hari ini dingin." Sebagian ulama juga ada yang tidur kemudian bermimpi dan dia ditanya tentang keadaannya, lalu dia menjawab: "Aku tertahan oleh satu ucapan yang aku katakan (yaitu : pent), Aku pernah mengatakan, 'Oh, betapa butuhnya orang-orang ini akan hujan'. Tiba-tiba ada yang berkata kepadaku, 'Dari mana kamu tahu itu? Akulah yang lebih tahu akan kemaslahatan hambaKu'."
Seorang sahabat ada yang berkata pada pembantunya: "Tolong ambilkan kain untuk kita bermain-main."lalu dia berkata: "Astaghfirullah, aku tidak pernah mengucapkan kata-kata kecuali aku pasti mengendalikan dan mengekangnya, terkecuali kata-kata yang tadi aku katakan, keluar dari lidahku tanpa kendali dan tanpa kekang ..."
Anggota tubuh manusia yang paling mudah digerakkan adalah lidah, tapi dia juga yang paling berbahaya pada manusia itu sendiri ...
Ada perbedaan pendapat antara ulama salaf dan khalaf dalam masalah; apakah semua yang diucapkan oleh manusia itu semua akan dicatat ataukah ucapan yang baik dan yang jelek saja? Di sini ada dua pendapat, namun yang lebih kuat adalah yang pertama.
Sebagian ulama salaf mengatakan: "Semua perkataan anak Adam itu akan berdampak negatif kepadanya dan tidak akan berdampak positif kecuali ucapan yang dari Allah dan ucapan yang membela-Nya."
Abu Bakar Ash-Shiddiq pernah memegang lidahnya dan berkata: "Inilah yang memasukkan aku ke dalam berbagai masalah". Ucapan itu adalah tawanan Anda, bila dia sudah keluar dari mulut Anda berarti Andalah yang menjadi tawa- nannya. Allah I selalu memonitor lidah setiap kali berbicara:
"Tidak suatu ucapanpun yang diucapkan kecuali ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir." (Qaf: 18).
Bahaya Lidah
Pada lidah itu terdapat dua penyakit besar. Bila seseorang bisa selamat dari salah satu penyakit itu maka dia tidak bisa lepas dari penyakit yang satunya lagi, yaitu; penyakit berbicara dan penyakit diam. Dalam satu kondisi, bisa jadi salah satu dari keduanya akan mengakibatkan dosa yang lebih besar dari yang lain. Orang yang diam terhadap kebenaran adalah setan yang bisu, dia bermaksiat kepada Allah, serta bersikap riya' dan munafik bila dia tidak khawatir hal itu akan menimpa dirinya. Begitu pula orang yang berbicara dengan kebatilan, adalah setan yang berbicara, dia bermaksiat kepada Allah. Kebanyakan orang sering keliru ketika berbicara dan ketika mengambil sikap diam. Mereka itu selalu berada di antara dua posisi ini.
Adapun orang-orang yang ada di tengah-tengah -yaitu mereka yang berada pada jalan yang lurus- sikap mereka adalah menahan lidah mereka dari ucapan yang batil dan membiarkannya berbicara dalam hal-hal yang dapat membawa manfaat pada mereka di akhirat. Sehingga Anda tidak akan melihat mereka mengucapkan kata-kata yang sia-sia tanpa manfaat, apa lagi sampai mengucapkan kata-kata yang akan membahayakan mereka di akhirat nanti. Sesungguhnya ada seorang hamba yang akan datang pada hari kiamat dengan pahala kebaikan sebesar gunung, namun dia dapati lidahnya sendiri telah menghilangkan pahala tersebut. Dan ada pula yang datang dengan dosa-dosa sebesar gunung, namun dia dapati lidahnya telah menghilangkan itu semua dengan banyaknya dzikir kepada Allah dan apa yang berhubu ngan dengannya.
Al-Khathawat (Langkah
Nyata Untuk Sebuah Perbuatan)
Adapun tentang Al-Khathawat (langkah nyata untuk sebuah perbuatan), hal ini bisa dicegah dengan komitmen seorang hamba untuk tidak menggerakkan kakinya kecuali untuk perbuatan yang bisa diharapkan mendatangkan pahala-Nya, bila ternyata langkah kakinya itu tidak akan menambah pahala, maka mengurungkan langkah tersebut tentu lebih baik baginya. Dan sebenarnya bisa saja seseorang memperoleh pahala dari setiap perbuatan mubah yang dilakukannya dengan cara meniatkannya untuk Allah I, dengan demikian maka seluruh langkahnya akan bernilai ibadah.
Ketergelinciran pada perbuatan salah itu ada dua macam; tergelincir kaki dan tergelincir lidah. Oleh karenanya dua macam ketergelinciran ini digandengkan oleh Allah dalam firmanNya:
"Dan hamba-hamba Ar-Rahman, yaitu mereka yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan." (Al-Furqan: 63).
Di sini Allah menjelaskan bahwa sifat mereka itu adalah istiqamah dalam ucapan-ucapan dan langkah-langkah mereka. Sebagaimana Allah juga menggandengkan antara Al-Lahadzat (pandangan) dan Al-Khatharat (lintasan pikiran) dalam firmanNya:
"Allah mengetahui khianat mata dan apa yang disembunyikan oleh hati." (Ghafir: 19).
Semua hal yang kami sebutkan di atas adalah sebagai pendahuluan bagi penjelasan akan diharamkannya zina dan kewajiban menjaga kemaluan, Rasulullah bersabda:
Adapun tentang Al-Khathawat (langkah nyata untuk sebuah perbuatan), hal ini bisa dicegah dengan komitmen seorang hamba untuk tidak menggerakkan kakinya kecuali untuk perbuatan yang bisa diharapkan mendatangkan pahala-Nya, bila ternyata langkah kakinya itu tidak akan menambah pahala, maka mengurungkan langkah tersebut tentu lebih baik baginya. Dan sebenarnya bisa saja seseorang memperoleh pahala dari setiap perbuatan mubah yang dilakukannya dengan cara meniatkannya untuk Allah I, dengan demikian maka seluruh langkahnya akan bernilai ibadah.
Ketergelinciran pada perbuatan salah itu ada dua macam; tergelincir kaki dan tergelincir lidah. Oleh karenanya dua macam ketergelinciran ini digandengkan oleh Allah dalam firmanNya:
"Dan hamba-hamba Ar-Rahman, yaitu mereka yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan." (Al-Furqan: 63).
Di sini Allah menjelaskan bahwa sifat mereka itu adalah istiqamah dalam ucapan-ucapan dan langkah-langkah mereka. Sebagaimana Allah juga menggandengkan antara Al-Lahadzat (pandangan) dan Al-Khatharat (lintasan pikiran) dalam firmanNya:
"Allah mengetahui khianat mata dan apa yang disembunyikan oleh hati." (Ghafir: 19).
Semua hal yang kami sebutkan di atas adalah sebagai pendahuluan bagi penjelasan akan diharamkannya zina dan kewajiban menjaga kemaluan, Rasulullah bersabda:
|
"Yang paling banyak memasukkan orang ke dalam Neraka ialah lidah dan kemaluan." ()
Dan dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim dari Nabi :
|
"Tidak dihalalkan darah seorang muslim kecuali dengan tiga hal; Orang yang sudah kawin lalu berzina, jiwa dengan jiwa (qishah karena membunuh orang) dan orang yang meninggalkan agamanya serta meninggalkan jama'ah." ()
Dalam hadits ini ada penggandengan antara zina dengan kufur dan membunuh jiwa, persis seperti yang terdapat dalam ayat pada surat Al-Furqan, juga seperti yang ada dalam hadits Ibnu Mas'ud.
Penggandengan
Antara Zina, Kufur
Dan Membunuh Jiwa
Dan Membunuh Jiwa
Dalam
hadits di atas Nabi menyebutkan hal yang paling banyak terjadi
secara berurutan. Perbuatan zina itu lebih sering terjadi dibanding dengan
pembunuhan, dan pembunuhan lebih sering terjadi dibanding dengan riddah
(keluar dari Islam). Dan kerusakan yang ditimbulkan oleh zina sungguh bertolak
belakang dengan kemaslahatan dalam kehidupan. Sebab, bila seorang wanita
telah melakukan zina berarti ia telah membuat aib keluarga, suami dan
kerabatnya serta mencoreng wajah mereka di hadapan orang-orang. Bila dia sampai
hamil kemudian membunuh anaknya, berarti dia telah menggabungkan perbuatan zina
dengan pembunuhan, dan jika setelah hamil ia tetap dengan suaminya, berarti dia
telah memasukkan pada keluarga si suami dan keluarga si wanita sendiri orang
lain yang bukan bagian dari keluarga. Dan masih banyak lagi kerusakan-kerusakan
lain yang ditimbulkan oleh zina. Jika yang berzina itu adalah seorang pria,
maka hal ini -selain hal yang di atas- juga akan menyebabkan simpang siurnya
hubungan nasab, kemudian merusak kehormatan wanita yang terjaga dan menjadikannya
hancur. Jadi, di belakang perbuatan keji ini (zina) terdapat kerusakan
dunia dan agama sekaligus. Sungguh betapa banyak pelanggaran terhadap
larangan-larangan (pelecehan terhadap kehormatan), penyia-nyiaan hak orang dan
penganiayaan yang ada di balik perbuatan zina.
Di
antara dampak yang ditimbulkan oleh zina adalah bahwa zina
dapat mendatangkan kefakiran, memperpendek umur dan membuat wajah pelakunya
suram serta mendatangkan kebencian orang.
Termasuk
di antara dampaknya pula, bahwa zina itu dapat menghancurkan hati, membuatnya
sakit kalau tidak sampai mematikannya, juga mendatangkan perasaan gundah
gelisah dan takut, serta menjauhkan pelakunya dari malaikat dan mendekatkannya
kepada setan. Tak ada bahaya -setelah bahaya perbuatan membunuh- yang lebih
besar dari bahaya zina. Oleh karenanya, untuk menghukum pelaku perbuatan zina
ini Allah mensyari'atkan hukuman bunuh (rajam) dengan cara yang
mengerikan. Bila ada seseorang yang mendengar kabar bahwa isterinya dibunuh
orang, tentu kabarnya lebih ringan dibanding dia mendengar bahwa isterinya
berbuat zina.
Sa'ad
bin Ubadah radhiallaahu anhu berkata: "Sekiranya aku melihat seorang pria
berzina dengan isteriku, tentu aku akan memenggal lehernya dengan pedang
tanpa pikir panjang lagi." Maka sampai perkataan ini kepada Rasulullah
, lalu beliau bersabda:

|
"Apakah
kalian heran dengan kecemburuan Sa'ad? Demi Allah, sungguh aku ini lebih
cemburu dari dia, dan Allah lebih cemburu dari aku, dan oleh karena betapa
agungnya kecemburuan Allah, maka Dia haramkan segala perbuatan keji, baik yang
lahir maupun yang batin."(Muttafaq 'alaih).()
Dalam
Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim, juga diriwayatkan dari Nabi :
|
"Sesungguhnya Allah itu cemburu, dan sesungguhnya seorang mukmin itu juga cemburu. Dan kecemburuan Allah itu akan timbul bila seorang hamba melakukan apa yang diharamkan kepadanya."()
Dalam
hadits Al-Bukhari dan Muslim, juga diriwayatkan dari Nabi :
|
"Tak
ada seseorangpun yang lebih pencemburu dari Allah, oleh karena itu Allah
mengharamkan perbuatan-perbuatan keji, yang lahir maupun yang batin. Tak ada
seorangpun yang lebih senang menerima udzur (permohonan maaf) dari Allah, oleh
karena itu Dia mengutus para rasul untuk memberikan kabar gembira dan
peringatan. Tak ada seorangpun yang lebih senang dipuji melebihi Allah,
oleh karena itu Dia memuji diriNya sendiri."()
Juga
dalam kitab Ash-Shahihain , diriwayatkan khutbah Nabi di saat shalat gerhana matahari, beliau
bersabda:
"Hai umat Muhammad, demi Allah, tak ada satupun yang lebih pencemburu dari Allah ketika ada seorang hambaNya yang laki-laki atau perempuan berbuat zina. Hai umat Muhammad, demi Allah, sekiranya kalian mengetahui seperti apa yang aku ketahui tentu kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis." Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya seraya berkata: "Ya Allah, adakah aku sudah sampaikan."()
"Hai umat Muhammad, demi Allah, tak ada satupun yang lebih pencemburu dari Allah ketika ada seorang hambaNya yang laki-laki atau perempuan berbuat zina. Hai umat Muhammad, demi Allah, sekiranya kalian mengetahui seperti apa yang aku ketahui tentu kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis." Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya seraya berkata: "Ya Allah, adakah aku sudah sampaikan."()
Disebutkannya
perbuatan dosa besar ini secara khusus setelah shalat gerhana matahari
mengandung isyarat rahasia yang menakjubkan; dan semaraknya fenomena zina ini
merupakan tanda rusaknya alam ini, dan itu semua adalah salah satu tanda
Kiamat; seperti yang disebutkan dalam Ash-Shahihain , dari Anas bin
Malik bahwa dia berkata: Aku akan menceritakan pada kalian sebuah hadits yang
tidak akan ada orang yang akan menceritakannya pada kalian setelah aku. Aku mendengar
Rasulullah bersabda:
"Di antara tanda-tanda Kiamat yaitu bila ilmu (syar'i) menjadi sedikit(kurang), dan kebodohan menjadi tampak serta zina juga menyebar (di mana-mana). Pria jumlahnya sedikit dan kaum wanita jumlahnya banyak sehingga untuk lima puluh wanita (perbandingannya) satu orang pria."()
"Di antara tanda-tanda Kiamat yaitu bila ilmu (syar'i) menjadi sedikit(kurang), dan kebodohan menjadi tampak serta zina juga menyebar (di mana-mana). Pria jumlahnya sedikit dan kaum wanita jumlahnya banyak sehingga untuk lima puluh wanita (perbandingannya) satu orang pria."()
Salah
satu sunnatullah yang diberlakukan pada makhlukNya, yaitu bahwa ketika
zina mulai tampak di mana-mana, Allah akan murka dan kemurkaanNya sangat keras,
maka secara pasti kemurkaan itu akan berdampak pada bumi ini dalam bentuk adzab
dan musibah yang diturunkan.
Abdullah
bin Mas'ud t berkata: "Tidaklah merajalela riba dan zina di sebuah daerah,
melainkan Allah memaklumkan untuk dihancurkan."
Seorang
pendeta Bani Israil pernah melihat anaknya sedang merayu seorang perempuan,
lalu dia berkata: "Sebentar, wahai anakku!" Kemudian sang ayah itu
pingsan di atas tempat tidurnya lalu meninggal, sementara isterinya jatuh dan
dikatakan kepadanya: "Beginilah cara engkau marah untukku? Sungguh, orang
sejenis kamu itu tidak mengandung kebaikan selamanya."
Pengkhususan
Hukuman Zina
Dengan Tiga Hal
Dengan Tiga Hal
Allah
mengkhususkan hukuman bagi perbuatan zina
dibandingkan dengan hukuman-hukuman lainnya dengan tiga hal.
Pertama, hukuman
zina adalah dibunuh (dirajam) dengan cara yang mengerikan. Dalam hukuman
zina yang ringan saja, Allah menggabungkan antara hukuman terhadap fisik dengan
cambuk dan hukuman terhadap hati/mentalnya dengan cara diasingkan dari
negerinya selama satu tahun.
Kedua , Allah
melarang hamba-hambaNya untuk merasa kasihan kepada para pelaku zina sehingga
mencegah mereka untuk memberlakukan hukuman kepada para pezina itu. Sebab,
Allah mensyari'at kan hukuman tersebut didasarkan pada kasih sayang dan
rahmatNya pada mereka. Allah itu sangat sayang kepada kalian, namun kasih
sayang tersebut tidaklah mencegah Allah untuk memerintahkan berlakunya hukuman
ini. Oleh karenanya janganlah kasih sayang yg ada di hati kalian itu mencegah
kalian untuk melaksanakan perintah Allah.
Hal
ini -walaupun sebenarnya juga berlaku pada seluruh macam hukuman (hudud)yang
disyari'atkan- namun disebutkan dalam hukuman zina suatu kekhususan,
karena memang sangat penting untuk disebutkan di sini, sebab kebanyakan orang
tidak mempunyai perasaan marah dan sikap kasar terhadap pezina seperti sikap
mereka pada pencuri, atau orang yang menuduh berbuat zina atau pemabuk. Hati
mereka cenderung lebih kasihan pada pezina ketimbang kepada para pelaku dosa
lainnya. Dan realita membuktikan hal itu. Oleh karena itu Allah melarang
mereka, jangan sampai rasa kasihan mereka itu membuat tidak diberlakukannya
hukuman Allah .
Mengapa
rasa kasihan pada mereka itu timbul? Penyebabnya yaitu karena perbuatan zina
ini bisa terjadi pada orang golongan atas, menengah dan bawah. Kemudian, dalam
jiwa manusia itu terdapat dorongan yang kuat untuk melakukannya (melampiaskan
libido. pent) dan orang yang melakukannya juga berjumlah banyak. Dan yang
paling ba- nyak menjadi penyebabnya ialah cinta; sementara hati
manusia itu secara tabiat, punya perasaan kasihan pada orang yang sedang jatuh
cinta, bahkan banyak di antara mereka yang siap memberikan bantuan pada
mereka, walaupun sebenarnya bentuk dari percintaan itu termasuk yang
diharamkan. Dan hal seperti ini sudah tidak dipungkiri lagi. Dan hal itu memang
sudah diakui oleh orang-orang.
Selain
itu juga, perbuatan dosa ini (zina) kebanyakan terjadi dengan adanya suka sama
suka dari kedua belah pihak, bukan dengan pemaksaan, penganiayaan dan lainnya
yang membuat jiwa orang-orang itu geram.
Dalam
hal ini, syahwat banyak berpengaruh, sehingga timbullah perasaan kasihan yang
mungkin akan menghambat ditegakkannya hukuman Allah I. Ini semua timbul dari
iman yang lemah. Kesempurnaan iman itu dapat dicapai dengan adanya kekuatan
yang dengan itu perintah Allah dapat ditegakkan, juga adanya rahmat (kasih
sayang) terhadap orang yang dijatuhi hukuman tersebut, sehingga dia bisa
sejalan dengan Allah dalam perintah dan rahmatNya.
Ketiga, Allah memerintahkan agar hukuman terhadap
pelaku zina (baik itu cambuk ataupun rajam, pent) hendaknya dilakukan di
hadapan khalayak orang-orang mukmin, bukan di tempat yang sepi sehingga tidak
ada orang yang dapat menyaksikannya. Hal ini dilakukan agar hukuman tersebut
lebih efektif untuk tujuan "zajr" (membuat jera pelaku dan
membuat takut orang lain melakukannya). Hukuman bagi pezina yang "muhshan"
(sudah berkeluarga) diambil dari hukuman Allah terhadap kaum Nabi Luth' u yang
dilempar dengan batu. Yang demikian itu karena perbuatan zina dan liwath
(homoseks yang dilakukan kaum Nabi Luth' u) adalah sama-sama perbuatan fahisyah
(keji dan kotor). Keduanya dapat menimbulkan kerusakan yang bertentangan dengan
hikmah Allah di dalam penciptaan perintahNya. Kerusakan dan bahaya yang
ditimbulkan oleh praktek liwath (homosex) itu sungguh sulit untuk
dihitung. Orang yang menjadi korban perbuatan tersebut lebih pantas dan lebih
baik untuk dibunuh saja; sebab dia itu mengalami kerusakan yang tidak bisa diharapkan
untuk baik kembali selamanya. Semua kebaikannya sudah hilang. Bumi sudah
menyerap habis rasa malu dari mukanya, sehingga dia tidak akan malu lagi kepada
Allah, juga kepada makhlukNya. Hati dan jiwa orang tersebut sudah dipengaruhi
oleh sperma pelaku liwath seperti berpengaruhnya racun dalam tubuh
seseorang.
Ada
perbedaan pendapat di antara sebagian orang; apakah orang yang menjadi pelaku liwath
itu bisa masuk Surga atau tidak? Dalam hal ini ada dua pendapat. Aku mendengar
Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyah pernah mengungkapkan dua pendapat ini.
Mereka
yang mengatakan tidak akan masuk Surga memberikan hujjah dengan
beberapa hal:
Di
antaranya, bahwa Nabi bersabda:
"Tidak akan masuk Surga anak seorang pezina."()
Bila nasib dan kondisi anak hasil zina sudah demikian, padahal dia tidak mempunyai dosa apa-apa, hanya saja dia dicurigai sebagai tempat berbagai kejelekan dan kekotoran, serta dia pantas untuk tidak mendatangkan kebaikan apa pun selamanya, disebabkan karena dia tercipta dari nuthfah (sperma) yang kotor; bila tubuh yang tumbuh menjadi besar dengan barang yang haram saja sangat pantas untuk masuk api Neraka, maka bagaimana lagi dengan tubuh yang memang tercipta dari sperma yang haram?
"Tidak akan masuk Surga anak seorang pezina."()
Bila nasib dan kondisi anak hasil zina sudah demikian, padahal dia tidak mempunyai dosa apa-apa, hanya saja dia dicurigai sebagai tempat berbagai kejelekan dan kekotoran, serta dia pantas untuk tidak mendatangkan kebaikan apa pun selamanya, disebabkan karena dia tercipta dari nuthfah (sperma) yang kotor; bila tubuh yang tumbuh menjadi besar dengan barang yang haram saja sangat pantas untuk masuk api Neraka, maka bagaimana lagi dengan tubuh yang memang tercipta dari sperma yang haram?
Mereka
mengatakan: Orang yang menjadi pelaku liwath itu lebih jelek dari anak
hasil zina, lebih hina dan lebih kotor pula. Dia itu memang pantas untuk tidak
mendapat taufik kebaikan. Dia juga pantas dihalangi untuk mendapatkan taufik
tersebut. Dan setiap kali dia melakukan amal yang baik, maka Allah akan
menggandengkannya dengan amalan lain yang dapat merusaknya, sebagai hukuman baginya.
Dan memang jarang kita dapati bahwa orang yang sudah seperti itu di masa
kecilnya, kecuali dia akan lebih parah di masa tuanya. Dia tidak berhasil
mendapatkan ilmu yang bermanfaat, amal yang shalih dan taubat yang nashuha.
Namun
setelah diteliti, yang lebih pas untuk dikatakan dalam masalah ini, yaitu bahwa
bila orang tersebut bertaubat dan kembali kepada Allah, kemudian mendapatkan
karunia taubat yang nashuha serta amal yang shalih, lalu
kondisinya di masa tua lebih baik dari kondisi di masa kecilnya, lalu
merubah perbuatan-perbuatan jeleknya dengan berbagai macam kebaikan serta
mencuci aibnya dengan beragam ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah, juga
menjaga pandangan matanya, menjaga kemaluannya dari yang haram dan benar-benar
jujur kepada Allah dalam mu'amalah-nya, maka orang yang semacam ini akan
mendapat ampunan dan dia akan termasuk ahli Surga. Sebab, Allah Maha mengampuni
seluruh dosa. Bila taubat itu -kita ketahui- dapat menghapus segala macam dosa,
sampai dosa syirik kepada Allah, membantai para nabi dan para waliNya, atau
sihir, kufur dan lain semacamnya, maka kita tidak boleh membatasi penghapusan
terhadap dosa yang satu ini, padahal, dengan keadilan dan karunia Yang Maha
Kuasa, hikmah Allah menetapkan bahwa:
"Orang
yang bertaubat dari dosanya sama seperti orang yang tidak berdosa."()
Dan
Allah sendiri telah memberikan jaminan bahwa barangsiapa yang bertaubat dari
perbuatan syirik, pembunuhan jiwa dan zina, Allah akan mengganti
perbuatan-perbuatan jeleknya dengan kebaikan-kebaikan, dan ini adalah ketentuan
hukum yang umum mencakup setiap orang yang bertaubat dari berbagai macam dosa.
Allah
berfirman:
"Katakanlah:
Wahai hamba-hambaKu yang aniaya terhadap diri mereka, janganlah kalian putus
asa akan rahmat Allah, sesungguhnya Allah akan mengampuni seluruh dosa,
seungguhnya Dia Maha Pengampun dan Maha Pengasih."
(Az-Zumar: 53) Dan tidak akan keluar dari keumuman ayat ini satu macam dosa
pun. Namun hal ini hanya khusus bagi mereka yang bertaubat.
Bila
ternyata orang yang menjadi pelaku perbuatan liwath itu di masa
tuanya lebih jelek dari masa kecilnya, tidak mendapatkan karunia taubat nashuha
dan amal shalih, tidak segera mengganti ketaatan yang dia tinggalkan dan tidak
pula mau menghidupkan apa yang sudah ia matikan, juga tidak mengubah
perbuatan-perbuatan jeleknya dengan kebaikan, maka orang semacam ini sulit
untuk mendapatkan husnul khatimah yang dapat memasukkannya ke dalam
Surga di saat akan meninggal kelak. Hal itu sebagai hukuman baginya. Sungguh
Allah memberikan hukuman atas perbuatan yang jelek dengan kejelekan lainnya,
sehingga bertumpuklah hukuman perbuatan jelek yang akan diterimanya,
sebagaimana Allah juga memberikan ganjaran bagi sebuah perbuatan baik dengan
perbuatan baik lainnya.
Para
Pelaku Maksiat Dikhawatirkan Akan Mati
Dalam Su'ul Khatimah
Dalam Su'ul Khatimah
Bila
Anda perhatikan kondisi kebanyakan orang saat sakaratul maut menjemput, Anda
akan melihat bahwa mereka terhalangi untuk mendapatkan husnul khatimah,
sebagai hukuman akibat perbuatan-perbuatan jelek mereka.
Al-Hafizh
Abu Muhammad Abdul Haq bin Abdurrahman Asy-Syibli berkata(): "Ketahuilah
bahwa su'ul khatimah itu -semoga Allah menjauhkan kita darinya-
mempunyai penyebab-penyebab. Ada jalan-jalan dan pintu-pintu yang mengantarkan
kepadanya. Penyebab, jalan dan pintu yang paling besar ialah larut dalam urusan
keduniaan, tidak acuh dengan urusan akhirat dan berani melakukan maksiat kepada
Allah. Bisa saja ada seseorang yang sudah terbiasa melakukan kesalahan atau
maksiat tertentu, atau sudah terbiasa tidak acuh dan berani melakukan maksiat,
sehingga menguasai hatinya, akalnya tertawan oleh kebiasaan tersebut, pelita
hatinya padam dan terbentuklah hijab yang dapat menutupinya. Akibatnya,
teguran tidak akan lagi berguna, nasihat tidak akan lagi bermanfaat dan bisa
saja kematian datang menjemput saat dia dalam keadaan demikian. Lalu datanglah
panggilan kebaikan dari sebuah tempat yang jauh, namun dia tidak dapat memahami
maksudnya. Dia tidak tahu apa yang diinginkan oleh panggilan itu, sekalipun
orang yang meneriakkan panggilan itu terus mengulangi dan mengulanginya
lagi."
Diriwayatkan,
bahwa ada seorang dari anak buah An-Nashir (salah seorang pemimpin di masa
Abbasiyah) yang sedang didatangi oleh sakaratul maut, kemudian anaknya berkata:
"Ucapkanlah, 'Laa Ilaaha Illallah !" Orang itu berucap:
"An-Nashir adalah tuanku." Diulangilah permintaan itu kepadanya,
namun jawaban orang itu tetap sama. Tiba-tiba orang itu tidak sadarkan diri dan
setelah dia siuman, dia berucap lagi: "An-Nashir adalah tuanku."
Begitulah terus menerus. Setiap kali dikatakan kepadanya ucapan "Laa
Ilaaha Illallah" dia malah berucap: "An-Nashir adalah
tuanku." Kemudian dia berkata pada anaknya: "Hai Fulan, sesungguhnya
An-Nashir itu dapat mengenalmu hanya dengan pedang dan keberanianmu membunuh/
berperang", kemudian dia meninggal dunia.
Abdul
Haq berkata: "Pernah dikatakan juga pada orang lain -yang saya
mengenalnya-: "Ucapkanlah ' Laa Ilaaha Illallah', tiba-tiba
dia malah berucap: "Tolong rumah yang di sana itu diperbaiki dan kebun
yang di sana itu, tolong di kerjakan ..."
Abdul
Haq juga berkata: "Diantara riwayat dari Abu Thahir As-Silafiy yang dia
izinkan aku untuk meriwayatkannya, yaitu kisah bahwa ada seorang pria yang sedang
sakaratul maut, kemudian dikatakan kepadanya: Ucapkanlah 'Laa Ilaaha
Illallah'. Namun dia malah mengucapkan kata-kata dengan bahasa Persia
yang artinya 'sepuluh dengan sebelas' (maksudnya, boleh berutang sepuluh tapi
bayarnya sebelas, pent)."
Dan
pernah pula dikatakan pd orang lain lagi:Ucapkanlah 'Laa Ilaaha Illallah'.Dia
malah mengatakan "Mana jalan ke pemandian Manjab?" (nama
pemandian).
Kata
Abdul Haq: "Kata yang diucapkannya itu ada ceritanya. Suatu ketika ada
seorang pria yang sedang berdiri di depan rumahnya. Rumah tersebut pintunya
menyerupai pintu sebuah tempat pemandian, tiba-tiba lewat di situ seorang
wanita cantik dan bertanya, 'Mana jalan ke pemandian Manjab? Dia menjawab
(sambil menunjuk ke pintu rumahnya), 'Ini dia pemandian Manjab itu!' Maka,
wanita itu pun masuk ke dalam rumahnya sampai ke belakang. Setelah dia sadar
terjebak di rumah sang pria dan tahu bahwa dia sedang ditipu, dia
pura-pura menampakkan rasa gembira dan suka citanya karena pertemuannya dengan
pria itu. Kemudian wanita itu berkata, 'Sebaiknya (sebelum kita berkumpul),
engkau harus mempersiapkan untuk kita apa-apa yang dapat membuat indah
kehidupan kita sekaligus menyenangkan hati kita'. Dengan segera pria itu
menjawab, 'Sekarang juga aku akan membawakan untukmu semua apa yang kamu
inginkan dan kamu senangi'. Lalu dia pergi ke luar dan meninggalkan si wanita
dalam rumah, namun tidak menguncinya. Kemudian dia pun mengambil apa yang dia
bisa bawa lalu kembali ke rumahnya. Tapi sayang, si wanita itu telah keluar dan
pergi. Sedikitpun wanita itu tidak mengambil apa-apa dari rumahnya. Pria itu
akhirnya menjadi mabuk kepayang dan selalu ingat pada wanita tadi. Dia berjalan
di lorong-lorong dan gang-gang sambil mengatakan:
"Ya
Tuhanku, suatu hari, di kala sudah lelah dia bertanya, 'Mana jalan ke pemandian
Manjab?'.
Suatu
saat, di waktu dia mengucapkan bait syair tadi, ada seorang wanita -dari
jendela pintu rumahnya- berkomentar:
"Mengapa
-di saat sudah mendapatkannya- tidak dengan segera engkau menutup rumah itu
atau mengunci pintunya?"
Mendengar
itu, mabuk kepayangnya tambah menjadi-jadi. Begitulah terus kondisinya sehingga
bait syair itu menjadi kata-kata terakhirnya saat meninggal dunia."
Suatu
malam, Sufyan Ats-Tsauri menangis sampai pagi. Di pagi itu, ada yang bertanya
kepadanya: "Adakah semua yang kau lakukan ini karena takut akan
dosa?" Lalu Sufyan mengambil segenggam tanah seraya berkata: "Dosa
itu lebih ringan dari batu ini, aku menangis karena takut akan su'ul
khatimah."
Sungguh,
ini adalah pemahaman yang sangat baik, bila seseorang itu khawatir bahwa
dosa-dosanya akan membuatnya terhina di kala meninggal dunia nanti, sehingga
dia terhalang untuk memperoleh husnul khatimah .
Al-Imam
Ahmad pernah menyebutkan bahwa Abu Darda' di saat sakaratul maut datang, dia
pingsan tak sadarkan diri, kemudian dia siuman dan membaca:
"Dan
(begitulah) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum
pernah beriman kepadanya pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang
dalam kesesatannya yang sangat." (Al-An'am: 110).
Dan
oleh karena itu, para ulama salaf khawatir kalau dosa-dosa itu dapat
menghalangi mereka untuk memperoleh husnul khatimah.
Abdul
Haq juga berkata:
"Ketahuilah
bahwa su'ul khatimah itu -semoga kita dilindungi oleh Allah darinya-
tidak akan terjadi pada orang yang secara lahir dia istiqamah dan secara batin
dia shalih. Su'ul khatimah akan terjadi pada orang yang dasarnya sudah
rusak atau senantiasa melakukan dosa besar dan mengerjakan kemaksiatan.
Barangkali hal itu menjadi kebiasaannya, sehingga kematian datang menjemputnya
sebelum sempat bertaubat, akhirnya dia meninggal sebelum memperbaiki
dirinya, urat nadinya dicabut sebelum dia kembali pada Allah, sehingga saat itu
setan berhasil merenggut dan menyambarnya di saat yang genting tersebut. Na'udzu
billah !"
Diriwayatkan
bahwa -di Mesir- dulu ada seseorang yang selalu pergi ke mesjid untuk adzan dan
melakukan shalat. Wajahnya berwibawa dan penuh cahaya ibadah. Suatu hari dia
naik ke menara -seperti biasanya untuk adzan-. Di bawah menara itu ada rumah
seorang Nashrani, dia melongok ke dalam rumah tersebut, dan melihat anak
perempuan pemilik rumah itu akhirnya dia tergoda dengannya, lalu dia tinggalkan
adzan saat itu, turun menemuinya, dan masuk ke dalam rumahnya. Anak perempuan
itu bertanya: "Ada apa, apa yang kamu inginkan?" Dia menjawab:
"Aku menginginkan kamu." Dia bertanya lagi: "Mengapa
demikian?" Dia menjawab: "Sungguh, engkau telah menawan jiwaku dan
menguasai seluruh relung hatiku." Perempuan itu berkata: "Aku tidak
akan pernah memenuhi keinginanmu selamanya." Pria tadi menjawab: "Aku
akan mengawinimu lebih dahulu." Perempuan itu berkata: "Engkau
seorang muslim dan aku nashrani. Ayahku tidak akan mengawinkan aku denganmu.
Lelaki itu berkata: "Aku akan masuk agama Nashrani!" Maka wanita itu
berkata: "Jika kamu lakukan itu, maka aku mau!" Akhirnya lelaki itu
resmi masuk Nashrani agar dapat kawin dengannya. Dia pun tinggal bersama
mereka. Dan pada hari itu, dia naik ke loteng yang ada di rumah tersebut,
kemudian dia jatuh dan langsung mati. Kasihan, dia tidak berhasil mendapatkan
perempuan tersebut dan dia kehilangan agamanya."
Diriwayatkan
pula, ada seorang laki-laki yang senang kepada seseorang. Kesenangan dan
kecintaannya sangat kuat, sehingga mampu menguasai hatinya. Bahkan, dia sampai
jatuh sakit dan harus tidur beristirahat karenanya. Sementara orang yang
dicintai itu tidak mau menemuinya. Dia benar-benar tidak suka dan menjauh
darinya. Sementara itu, orang-orang terus berusaha mempertemukan keduanya,
sehingga, dia pun berjanji untuk menemuinya. Orang-orang datang membawa kabar
tersebut, dia pun gembira dan sangat bersuka cita. Kesempitan di dadanya pun
terasa hilang. Jadilah dia menunggu pada waktu yang sudah ditentukan untuknya.
Di saat itu, tiba-tiba datang orang yang akan mempertemukan keduanya, lalu
menyampaikan: "Dia sudah berangkat bersamaku sampai di tengah perjalanan,
namun dia kembali lagi. Aku terus mendorong dan merayunya, tapi dia berkata,
'Orang itu ingat dan menyebut-nyebut aku dan dia pun gembira dengan kedatanganku.
Namun aku tidak akan masuk ke tempat yang meragukan. Aku tidak akan
mempersembahkan diriku untuk tempat-tempat yang mencurigakan.' Aku terus
membujuknya, namun dia tidak mau dan terus pergi." Mendengar hal itu,
orang yang sakit tadi langsung menjatuhkan diri dan kembali sakit dengan
kondisi yang lebih parah lagi dari sebelumnya. Tanda-tanda kematian sudah
tampak di wajahnya, saat itu dia mengatakan:
Wahai
Salm, wahai penenang hati yang sakit. Wahai obat bagi tubuh yang kurus.
- Keridhaanmu lebih diharapkan oleh hatiku ketimbang rahmat Allah Yang Maha Pencipta dan Maha Mulia.
- Keridhaanmu lebih diharapkan oleh hatiku ketimbang rahmat Allah Yang Maha Pencipta dan Maha Mulia.
Maka
(Abdul Haq Al-Asyibly) berkata kepadanya: "Wahai Fulan, takutlah engkau
kepada Allah!!" Dia menjawab: "Semuanya sudah terjadi." Akhirnya
aku meninggalkannya. Dan tidak sampai aku melewati pintu rumahnya, hingga aku
mendengar dengan nyaring suara kematian. Kita berlindung kepada Allah dari su'ul
khatimah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar