STOP GRATIFIKASI KUA

STOP GRATIFIKASI KUA

Senin, 08 Juni 2015

HAMIL TUA TAPI MASIH DI BAWAH UMUR





I. LATAR BELAKANG
Salah satu problem sosial yang melanggar norma dan agam yang akhir-akhir ini kembali marak adalah : pergaulan bebas para remaja. Pra remaja yang sedang dalamn masa dinamis biasanya paling cepat dalam berinteraksi, baik dengan sesama remaja ataupun  lainnya. Terjadinya interaksi ini akhrinya menimbulkan beberapa akibat, seperti munculnya jenis-jenis perikatan dalam masyarakat. Salah satu bentuk perikatan atau hubungan diantaranya terjadi atas dasar suka sama suka,  dan khusus di kalangan remaja, hubungan atas dasar suka sama suka biasanya berlanjut dengan hubungan cinta.
Apabila remaja tidak dibekali pengetahuan yang cukup tentang makna cinta maka sering terjadi salah pengertian diantara mereka bahwa cinta identik dengan seks, dan lebih parah lagi, mereka sama sekali buta tentang pendidikan seks. Maka akibat dari semua itu adalah banyaknya kehamilan di luar nikah. Dari sini muncul masalah yang lebih rumit lagi, yang bukan sekedar persoalan moral, tetapi lebih menyangkut hukum perkawinan dan status seorang anak.
Tetapi dengan berbagai pertimbangan , akhirnya  undang-undang memperbolehkan yang bersangkutan untuk dinikahkan Hal ini dilakukan bukan bermaksud memberi peluang terjadi perbuatan itu terulang kembali, tetapi sesungguhnya untuk melindungi status anak yang akan dilahirkan nanti. Meskipun demikian permasalahnya tidak berhenti sampai disitu, masih terdapat persoalan yang segera membutuhkan jawaban, yakni masih dalam kasus hamil diluar nikah, tetapi wanita yang bersangkutan masih berusia dibawah umur dalam keadaan hamil tua

II. POKOK MASALAH
Yang menjadi persoalan disini menyangkut lamanya waktu yang dibutuhkan dalam mengajukan dispensasi umur serta kaitannya dengan usia kehamilan. Sebab seperti yang kita ketahui bersama bahwa untuk pernikahan dibawah umur dibutuhkan dispensasi atau izin dari Pengadilan Agama, sebagaimana ketentuan pasal 7 ayat(1) dan (2) UU No. 1 Tahun 1974 serta pasal 15 ayat (1) dan (2) Kompilasi hukum Islam bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pihak pria sudah berumur 19 tahun dan wanita berumur 16 tahun. Apabila pihak-pihak yang bersangkutan belum mencapai umur sebagaimana yang ditentukan maka harus minta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain.
Dalamkondisi normal, ketentuan-ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam UU No. 1 / 1974 dan KHI diatas masih dapat / dimungkinkan berlakunya., Tetapi dalam kondisi yang mendesak, dalam kasus ini wanita yang masih berusia dibawah umur tersebut dalam keadaan hamil tua, maka aturan yang mengharuskan calon pengnatin memperoleh dispensasi umur dari pengadilan akan menemui hambatan. Sebagai misal, entah karena alasan takut atau malu,seorang wanita yang sudah terlanjur  hamil diluar nikah terlambat melaporkan kehendak nikahnya ke KUA, padahal usia kehamilannya sudah berumur tujuh atau bahkan delapan bulan. Di satu sisi, untuk memperoleh dispensasi dari pengadilan tentunya harus melalui prosedur sebagaiman ditetapkan, sudah barang tentu termasuk pelaksanaan sidang pengadilan yang tidak cukup hanya memakan waktu satu dua hari.

III. PEMBAHASAN
Akibat pesatnya Pembangunan di berbagai bidang, interaksi manusia mengalami perkembangan yang luar  biasa. Hal itu ditandai dengan berkembangnya teknologi informasi yang seolah-olah menghapuskan jarak antar titik dibelahan bumi.  Kemajuaninformasi benar-benar mampu mengantarkanmamnusia dalamsebuah kehidupan yang tidak pernah ditemuai pada abad-abad sebelumnya. Akibat itu semnua, terdapat pengaruh positif dan negatif dalam bidang-bidang lainnya.  Dari sisi positif, kita dapat dengan mudah mengikuti arus informasi secara cepat, sehingga setiap terjadi perkembangan kita bisa mengikutinya, yang selanjutnya dapat memacu kita untuk lebih maju dan berkembang. Yang perlu kita perhatikan adalah aspek negatifnya,khususnya pengaruhnya dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.
Tidak dapat dipungkiri, berkembangnya dunia informasi ternyata tidak diimbangi dengan sikap mental keagamaan yang kuta. Kita ambil contoh saja materi siaran televisi, antara informasi yang bersifat keagamaan. Bahakan kalau kita lihat dalam internet, dari sekian home page yang ada, informasi moral keagamaan hanya setitik debu dipadang pasir saja. Maka wajar jika pengaruh materialistis hedonis lebih cepat diserap masyarakat dibanding moralitas ruhaniah. Akibatnya perilaku-perilkauy yang menyimpang dari moral dan norma agama semakin merebak dalam kehidupan sehari-hari.. Sebagai salah satu penyebabnya adalah penerimaan bahan informasi yang sangat terbuka dan mudah didapat, sedang agama yang seharusnya berfungsis sebagai kontrol maupun sensor semakin menghilang gemanya.
Salah satu problem sosial yang melanggar norma dan agam yang akhir-akhir ini kembali marak adalah : pergaulan bebas para remaja. Pra remaja yang sedang dalamn masa dinamis biasanya paling cepat dalam berinteraksi, baik dengan sesama remaja ataupun  lainnya. Terjadinya interaksi ini akhrinya menimbulkan beberapa akibat, seperti munculnya jenis-jenis perikatan dalam masyarakat. Salah satu bentuk perikatan atau hubungan diantaranya terjadi atas dasar suka sama suka,  dan khusus di kalangan remaja, hubungan atas dasar suka sama suka biasanya berlanjut dengan hubungan cinta.
Apabila remaja tidak dibekali pengetahuan yang cukup tentang makna cinta maka sering terjadi salah pengertian diantara mereka bahwa cinta identik dengan seks, dan lebih parah lagi, mereka sama sekali buta tentang pendidikan seks. Maka akibat dari semua itu adalah banyaknya kehamilan di luar nikah. Dari sini muncul masalah yang lebih rumit lagi, yang bukan sekedar persoalan moral, tetapi lebih menyangkut hukum perkawinan dan status seorang anak.
Tetapi dengan berbagai pertimbangan , akhirnya  undang-undang memperbolehkan yang bersangkutan untuk dinikahkan Hal ini dilakukan bukan bermaksud memberi peluang terjadi perbuatan itu terulang kembali, tetapi sesungguhnya untuk melindungi status anak yang akan dilahirkan nanti. Meskipun demikian permasalahnya tidak berhenti sampai disitu, masih terdapat persoalan yang segera membutuhkan jawaban, yakni masih dalam kasus hamil diluar nikah, tetapi wanita yang bersangkutan masih berusia dibawah umur dalam keadaan hamil tua.
Yang menjadi persoalan disini menyangkut lamanya waktu yang dibutuhkan dalam mengajukan dispensasi umur serta kaitannya dengan usia kehamilan. Sebab seperti yang kita ketahui bersama bahwa untuk pernikahan dibawah umur dibutuhkan dispensasi atau izin dari Pengadilan Agama, sebagaimana ketentuan pasal 7 ayat(1) dan (2) UU No. 1 Tahun 1974 serta pasal 15 ayat (1) dan (2) Kompilasi hukum Islam bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pihak pria sudah berumur 19 tahun dan wanita berumur 16 tahun. Apabila pihak-pihak yang bersangkutan belum mencapai umur sebagaimana yang ditentukan maka harus minta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain.
Dalamkondisi normal, ketentuan-ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam UU No. 1 / 1974 dan KHI diatas masih dapat / dimungkinkan berlakunya., Tetapi dalam kondisi yang mendesak, dalam kasus ini wanita yang masih berusia dibawah umur tersebut dalam keadaan hamil tua, maka aturan yang mengharuskan calon pengnatin memperoleh dispensasi umur dari pengadilan akan menemui hambatan. Sebagai misal, entah karena alasan takut atau malu,seorang wanita yang sudah terlanjur  hamil diluar nikah terlambat melaporkan kehendak nikahnya ke KUA, padahal usia kehamilannya sudah berumur tujuh atau bahkan delapan bulan. Di satu sisi, untuk memperoleh dispensasi dari pengadilan tentunya harus melalui prosedur sebagaiman ditetapkan, sudah barang tentu termasuk pelaksanaan sidang pengadilan yang tidak cukup hanya memakan waktu satu dua hari.Bahkan jika dilihat dari pengalaman yang ada, untuk memperoleh dispensasi umur dari pengadilan dibutuhkan waktu tidak kurang dari 3 bulan sejak diajukannya permohonan sampai dikeluarkannya penetapan.
Jadi memperhatikan begitu lamanya proses yang harus ditempuh dalam mengajukan dispensasi umur, tidak menutup kemungkinan wanita yang bersangkutan lebih dahulu melahirkan sebelum memperoleh ijin pengadilan. Itupun jhika hanya menjadikan pihak wanita saja yang berusai diabwah umur, bagaimana jika kedua-duanya (pihak pria dan wanita) sama-sama berusia dibawah umur, bukankah hambatan tersebut semakin berat? Belum lagi jika domisili kedua berbeda kabupaten, yang tentu saja masing-masing pihak harus mengajukan dispensasi ke pengadilan agama yang mewilayahinya, sehingga waktu yang dibutuhkan akan lebih lama lagi.
Tujuan pokok penetapan hukum Islam bagi mukallaf iualah untuk kemaslahatan hidup manusia, dan dalam mencapai kemaslahatan ini diadakan pembagian tiga kualifikasi.
-          Tingkat Dlarury, yaitu kemaslahatan yang harus diutamaklan karena menyangkut lima hal,yaitu agama, jiwa, akal, harta dan keturunan.
-          Tingkat Hajjiy, diwujudkan untuk menghindari kesulitan dan kesempitan
-          Tingkat Tahsiny,diwujudkan dalam rangka memperoleh dan memperindah bangunan hukum.
Salah satu tujuan agama islam mensyariatkan perkawinan adalah untuk melanjutkan keturunan yang merupakan sambungan hidup dan penyambung cita-cita, serta membentuk keluarga, sebagaimana firmal Allah, “ Allah menjadikan kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu anak-anak dan cucu-cucu dan memberimu rezki dari yang baik-baik.”
Dari ayat diatas dapat dipahami bahwa tujuan pokok penetapan hukum Islam yang berkaitan dengan perkawainan adalah untuk menjaga keturunan, yaitu salah satu kemaslahatan yang harus dijaga, yang dalam pembagian tingkat kemaslahatan termasuk dalam tingkat dlaury. Karena pentingnya perkawinan itulah, segala hal yang dapat menghambat atau menghalangi perkawinan sedini mungkin harus dicegah,
Dalam kasus yang sedang kita kaji ini, kemaslahatan yang harus dilindungi termasuk dalam tingkatan dlarury, yaitu sudah terwujudnya keturunan atau janin yangdikandung pihak wanita. Maka demi kemaslahatan bayi tersebut, baik menyangkut segi kehidupan, status nasab ataupun masa depannya, sudah sepantasnyalah hal-hal yang berkaitan dengan sang bayi lebih dipentingkan. Artinya aturan-aturan formal yang justru dapat menjadi halangan hendaknya diabaikan lebih dulu. Sebab meskipun aturan-aturan itu sesungguhnya dibuat juga demi kemaslahatan, tetapi karena ada satu hal yang apabila mendahulukan kemaslahatan akan menimbulkan masadah, maka lebih baik mencegah terjadinya mafsadah lebih dahulu, baru memikirkan tentang kemaslahatan. Sebagaimana kaidah ushul fiqh : “dar’ul mafaasid muqadedamun ‘ala jalbil mashaalih”.
Jadi atas dasar itu, wanita yang berusia dibawah umur yang xxx hamil tua perlu segera dinikahkan tanpa menunggu dispensasi dari pengadilan.
Di samping itu dari segi yuridis formal, UU No. 1/1974 pasal 7 ayat (3) menyebutkan bahwa apabila pihak-pihak belum mencapai batas umur yang ditetapkan, dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat lain aygn ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita. Dengan memperhatikan pasal ini, pengajuan permohonan dispensasi tidak harus ke pengadilan agama, tetapi dapat ke pejabat lain yang ditunjuk oleh orang tua pihak yang bersangkutan. Dengan demikian  atas dasar ketentuan di atas, juga memperhatikan lamanya waktu yang harus dilalui jika dispensasi harus minta ke Pengadilan gama, maka dalam situasi mendesak, dispensasi umur cukup dikeluarkan oleh pihak yang ada di tingkat Kecamatan, dalam hal ini Camat atau Kepala KUA. Sedang prosedurnya sama seperti yang dikehendaki UU, yakni orang tua dari pihak yang bersangkutan menunjuk salah satu diantara keuda pejabat tersebut dengan mengajukan beberapa alasan yang menyertainya.
Wallaahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar