I. LATAR BELAKANG
Salah satu problem sosial yang melanggar norma dan agam
yang akhir-akhir ini kembali marak adalah : pergaulan bebas para remaja. Pra
remaja yang sedang dalamn masa dinamis biasanya paling cepat dalam berinteraksi,
baik dengan sesama remaja ataupun
lainnya. Terjadinya interaksi ini akhrinya menimbulkan beberapa akibat,
seperti munculnya jenis-jenis perikatan dalam masyarakat. Salah satu bentuk
perikatan atau hubungan diantaranya terjadi atas dasar suka sama suka, dan khusus di kalangan remaja, hubungan atas
dasar suka sama suka biasanya berlanjut dengan hubungan cinta.
Apabila remaja tidak dibekali pengetahuan yang cukup
tentang makna cinta maka sering terjadi salah pengertian diantara mereka bahwa
cinta identik dengan seks, dan lebih parah lagi, mereka sama sekali buta
tentang pendidikan seks. Maka akibat dari semua itu adalah banyaknya kehamilan
di luar nikah. Dari sini muncul masalah yang lebih rumit lagi, yang bukan
sekedar persoalan moral, tetapi lebih menyangkut hukum perkawinan dan status
seorang anak.
Tetapi dengan berbagai pertimbangan , akhirnya undang-undang memperbolehkan yang
bersangkutan untuk dinikahkan Hal ini dilakukan bukan bermaksud memberi peluang
terjadi perbuatan itu terulang kembali, tetapi sesungguhnya untuk melindungi
status anak yang akan dilahirkan nanti. Meskipun demikian permasalahnya tidak
berhenti sampai disitu, masih terdapat persoalan yang segera membutuhkan
jawaban, yakni masih dalam kasus hamil diluar nikah, tetapi wanita yang
bersangkutan masih berusia dibawah umur dalam keadaan hamil tua
II. POKOK MASALAH
Yang menjadi persoalan disini menyangkut lamanya waktu
yang dibutuhkan dalam mengajukan dispensasi umur serta kaitannya dengan usia
kehamilan. Sebab seperti yang kita ketahui bersama bahwa untuk pernikahan
dibawah umur dibutuhkan dispensasi atau izin dari Pengadilan Agama, sebagaimana
ketentuan pasal 7 ayat(1) dan (2) UU No. 1 Tahun 1974 serta pasal 15 ayat (1)
dan (2) Kompilasi hukum Islam bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pihak
pria sudah berumur 19 tahun dan wanita berumur 16 tahun. Apabila pihak-pihak
yang bersangkutan belum mencapai umur sebagaimana yang ditentukan maka harus
minta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain.
Dalamkondisi normal, ketentuan-ketentuan sebagaimana
yang dimaksud dalam UU No. 1 / 1974 dan KHI diatas masih dapat / dimungkinkan
berlakunya., Tetapi dalam kondisi yang mendesak, dalam kasus ini wanita yang
masih berusia dibawah umur tersebut dalam keadaan hamil tua, maka aturan yang
mengharuskan calon pengnatin memperoleh dispensasi umur dari pengadilan akan
menemui hambatan. Sebagai misal, entah karena alasan takut atau malu,seorang
wanita yang sudah terlanjur hamil diluar
nikah terlambat melaporkan kehendak nikahnya ke KUA, padahal usia kehamilannya
sudah berumur tujuh atau bahkan delapan bulan. Di satu sisi, untuk memperoleh
dispensasi dari pengadilan tentunya harus melalui prosedur sebagaiman
ditetapkan, sudah barang tentu termasuk pelaksanaan sidang pengadilan yang
tidak cukup hanya memakan waktu satu dua hari.
III. PEMBAHASAN
Akibat pesatnya Pembangunan di berbagai bidang, interaksi
manusia mengalami perkembangan yang luar biasa. Hal itu ditandai dengan berkembangnya
teknologi informasi yang seolah-olah menghapuskan jarak antar titik dibelahan
bumi. Kemajuaninformasi benar-benar
mampu mengantarkanmamnusia dalamsebuah kehidupan yang tidak pernah ditemuai
pada abad-abad sebelumnya. Akibat itu semnua, terdapat pengaruh positif dan
negatif dalam bidang-bidang lainnya. Dari
sisi positif, kita dapat dengan mudah mengikuti arus informasi secara cepat,
sehingga setiap terjadi perkembangan kita bisa mengikutinya, yang selanjutnya
dapat memacu kita untuk lebih maju dan berkembang. Yang perlu kita perhatikan
adalah aspek negatifnya,khususnya pengaruhnya dalam kehidupan beragama dan
bermasyarakat.
Tidak dapat dipungkiri, berkembangnya dunia informasi
ternyata tidak diimbangi dengan sikap mental keagamaan yang kuta. Kita ambil
contoh saja materi siaran televisi, antara informasi yang bersifat keagamaan.
Bahakan kalau kita lihat dalam internet, dari sekian home page yang ada,
informasi moral keagamaan hanya setitik debu dipadang pasir saja. Maka wajar
jika pengaruh materialistis hedonis lebih cepat diserap masyarakat dibanding
moralitas ruhaniah. Akibatnya perilaku-perilkauy yang menyimpang dari moral dan
norma agama semakin merebak dalam kehidupan sehari-hari.. Sebagai salah satu
penyebabnya adalah penerimaan bahan informasi yang sangat terbuka dan mudah
didapat, sedang agama yang seharusnya berfungsis sebagai kontrol maupun sensor semakin
menghilang gemanya.
Salah satu problem sosial yang melanggar norma dan agam
yang akhir-akhir ini kembali marak adalah : pergaulan bebas para remaja. Pra
remaja yang sedang dalamn masa dinamis biasanya paling cepat dalam
berinteraksi, baik dengan sesama remaja ataupun
lainnya. Terjadinya interaksi ini akhrinya menimbulkan beberapa akibat,
seperti munculnya jenis-jenis perikatan dalam masyarakat. Salah satu bentuk
perikatan atau hubungan diantaranya terjadi atas dasar suka sama suka, dan khusus di kalangan remaja, hubungan atas
dasar suka sama suka biasanya berlanjut dengan hubungan cinta.
Apabila remaja tidak dibekali pengetahuan yang cukup
tentang makna cinta maka sering terjadi salah pengertian diantara mereka bahwa
cinta identik dengan seks, dan lebih parah lagi, mereka sama sekali buta
tentang pendidikan seks. Maka akibat dari semua itu adalah banyaknya kehamilan
di luar nikah. Dari sini muncul masalah yang lebih rumit lagi, yang bukan
sekedar persoalan moral, tetapi lebih menyangkut hukum perkawinan dan status
seorang anak.
Tetapi dengan berbagai pertimbangan , akhirnya undang-undang memperbolehkan yang
bersangkutan untuk dinikahkan Hal ini dilakukan bukan bermaksud memberi peluang
terjadi perbuatan itu terulang kembali, tetapi sesungguhnya untuk melindungi
status anak yang akan dilahirkan nanti. Meskipun demikian permasalahnya tidak
berhenti sampai disitu, masih terdapat persoalan yang segera membutuhkan
jawaban, yakni masih dalam kasus hamil diluar nikah, tetapi wanita yang
bersangkutan masih berusia dibawah umur dalam keadaan hamil tua.
Yang menjadi persoalan disini menyangkut lamanya waktu
yang dibutuhkan dalam mengajukan dispensasi umur serta kaitannya dengan usia
kehamilan. Sebab seperti yang kita ketahui bersama bahwa untuk pernikahan
dibawah umur dibutuhkan dispensasi atau izin dari Pengadilan Agama, sebagaimana
ketentuan pasal 7 ayat(1) dan (2) UU No. 1 Tahun 1974 serta pasal 15 ayat (1)
dan (2) Kompilasi hukum Islam bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pihak
pria sudah berumur 19 tahun dan wanita berumur 16 tahun. Apabila pihak-pihak
yang bersangkutan belum mencapai umur sebagaimana yang ditentukan maka harus
minta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain.
Dalamkondisi normal, ketentuan-ketentuan sebagaimana
yang dimaksud dalam UU No. 1 / 1974 dan KHI diatas masih dapat / dimungkinkan
berlakunya., Tetapi dalam kondisi yang mendesak, dalam kasus ini wanita yang
masih berusia dibawah umur tersebut dalam keadaan hamil tua, maka aturan yang
mengharuskan calon pengnatin memperoleh dispensasi umur dari pengadilan akan
menemui hambatan. Sebagai misal, entah karena alasan takut atau malu,seorang
wanita yang sudah terlanjur hamil diluar
nikah terlambat melaporkan kehendak nikahnya ke KUA, padahal usia kehamilannya
sudah berumur tujuh atau bahkan delapan bulan. Di satu sisi, untuk memperoleh
dispensasi dari pengadilan tentunya harus melalui prosedur sebagaiman
ditetapkan, sudah barang tentu termasuk pelaksanaan sidang pengadilan yang
tidak cukup hanya memakan waktu satu dua hari.Bahkan jika dilihat dari
pengalaman yang ada, untuk memperoleh dispensasi umur dari pengadilan
dibutuhkan waktu tidak kurang dari 3 bulan sejak diajukannya permohonan sampai
dikeluarkannya penetapan.
Jadi memperhatikan begitu lamanya proses yang harus
ditempuh dalam mengajukan dispensasi umur, tidak menutup kemungkinan wanita
yang bersangkutan lebih dahulu melahirkan sebelum memperoleh ijin pengadilan.
Itupun jhika hanya menjadikan pihak wanita saja yang berusai diabwah umur,
bagaimana jika kedua-duanya (pihak pria dan wanita) sama-sama berusia dibawah
umur, bukankah hambatan tersebut semakin berat? Belum lagi jika domisili kedua
berbeda kabupaten, yang tentu saja masing-masing pihak harus mengajukan
dispensasi ke pengadilan agama yang mewilayahinya, sehingga waktu yang
dibutuhkan akan lebih lama lagi.
Tujuan pokok penetapan hukum Islam bagi mukallaf iualah
untuk kemaslahatan hidup manusia, dan dalam mencapai kemaslahatan ini diadakan
pembagian tiga kualifikasi.
-
Tingkat Dlarury, yaitu
kemaslahatan yang harus diutamaklan karena menyangkut lima hal,yaitu agama, jiwa, akal, harta dan
keturunan.
-
Tingkat Hajjiy, diwujudkan
untuk menghindari kesulitan dan kesempitan
-
Tingkat Tahsiny,diwujudkan
dalam rangka memperoleh dan memperindah bangunan hukum.
Salah satu tujuan agama islam mensyariatkan perkawinan
adalah untuk melanjutkan keturunan yang merupakan sambungan hidup dan
penyambung cita-cita, serta membentuk keluarga, sebagaimana firmal Allah, “ Allah menjadikan kamu istri-istri dari jenis
kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu anak-anak dan
cucu-cucu dan memberimu rezki dari yang baik-baik.”
Dari ayat diatas dapat dipahami bahwa tujuan pokok
penetapan hukum Islam yang berkaitan dengan perkawainan adalah untuk menjaga
keturunan, yaitu salah satu kemaslahatan yang harus dijaga, yang dalam
pembagian tingkat kemaslahatan termasuk dalam tingkat dlaury. Karena pentingnya
perkawinan itulah, segala hal yang dapat menghambat atau menghalangi perkawinan
sedini mungkin harus dicegah,
Dalam kasus yang sedang kita kaji ini, kemaslahatan yang
harus dilindungi termasuk dalam tingkatan dlarury, yaitu sudah terwujudnya
keturunan atau janin yangdikandung pihak wanita. Maka demi kemaslahatan bayi
tersebut, baik menyangkut segi kehidupan, status nasab ataupun masa depannya,
sudah sepantasnyalah hal-hal yang berkaitan dengan sang bayi lebih
dipentingkan. Artinya aturan-aturan formal yang justru dapat menjadi halangan
hendaknya diabaikan lebih dulu. Sebab meskipun aturan-aturan itu sesungguhnya
dibuat juga demi kemaslahatan, tetapi karena ada satu hal yang apabila
mendahulukan kemaslahatan akan menimbulkan masadah, maka lebih baik mencegah
terjadinya mafsadah lebih dahulu, baru memikirkan tentang kemaslahatan.
Sebagaimana kaidah ushul fiqh : “dar’ul mafaasid muqadedamun ‘ala jalbil
mashaalih”.
Jadi atas dasar itu, wanita yang berusia dibawah umur
yang xxx hamil tua perlu segera dinikahkan tanpa menunggu dispensasi dari
pengadilan.
Di samping itu dari segi yuridis formal, UU No. 1/1974
pasal 7 ayat (3) menyebutkan bahwa apabila pihak-pihak belum mencapai batas
umur yang ditetapkan, dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat
lain aygn ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita. Dengan
memperhatikan pasal ini, pengajuan permohonan dispensasi tidak harus ke
pengadilan agama, tetapi dapat ke pejabat lain yang ditunjuk oleh orang tua
pihak yang bersangkutan. Dengan demikian atas dasar ketentuan di atas, juga memperhatikan
lamanya waktu yang harus dilalui jika dispensasi harus minta ke Pengadilan
gama, maka dalam situasi mendesak, dispensasi umur cukup dikeluarkan oleh pihak
yang ada di tingkat Kecamatan, dalam hal ini Camat atau Kepala KUA. Sedang
prosedurnya sama seperti yang dikehendaki UU, yakni orang tua dari pihak yang
bersangkutan menunjuk salah satu diantara keuda pejabat tersebut dengan
mengajukan beberapa alasan yang menyertainya.
Wallaahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar