QS. LUQMAN (31): 12-14
PENDAHULUANKisah yang terdapat dalam Kitab Suci Al Qur’an tidak hanya menceriterakan para Nabi dan Rasul, raja-raja atau kaisar, tapi juga orang-orang biasa yang bersahaja, tidak terkenal atau memiliki harta yang banyak seperti halnya dengan Luqman Al Hakim. Nama Luqman diabadikan Allah swt. dalam Al Qur’an sebagai orang yang sederhana, sangat mempedulikan etika sopan santun, penuh kearifan dan penganjur Taukhid yang kokoh kuat tidak mudah dibujuk serta tidak mudah didangkalkan keyakinannya.
Dia adalah figur pendidik yang memiliki idealisme kuat, tidak mudah hanyut oleh arus duniawi yang melanda manusia bersama musibah yang telah menantinya. Luqman yang nama lengkapnya Luqman bin Baura atau lebih dikenal sebagai Luqman al Hakim, adalah anak dari saudara perempuan Nabi Ayyub as. Banyak Hikmah dari kisah Luqman yang bisa kita jadikan pelajaran sebagaimana dibahas dalam makalah ini.
PEMBAHASAN
A. Lafadz dan Terjemah QS. Luqman (31): 12-14
12. dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.
13. dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.
14. dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
B. Hikmah QS. Luqman (31): 12-14
Sayyid Quthb mengisyaratkan dalam tafsirnya bahwa hikmah adalah buah tarbiyah Qur`ani: “Hikmah adalah buah pendidikan dengan kitab ini (al-Qur`an), yaitu kemampuan meletakkan segala urusan di tempatnya yang benar dan menimbangnya dengan timbangan yang tepat, serta mendapatkan kesudahan segala urusan dan pengarahan” Luqman al-Hakim memandang hikmah merupakan sesuatu yang bisa didapatkan dengan duduk bersama orang-orang shalih yang dijadikan panutan, sebagaimana dalam wasiatnya kepada anaknya: ‘Wahai anakku, duduklah bersama para ulama dan bersimpuhlah di hadapan mereka dengan kedua lututmu. Maka sesungguhnya Allah menghidupkan hati dengan cahaya hikmah, sebagaimana Allah menghidupkan bumi yang tandus dengan tetesan air hujan.’ Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “adapun hikmah dalam al-Qur`an, maka maksudnya adalah mengenal kebenaran dan mengamalkannya”
Terdapat banyak hal hikmah yang perlu diteladani dari pendidikan Luqman kepada anaknya, An’am. Pertama, Syukur. Dalam sebuah hadist dikatakan: “Sungguh aneh perkara orang mu´min, ketika diberi cobaan ia bersabar dan ketika diberi nikmat ia bersyukur” . Syukur berarti tidak hanya dalam hati mengakui tapi juga dalam ibadah dan amal perkataan. Pemberi segala nikmat adalah Allah, namun seringkali kita menganggap bahwa semua itu karena diri sendiri bukan karena Allah. Bersyukur bukan tentang nikmat yang diberikan, tapi bersyukur kepada pemberi nikmat itu sendiri. Kita memberikan kegembiraan kita kepada pemberi nikmat akan nikmat tersebut. Namun seringkali syukur kita masih ditempatkan kepada nikmat dan pemberian nikmat tersebut, bukan kepada Allah. Para ulama mendefinisikan Syukur sebagai ungkapan aplikatif dengan menggunakan segala apa yang dianugrahkan Allah swt sesuai dengan tujuan penciptaan anugrah itu. Karena itu syukur terbagai pada tiga bagian; syukur i’tiqodi (bersyukur dalam bentuk keyakinan), syukur qauli (bersyukur dalam bentuk ucapan) dan syukur ‘amali (bersyukur dalam bentuk perbuatan dan prilaku).
Kedua, pelajaran Tauhid, Meng-Esa-kan Tuhan, suatu kepercayaan keimanan yang menegaskan bahwa Allah itu Esa (‘Ahad’), tiada sekutu bagiNya, tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, Allah yang menciptakan alam semesta beserta segala isinya yang mengatur dan yang memelihara serta yang membinasakannya di hari kiamat. Tauhid adalah keyakinan seorang hamba bahwa Allah itu Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya, baik dalam rububiyah, Uluhiyah, asma’ (nama-nama) dan sifat-Nya.
Ketiga, berbuat baik kepada kedua orang tua. Birrul Walidain merupakan kebaikan-kebaikan yang dipersembahkan oleh seorang anak kepada kedua orang tuanya, kebaikan tersebut mencakup dzahiran wa batinan dan hal tersebut didorong oleh nilai-nilai fitrah manusia. Wajibatul walid (kewajiban orang tua) ialah orang tua berkewajiban mempersiapkan anak-anaknya agar berbakti kepadanya. Sabda Rasulullah “Allah merahmati orang tua yang menolong anaknya untuk bisa berbakti kepadanya”.
C. Peran dan Tugas/Kewajiban Orang Tua dan Anak
1. Orang Tua
Jika seorang anak memiliki kewajiban birrul walidain, maka konsekuensinya orang tua berkewajiban mempersiapkan anak-anaknya agar berbakti kepadanya. Sabda Rasulullah “Allah merahmati orang tua yang menolong anaknya untuk bisa berbakti kepadanya”.
Dalam Sistem Pendidikan Nasional Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Dimana Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Dan Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan, serta penyelenggaraan pendidikan jalur informal yang sepenuhnya menjadi kewenangan keluarga dan masyarakat didorong dan diberikan keleluasaan dalam mengembangkan program pendidikannya sesuai dengan kebutuhan keluarga dan masyarakat. Adapun kewajiban orang tua dalam UU Sisdiknas adalah Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya.
Agaknya, ketika Al Qur’an menempatkan kewajiban berbuat baik kepada orang tua – khususnya kepada ibu – pada urtan kedua setelah kewajiban taat kepada Allah bukan hanya disebabkan ibu memikul beban yang berat dalam mengandung, melahirkan, dan menyusui anak tetapi juga arena ibu dibebani tugas menciptakan peimpin-pemimpin umat.
2. Anak
Ayah dan ibu adalah dua orang yang sangat berjasa kepada anak. Lewat keduanyalah seorang anak terlahir di dunia ini. Keduanya menjadi sebab seorang anak bisa mencapai Surga. Do’a mereka ampuh. Kutukannya juga manjur. Namun betapa banyak sekarang ini kita jumpai anak-anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya. Panti jompo menjamur di mana-mana, ini menunjukkan tidak mengertinya sang anak akan menghargai kedua orang tua. Mereka titipkan kedua orang tuanya di sana dalam keadaan sengsara dan kesepian melewati masa-masa tuanya, sementara mereka bersenang-senang di rumah mewah. Kejadian seperti ini juga akibat kesalahan orang tua yang tidak memberikan pendidikan agama kepada anaknya.
QS. Luqman (31): 114 ini memberikan pelajaran kepada kita betapa besarnya kedudukan kedua orang tua. Kita wajib mematuhi keduanya selama keduanya menyuruh kepada kebaikan dan ketaatan kepada Allah. Nash lain yang berbicara tentang perintah dan anjuran berbuat baik kepada kedua orang tua diantaranya:
a. Nash Alqur’an
Beribadahlah kalian kepada Allah dan janganlah mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua. (An Nisa’ : 36)
Katakanlah : Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Rabb kalian, yaitu janganlah mempersekutukan sesuatu dengan Dia dan berbuat baiklah terhadap kedua orang tua. (Al An’am : 151)
Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kalian jangan beribadah kecuali kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau keduanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu maka sekali-kali janganlah mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak keduanya dan ucapkanlah kepada keduanya ucapan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah : “Wahai Rabbku, kasihilah mereka berdua sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (Al Isra’ : 23-24)
Dan Kami wajibkan manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tua. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kalian kembali lalu Aku khabarkan kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan. (Al Ankabut : 8)
Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya, ibunya telah mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia dewasa dan umurnya telah sampai empat puluh tahun, ia berdoa : “Ya Rabbku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan supaya aku dapat berbuat amal shalih yang Engkau ridlai, berilah kebaikan kepadaku dengan memberi kebaikan kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku termasuk orang yang berserah diri.” Mereka inilah orang-orang yang Kami terima dari mereka amalan yang baik yang telah mereka kerjakan dan Kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka bersama penghuni-penghuni Surga sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka. (Al Ahqaf : 15-16)
b. Hadits
Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radliyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Ridla Allah terletak pada ridla orang tua. Dan kemarahan Allah terletak pada kemarahan orang tua.” (HR. Tirmidzi 1899, dishahihkan Asy Syaikh Al Albani)
Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash berkata: Datang seseorang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam kemudian dia meminta ijin kepada beliau untuk berjihad. Maka beliau bersabda : ‘Apakah kedua orang tuamu masih ada? Orang itu berkata: “Ya!” Beliau bersabda: “Maka kepada keduanya, berjihadlah engkau.” (HR. Bukhari nomor 5972 dan Muslim nomor 2549)
Masih dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash ia berkata: Seorang lelaki datang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam kemudian berkata: ‘Aku datang untuk berbaiat kepadamu untuk hijrah dan aku tinggalkan kedua orang tuaku dalam keadaan menangis.” Mendengar hal itu, Nabi bersabda: “Kembalilah engkau kepada keduanya. Maka buatlah keduanya tertawa sebagaimana sebelumnya engkau telah membuatnya menangis.” (HR. Abu Dawud nomor 2528 dan dishahihkan Asy Syaikh Al Albani dalam Shahih Abu Dawud nomor 2205)
Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu, ia berkata: Seorang lelaki datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, kemudian berkata: “Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling berhak aku sikapi dengan baik?” Beliau bersabda: “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi: “Kemudian siapa?” Beliau menjawab: “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi: “Kemudian siapa?” Beliau menjawab: “Ibumu.” Lalu orang itu bertanya lagi: “Kemudian siapa?” Beliau berkata : “Ayahmu.” (HR. Bukhari nomor 5971 dan Muslim nomor 2548)
Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu berkata : Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Seorang anak tidak bisa membalas kebaikan orang tuanya kecuali jika dia mendapati orang tuanya sebagai budak, kemudian ia beli dan membebaskannya.” (HR. Muslim nomor 1510)
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radliyallahu ‘anhu, ia berkata: Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam: “Amalan apakah yang paling disukai Allah?” Beliau menjawab: “Shalat tepat pada waktunya.” Aku katakan: “Kemudian apa?” Beliau menjawab: “Birrul Walidain (berbuat baik kepada orang tua).” Aku katakan: “Lalu apa?” Beliau menjawab: “Jihad di jalan Allah.” (HR. Bukhari nomor 5970 dan Muslim nomor 139)
Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radliyallahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Tiga orang yang tidak akan dilihat Allah di hari kiamat adalah orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita yang menyerupai laki-laki, dan dayyuts (pria yang membiarkan istrinya bermaksiat). Dan tiga jenis orang yang tidak masuk Surga adalah orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, peminum (pecandu) khamr, dan pengungkit-ungkit pemberian bila diberi.” (Lihat Shahihul Jami’ nomor 3066 dan Ash Shahihah nomor 674)
Dari Mughirah bin Syu’bah radliyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kalian durhaka kepada para ibu, mengubur anak wanita hidup-hidup, tidak mau menunaikan yang wajib, dan mengambil yang bukan haknya dari barang milik orang lain.” (HR. Bukhari nomor 5975 dan Muslim nomor 539)
Abu Bakrah menceritakan, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Maukah kalian aku beritahukan tentang dosa besar yang paling besar?” (Beliau mengulanginya sampai tiga kali). Maka kami berkata : “Tentu, wahai Rasulullah!” Beliau bersabda: “Menyekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.” Ketika itu beliau bersandar kemudian duduk sambil berkata: “Ketahuilah begitu juga dengan ucapan dusta dan saksi dusta.” Beliau terus mengulang-ulangnya hingga kami berkata: “Semoga beliau diam.” (HR. Bukhari nomor 2653 dan Muslim nomor 87)
Dari Muadz bin Jabbal radliyallahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam memberiku sepuluh wasiat, beliau bersabda: “Janganlah engkau mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun walau engkau dibunuh dan dibakar hidup-hidup, jangan sekali-kali engkau durhaka kepada kedua orang tuamu walau keduanya menyuruhmu keluar dari keluargamu dan hartamu”. (HR. Ahmad, dihasankan Asy Syaikh Al Albani dalam Shahihut Targhib nomor 567)
PENUTUP
Birrul Walidain merupakan kebaikan-kebaikan yang dipersembahkan oleh seorang anak kepada kedua orang tuanya, kebaikan tersebut mencakup dzahiran wa batinan dan hal tersebut didorong oleh nilai-nilai fitrah manusia. Wajibatul walid (kewajiban orang tua) ialah orang tua berkewajiban mempersiapkan anak-anaknya agar berbakti kepadanya.
Terdapat banyak hal hikmah yang perlu diteladani dari pendidikan Luqman kepada anaknya, An’am. Pertama, Syukur. Kedua, pelajaran Tauhid, Meng-Esa-kan Tuhan, suatu kepercayaan keimanan yang menegaskan bahwa Allah itu Esa (‘Ahad’) , tiada sekutu bagiNya, tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, Allah yang menciptakan alam semesta beserta segala isinya yang mengatur dan yang memelihara serta yang membinasakannya di hari kiamat. Ketiga, berbuat baik kepada kedua orang tua.
Daftar Pustaka
Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri, Ensiklopedi Islam Al-Kamil. Terj. Achmad Munir Badjeber, M. Ag, dkk. Cet. 4. Jakarta: Darus Sunnah, 2008. Hlm. 63-66
Al-Imam Zainudin Ahmadbin Abd Al-Lathif Az-Zabdi, Ringkasan Hadits Shahih Bukhari, terj. Drs. Achmad Zaidun. Jakarta: Pustaka Amani, 1996.
Tafsir Ibnu Katsir, terj. M. Abdul Ghoffar E.M. Jakarta: Pustaka Imam asy-Syafi’I, 2004.
M. Quraish Shihab, Lentera Al-Qur’an: Kisah dan Hikmah Kehidupan. Jakarta: Mizan, 2008.
Undang-undang NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 no. 13
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar