Bismillahirrohmanirrohim
Shalat sunat adalah shalat yang jika dikerjakan
mendapatkan pahala dan bila tidak dilakukan tidak apa-apa (tidak mendapatkan
pahala ataupun dosa). Fungsi shalat sunat, selain kian mendekatkan diri kepada
Allah SWT dan mendapatkan pahala amal sholeh, juga untuk “menutupi kekurangan”
dalam amaliah shalat wajib.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya amal yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah
shalatnya. Jika shalatnya baik, ia akan mendapatkan keberuntungan dan
keselamatan. Bila shalatnya rusak, ia akan menyesal dan merugi. Jika ada yang
kurang dari shalat wajibnya, Allah Ta’ala mengatakan, ’Lihatlah, apakah ia
memiliki amalan shalat sunnah?’ Maka, shalat sunnah tersebut akan
menyempurnakan shalat wajibnya yang kurang. Begitu juga amalan lainnya seperti
itu.”
“Sesungguhnya pertama kali yang dihisab (ditanya
dan diminta pertanggungjawaban) dari segenap amalan seorang hamba di hari
kiamat kelak adalah shalatnya. Bila shalatnya baik maka beruntunglah ia dan
bilamana shalatnya rusak, sungguh kerugian menimpanya” (HR. Tirmidzi).
“Bilamana shalat seseorang itu baik maka baik pula amalnya, dan bilamana shalat seseorang itu buruk, maka buruk pula amalnya.” (HR. Ath-Thabarani).
“Bilamana shalat seseorang itu baik maka baik pula amalnya, dan bilamana shalat seseorang itu buruk, maka buruk pula amalnya.” (HR. Ath-Thabarani).
Shalat
Rawatib
Shalat sunat banyak jenisnya. Terpopuler adalah shalat sunat rawatib, yaitu shalat sunat yang dikerjakan sebelum dan sesudah shalat fardhu/wajib, juga dikenal sebagai shalat qobliyah (sebelum shalat fardhu) dan shalat ba’diyah (sesudahnya).
Shalat
sunnah Rawatib juga didefinisikan dengan shalat yang terus dilakukan secara
kontinyu mendampingi shalat fardhu. Demikian Syaikh Muhammad bin Shalih
al-‘Utsaimin memberikan definisinya.
Sholat Sunnah Rowatib sepintas nampak seperti hal
yang biasa menurut kita. Namun banyak dari kita yang tidak mengetahui bahwa
Rosulullah tidak pernah meninggalkan sholat sunnah ini selain dalam perjalanan.
Kalaupun tertinggal karena lupa, sakit atau tertidur, beliau mengqodo’nya. Dari
sini dapat kita simpulkan betapa pentingnya kedudukan sholat sunnah rowatib ini
disamping sholat-sholat fardlu. Adapun keistimewaan sholat sunnah rowatib
adalah merupakan penambal kekurangan dan kesalahan seseorang ketika
melaksanakan sholat fardlu. Karena manusia tidak terlepas dari kesalahan, maka
ia membutuhkan sesuatu yang dapat menutupi kesalahannya tersebut.
MACAM-MACAM SHOLAT
SUNNAH RAWATIB
1. Sholat sunat
rawatib muakkad
Yaitu sholat rawatib yang sangat diutamakan (yang tingkat
kesunahannya lebih tinggi, karena Rasulullah saw dahulu sering melakukannya).
Sholat sunnah rawatib muakkad ini diantaranya adalah sholat sunnah yang
dilakukan pada waktu:
a) Sebelum shubuh dua rokaat
b) Sebelum dhuhur dua rokaat
c) Sesudah dhuhur dua rokaat
d) Sesudah maghrib dua rokaat
e) Sesudah isya dua rokaat
“Dari Aisyah ra,
bahwa Nabi Muhammad saw bersabda: Dua rakaat fajar (qabliyah subuh) itu lebih
baik daripada dunia dan seisinya.” (HR.
Muslim)
Dari Ibnu Umar ra berkata, “Aku menjaga 10 rakaat dari nabi
saw: 2 rakaat sebelum sholat Dhuhur,2 rakaat sesudahnya,2 rakaat sesudah sholat
Maghrib, 2 rakaat sesudah sholat Isya dan 2 rakaat sebelum sholat Shubuh. (HR.
Muttafaqun ‘alaih)
2. Sholat sunat
rawatib ghoiru muakkad
Yaitu sholat sunnah rawatib yang tidak terlalu diutamakan.
a) Dua atau empat rakaat sebelum sholat Ashar
Dari Ibnu Umar ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Semoga
Allah SWT mengasihi seseorang yang sholat 4 rakaat sebelum sholat Ashar.” (HR.
Ahmad, Abu Daud, Tirimizi dan Ibnu Khuzaemah).
b) Dua rakaat sebelum sholat Maghrib
Dari Abdullah bin Mughaffal ra. ia berkata: Nabi
saw bersabda, “Di antara adzan dan iqomah ada sholat, di antara adzan dan
iqomah ada sholat (kemudian dikali ketiga beliau berkata:) bagi siapa yang
mau.” Beliau takut hal tersebut dijadikan oleh orang-orang sebagai keharusan.(HR
Bukhari No. 627 dan Muslim No. 838)
Dan dalam riwayat Abu Daud, “Sholatlah kalian
sebelum Maghrib dua rakaat.” Kemudian beliau bersabda, “Sholatlah kalian
sebelum Maghrib dua rakaat bagi yang mau.” Beliau takut prang-orang akan
menjadikannya sholat sunnah. (HR Abu Daud No. 1281)
c) Dua rakaat sebelum sholat Isya
Ibnu Umar ra. berkata
: Saya sholat bersama Rasulullah saw dua rakaat sebelum dhuhur, dan dua rakaat
sesudahnya, dan dua rakaat sesudah jum’ah dan dua rakaat sesudah maghrib serta
dua rakaat sesudah isya. (HR.
Bukhari, Muslim)
Sholat Sunnah Rawatib
Ba’diyah (Sesudah ‘Ashar)
Tidak seluruh sholat fardhu yang lima waktu dapat atau
boleh diikuti dengan sholat sunnah rawatib (ba’diyah). Sholat shubuh dan sholat
‘ashar merupakan sholat fardhu yang tidak boleh diikuti dengan sholat sunnah
rawatib ba’diyah, karena Rasulullah saw telah melarang umatnya untuk
mengerjakan sholat sunnah ba’diyah shubuh maupun ba’diyah ‘ashar. Rasulullah
saw bersabda:
Dari Abi Said Al-Khudri ra. berkata, “Aku mendengar
Rasulullah saw bersabda,“Tidak ada sholat setelah sholat shubuh hingga
matahari terbit. Dan tidak ada sholat sesudah sholat ‘Ashar hingga matahari terbenam. (HR
Bukhari dan Muslim).
Dengan demikian jelas bahwa haram hukumnya mengerjakan
sholat sunnah ba’diyah shubuh maupun ba’diyah ‘ashar.
Keutamaan
Shalat Sunnat Rawatib
Adapun hadits-hadits yang menjelaskan
keutamaan-keutamaan shalat-shalat sunnah rawatib antara lain:
1. Hadits Ummu Habibah -Radhiyallahu ‘anha-,
“Aku pernah mendengar Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-
bersabda:
“Barangsiapa
menjaga empat rakaat sebelum Zhuhur dan empat rakaat sesudah Zhuhur, akan Allah
haramkan dirinya dari Neraka.” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya
(VI/326))
2. Hadits Ibnu Umar -Radhiyallahu ‘anhuma-,
Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
“Semoga
Allah memberi rahmat kepada seseorang yang shalat sunnah sebelum Ashar empat
rakaat.” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya (II/117).
3. Diriwayatkan dari ‘Aisyah -Radhiyallahu
‘anha- dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bahwa beliau
bersabda:
“Dua
rakaat sunnah Fajar (Shubuh) lebih baik daripada dunia dan seisinya.”
(HR. Muslim dalam kitab Shalatul
Musafirin, bab: Dianjurkanya shalat dua rakaat sebelum Shubuh, no.
725).
مَا مِنْ
عَبْدٍ مُسْلِمٍ يُصَلِّى لِلَّهِ كُلَّ يَوْمٍ ثِنْتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً
تَطَوُّعًا غَيْرَ فَرِيضَةٍ إِلاَّ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ
أَوْ إِلاَّ بُنِىَ لَهُ بَيْتٌ فِى الْجَنَّةِ. قَالَتْ أُمُّ حَبِيبَةَ فَمَا
بَرِحْتُ أُصَلِّيهِنَّ بَعْدُ
“Setiap
hamba muslim yang shalat sunnah setiap harinya duabelas rakaat, selain shalat
wajib, pasti Allah bangunkan untuknya rumah di dalam surga, atau dibangunkan
untuknya satu rumah di dalam surga.” (Kemudian) Ummu Habibah -Radhiyallahu
‘anha- berkata, “Setelah aku mendengar hadits ini aku tidak pernah meninggalkan
shalat-shalat tersebut.” (HR. Muslim, no. 728).[1]
Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan shalat
sunnah rawatib, sehingga Imam an-Nawawi mencantumkan hadits ini sebagai hadits
yang pertama dalam bab: keutamaan shalat sunnah rawatib (yang dikerjakan)
bersama shalat wajib (yang lima waktu), dalam kitab beliau Riyadhus
Shaalihiin. [2]
Mutiara hikmah yang dapat kita petik dari hadits ini:
- Shalat sunnah rawatib adalah shalat sunnah yang dikerjakan sebelum dan sesudah shalat wajib lima waktu. [3]
- Dalam riwayat lain hadits ini dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan dan memerinci sendiri makna “dua belas rakaat” yang disebutkan dalam hadits di atas[4], yaitu: empat rakaat sebelum shalat Zhuhur[5] dan dua rakaat sesudahnya, dua rakaat sesudah Magrib, dua rakaat sesudah Isya’ dan dua rakaat sebelum Subuh[6]. Adapun riwayat yang menyebutkan: “…Dua rakaat sebelum shalat Ashar”, maka ini adalah riwayat yang lemah[7] karena menyelisihi riwayat yang lebih kuat yang kami sebutkan sebelumnya. [8]
- Keutamaan yang disebutkan dalam hadits di atas adalah bagi orang yang menjaga shalat-shalat sunnah rawatib dengan melaksanakannya secara kontinyu, sebagaimana yang dipahami dan dikerjakan oleh Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha, perawi hadits di atas dan demikian yang diterangkan oleh para ulama[9].
- Jika seseorang tidak bisa melakukan shalat sunnah rawatib pada waktunya karena ada udzur (sempitnya waktu, sakit, lupa dan lain-lain) maka dia boleh mengqadha (menggantinya) di waktu lain[10]. Ini ditunjukkan dalam banyak hadits shahih. [11]
- Dalam hadits ini terdapat peringatan untuk selalu mengikhlaskan amal ibadah kepada Alah Ta’ala semata-mata.
- Hadits ini juga menunjukkan keutamaan amal ibadah yang dikerjakan secara kontinyu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Amal (ibadah) yang paling dicintai Allah Ta’ala adalah amal yang paling kontinyu dikerjakan meskipun sedikit.” [12]
- Semangat dan kesungguhan para sahabat dalam memahami dan mengamalkan petunjuk dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, inilah yang menjadikan mereka lebih utama dalam agama dibandingkan generasi yang datang setelah mereka.
Sunnahnya Berpindah Tempat Saat Shalat Sunnah Rawatib
Bagi orang yang sudah selesai melaksanakan shalat
fardhu lalu akan melanjutkan dengan shalat sunnah ba’diyah dianjurkan untuk
memisahkannya dengan berbicara atau berpindah ke tempat lain. Dan pemisah yang
paling utama adalah dengan berpindah tempat ke rumah. Karena shalat yang
seorang laki-laki paling utama dilaksanakan di rumahnya kecuali shalat wajib.
Hal tersebut sebagaimana hadits Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam,
فَإِنَّ أَفْضَلَ صَلَاةِ الْمَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلَّا
الصَّلَاةَ الْمَكْتُوبَةَ
“Sesungguhnya shalat seseorang yang paling utama
adalah di rumahnya, kecuali shalat wajib.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dalam
Shahihain, dari Zaid bin Tsabit)
Sementara dalil yang menunjukkan sunnah memisahkan
shalat fardhu dan shalat sunnah dengan perkataan atau pindah tempat adalah
hadits yang dikeluarkan Imam Muslim dalam Shahihnya (1463), dari Mu’awiyah radhiyallaahu
'anhu yang menegur Saaib bin Ukhti Namr shalat Jum’at bersama dia di
Maqshurah. Ketika imam selesai salam, Saaib langsung berdiri di tempatnya untuk
mengerjakan shalat (sunnah). Ketika Mu’awiyah masuk, ia mengutus seseorang
kepadanya dan menyampaikan pesan:
“Jangan ulangi lagi apa yang baru saja engkau
lakukan. Jika kamu shalat Jum’at, janganlah kamu menyambungnya dengan shalat
lain sehingga kamu berbicara atau keluar. Karena Rasulullah shallallaahu
'alaihi wasallam memerintahkan kita seperti itu, yakni agar kita tidak
menyambung satu shalat dengan shalat lain sehingga kita berbicara atau keluar
terlebih dahulu.” (HR. Muslim dalam Shahihnya, no. 1463)
Imam al-Nawawi berkata, “Di dalamnya terdapat dalil
yang sesuai dengan yang dikatakan para sahabat kami bahwa shalat sunnah rawatib
dan lainnya disunnahkan untuk dialihkan (pelaksanaannya) dari tempat shalat
fardhu ke tempat lain. Dan berpindah tempat yang paling utama adalah ke
rumahnya. Jika tidak, maka tempat lain dalam masjid atau lainnya agar
tempat-tempat sujudnya semakin banyak dan agar terbedakan antara shalat yang
sunnah dari yang wajib. Dan sabda beliau, ‘sehingga kita berbicara’ merupakan
dalil pemisah di antara keduanya bisa juga terpenuhi hanya dengan berbicara,
tetapi berpindah tempat itulah yang lebih utama sebagaimana yang telah kami
sebutkan.” (Syarh Muslim, Imam al-Nawawi, 6/170-171)
Hal-hal lain yang harus diperhatikan
dalam mengerjakan shalat sunnah rawatib :
Ø Shalat
sunnah rawatib dikerjakan sendiri-sendiri (tidak berjamaah).
Ø Mengambil
tempat shalat yang berbeda dengan tempat melakukan shalat wajib.
Ø Shalat
sunnah rawatib dilakukan masing-masing 2 rakaat satu salam.
Ø Tidak
didahului azan dan iqomah.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar