Hal ini diungkapkan Muhammad Ja'far, peneliti Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF).
Menurutnya, umat Islam saat ini sudah menempatkan haji sebagai ritual simbolik. Namun, kegagalan memahami fungsi dan pengertian ritual simbolik itu, menyebabkan umat Islam terjebak pada tatanan ritual tersebut.
Terlihat ketika seorang muslim melakukan ibadah haji, seakan tidak ada tanggung jawab konkret untuk mengimplementasikan nilai dan prinsip kepedulian serta solidaritas sosial, sebagaimana pesan simbolis di balik ritual tahunan itu.
Dalam konteks Indonesia, lanjutnya, pemaknaan haji merupakan fenomena yang lebih kontradiktif. Ia pun mencontohkan bagaimana seorang pejabat melaksanakan ibadah haji dengan menggunakan dana hasil korupsi.
Bahkan, lebih parah lagi, ibadah haji itu sendiri dilaksanakan sebagai bagian dari praktik kolusi dan nepotisme. Seorang pengusaha, misalnya, untuk kepentingan bisnis kolusifnya, memberikan sogokan kepada pihak berwenang (pejabat) berupa paket ibadah haji atau umroh, keluhnya.
Padahal, lanjutnya, jika mengacu pada fungsi dasar sebuah ritual simbolik, ibadah haji justru merupakan awal dari tanggung jawab serta kewajiban untuk mengimplementasikan dalam tindakan sosial nyata.
Jafar menuturkan, di antara semua ibadah dalam Islam, haji adalah ritual paling simbolik yang mempunyai makna khusus. Baik ritual mengelilingi Kabah (tawaf), melempar jumrah, sa'i, dan lainnya. Misalkan saja jumrah aqobah yang mengandung ritual pelemparan batu-batu kecil ke sebuah tugu,
Menurutnya, ritual ini merupakan simbol yang diasumsikan sebagai pelemparan dan permusuhan terhadap setan dan iblis. Sedangkan secara substansial, ritual ini diinterpretasikan sebagai komitmen seorang muslim untuk mengekang segala bentuk pembudakan berdasarkan nafsu setaniahnya. Melempar jumrah dapat diartikan sebagai simbol komitmen pembebasan seorang muslim dari potensi orientasi kejahatan dalam dirinya, paparnya.
Lebih jauh Ja'far menuturkan, ritual haji diinterpretasikan sebagai simbol solidaritas sesama muslim (dan global). Ini berarti, meskipun pelaksanaan ibadah haji hanya simbolisasi, namun ada tanggung jawab besar untuk mengimplementasikan secara riil makna yang terkandung pada simbol-simbol ritual tersebut. Seorang muslim yang telah menunaikannya memiliki mandat untuk mengimplementasikan nilai-nilai kemanusiaan dan solidaritas itu,ujarnya.
Secara umum, makna ritual haji dapat dikategorisasikan pada dua orientasi yaitu spiritual dan sosial. Di satu sisi, ritual-ritual simbolik dalam ibadah haji cenderung pada penguatan prinsip serta komitmen spiritual seorang muslim. Hal ini kerap disebut rekomitmen atau pengikraran ulang keimanan (ketauhidan) seorang muslim kepada Tuhan,katanya.
Sedangkan di
sisi lain, simbol-simbol dalam ritual haji secara ekspresif mengandung muatan
sosial yang mendalam. Pasalnya, hampir semua ritual haji berpeluang ditafsirkan
sebagai komitmen kepedulian serta solidaritas sosial seorang muslim.
Karena itu, tanpa memisahkan keterkaitan (kemenyatuan) antara spiritualitas dan orientasi sosial, bisa dinyatakan semakin tinggi tingkat spiritualitas seseorang, makin membumbung pula kepedulian sosialnya, ulasnya.
Sementara itu, Imam Besar Masjid Istiqlal KH Ali Mustafa Yaqub lebih menekankan pentingnya ibadah sosial dibanding individual sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Ia pun menceritakan bahwa Rasulullah dalam hidupnya sebenarnya berkesempatan menjalani haji tiga kali dan umrah sunah ribuan kali.
Namun hingga akhir hayatnya Rasulullah hanya berhaji sekali dan berumrah sunah dua kali. Itu karena Rasulullah lebih mementingkan ibadah sosial dibanding individual. Rasulullah lebih banyak menyantuni anak yatim dan bersedekah pada kaum fakir miskin," ujarnya
Karena itu, tanpa memisahkan keterkaitan (kemenyatuan) antara spiritualitas dan orientasi sosial, bisa dinyatakan semakin tinggi tingkat spiritualitas seseorang, makin membumbung pula kepedulian sosialnya, ulasnya.
Sementara itu, Imam Besar Masjid Istiqlal KH Ali Mustafa Yaqub lebih menekankan pentingnya ibadah sosial dibanding individual sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Ia pun menceritakan bahwa Rasulullah dalam hidupnya sebenarnya berkesempatan menjalani haji tiga kali dan umrah sunah ribuan kali.
Namun hingga akhir hayatnya Rasulullah hanya berhaji sekali dan berumrah sunah dua kali. Itu karena Rasulullah lebih mementingkan ibadah sosial dibanding individual. Rasulullah lebih banyak menyantuni anak yatim dan bersedekah pada kaum fakir miskin," ujarnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar