Gimana kabar kamu semua? Pasti
senang ya UN udah kelar digelar. Kalo kamu termasuk orang yang was-was dengan
hasil UN, itu tandanya wajar. Berarti kamu memang memikirkan masa depan kamu.
Tapi, yang nggak wajar tuh kalo kamu menganggap bahwa masa depan kamu cuma
ditentukan oleh hasil UN. Sehingga kalo nilai UN-nya jelek, kamu ngerasa dunia
bagai kiamat dan hidup kamu berakhir karena semua orang merendahkanmu. Nggak
lha yauw!
Bro, jalan panjang kehidupan masih
terbentang luas. Lulus sekolah dengan nilai UN keren sebenarnya nggak terlalu
ngejamin bisa bertahan dalam kehidupan. Ini bukan nakut-nakutin, tapi sekadar
ngingetin aja, bahwa hidup tak sesederhana mengerjakan soal-soal UN yang
targetnya harus bagus. Hasilnya harus sesuai target. Sehingga kamu merasa
terbebani karena harus berhasil. Nah, karena targetnya hasil, seringkali lupa
diri hingga akhirnya menempuh cara-cara tak terpuji demi menggapai hasil
maksimal. Nggak, kehidupan nyata nggak seperti itu. Kehidupan itu butuh proses.
Jalani aja dengan penuh kenikmatan sambil mencari jalan keluar yang positif
ketika bertemu kesulitan atau rintangan.
Boys and gals, para orangtua kita
mungkin sering banget nasihatin kita soal kehidupan. Maklumlah, mereka kan
lebih banyak waktu yang dihabiskannya di dunia ini ketimbang kita. Usianya aja
jelas jauh beda ama kita. Iya dong, kalo seumuran namanya temen, bukan ortu. So,
wajar banget dong kalo nasihatin kita-kita soal hidup. Karena ortu kita udah
pengalaman puluhan tahun lebih lama di dunia ini ketimbang kita-kita. Tul nggak
sih?
Sobat, kita juga jadi bisa belajar
kepada ortu atau siapa pun yang lebih pengalaman dan lebih tahu tentang
bagaimana menjalani hidup dengan nyaman, aman, dan tentunya menikmatinya dengan
senang hati. Meski, tentu saja, bukan hidup namanya kalo nggak ada rintangan,
halangan, dan bahkan tekanan. Karena kehidupan itu sendiri adalah ladang ujian
buat kita, sekaligus ladang ibadah dan amal. Kalo kita bisa menjalaninya dengan
baik, maka ujian hidup itu akan memberikan kita pengalaman yang sangat berarti.
Itu sebabnya, kita wajib heran kalo
ada orang yang menjalani kehidupan tanpa mimpi, tanpa cita-cita, tanpa target,
tanpa evaluasi, dan bahkan tanpa belajar. Sebab, hidup di dunia ini harus ada
bekasnya. Baik untuk diri sendiri, orang lain, untuk agama kita, dan juga untuk
ibadah kepada Allah Swt. Tolong dicatet ya.
Hidup
mengasah kedewasaan kita
Kita bisa belajar dari siapa pun dan di mana pun. Selama kita masih hidup di dunia, berarti masih ada kesempatan untuk belajar di sekolah kehidupan yang bisa kita lakoni sepanjang usia kita. Melintasi setiap jengkal peristiwa yang akan memberikan hikmah bagi kehidupan kita. Kita bisa belajar tentang hidup dan kehidupan dari siapa saja. Tentu, selama hal itu memang bermanfaat bagi kita dan bernilai pahala di sisi Allah Swt.
Kita bisa belajar dari siapa pun dan di mana pun. Selama kita masih hidup di dunia, berarti masih ada kesempatan untuk belajar di sekolah kehidupan yang bisa kita lakoni sepanjang usia kita. Melintasi setiap jengkal peristiwa yang akan memberikan hikmah bagi kehidupan kita. Kita bisa belajar tentang hidup dan kehidupan dari siapa saja. Tentu, selama hal itu memang bermanfaat bagi kita dan bernilai pahala di sisi Allah Swt.
Yup, layaknya sekolah tempat kita
menimba ilmu, sekolah kehidupan akan memberikan polesan dalam kepribadian kita.
Bahkan akan lebih banyak dan lebih luas lagi jangkauan dan juga multidimensi.
Nyaris nggak ada blank spot-nya deh. Nah, salah satu dari hasil didikan
di sekolah kehidupan itu insya Allah bakalan mengasah kedewasaan kita. Jujur
aja nih, hidup di dunia emang nggak lurus-lurus aja. Kalo lurus terus, kayak
jalan tol, rasa-rasanya mungkin kita nggak akan belajar dan bahkan melalaikan
atau menyepelekan kehidupan ini. Karena udah merasa enak, nyaman, dan nggak
banyak halangan. Itu sebabnya sering menganggap gampang dan ujungnya nggak bakalan
bisa mengasah pribadi kita dengan lebih baik dan benar. Kita mungkin saja nggak
bisa dewasa karena nggak pernah merasakan “lika-liku” kehidupan di dunia ini.
Justru dengan “gelombang” kehidupan itulah seenggaknya kedewasaan kita mulai
akan terasah dengan baik.
Kalo kita ngelihat di perempatan
jalan, betapa banyak pengamen dan pengemis yang mencari makan di sana. Nggak
usah kita berburuk sangka kepada mereka dengan menyebut mereka pemalas. Belum
tentu, karena siapa tahu mereka berbuat demikian karena memang nggak mampu
kerja di tempat lain, sementara urusan perut begitu mendesak. Hanya itu yang
bisa dilakukan mereka.
Terus, kita bisa berpikir dan
mengukur diri sambil merenung, “Iya ya, saya bisa hidup enak. Seenggaknya untuk
makan nggak perlu ngamen atau ngemis-ngemis. Bisa sekolah dan ortu kita masih
kuat nyari nafkah.” Kesadaran seperti ini hanya mungkin tumbuh kalo kita tuh
udah berpikir dewasa. Mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
Kita pun bisa mengetahui dengan pasti dan yakin perbuatan apa saja yang
terkategori terpuji dan perbuatan mana yang disebut tercela. Kesadaran dan
pengetahuan yang ajeg seperti ini adalah hasil belajar kita memahami kondisi
kita dan kehidupan kita. So, nggak berlebihan banget kalo sekolah
kehidupan itu bakalan ngasah kedewasaan kita.
Oya, karena kita hidup di masyarakat
dan kehidupan yang begitu luas, maka mau nggak mau, suka or nggak suka, pada
akhirnya kita akan belajar dari sekolah kehidupan ini. Ya, benar. Sekolah
kehidupan memang bisa mengajarkan dan membeberkan begitu banyak peristiwa dan
fakta yang bisa kita rasakan dan bisa kita nilai. Ada yang baik, tentu banyak
juga yang buruk. Berhadapan dengan dua fakta ini, kita seenggaknya bisa memilih
dan menilai. Mana yang akan diambil, dan mana yang harus ditinggalkan. Pilihan
dan keputusan ada di tangan kita dan kita memutuskan sesuai dengan pemahaman
kita tentang kehidupan. Benar atau salah.
Bro, kita bisa membandingkan para
pemuda Islam di jaman Rasulullah saw. Banyak para pemuda di jaman itu yang
rindu dan cintanya kepada Islam sangat besar. Salah satunya yang membuat mereka
seperti itu adalah karena kondisi kehidupannya mendukung. “Sekolah kehidupan”
telah mengajarkan dan membentuk kepribadian yang begitu hebat. Itu sebabnya,
jika sekarang banyak remaja yang amburadul ketimbang remaja yang baik-baik, itu
juga karena model kehidupan yang diajarkan di masyarakat nggak benar. Gimana
pun juga, individu itu pasti akan terwarnai oleh kondisi masyarakat. Kalo
masyarakatnya rusak seperti sekarang, kayaknya udah alhamdulillah banget jika
masih ada remaja yang selamat kepribadiannya, bahkan berani melawan arus
kerusakan dan berupaya mengubahnya.
Sobat muda muslim, singkat kata,
untuk menjadi remaja yang dewasa tentu satu-satunya cara adalah dengan belajar.
Tanpa belajar, kita nggak akan tahu bagaimana cara berpikir yang dewasa dan
islami, kita nggak akan ngeh juga seperti apa berbuat yang benar, dewasa, dan
sesuai ajaran Islam. Sabda Rasulullah saw.: “Apabila Allah menginginkan
kebaikan bagi seseorang maka dia diberi pendalaman dalam ilmu agama.
Sesungguhnya memperoleh ilmu hanya dengan belajar.” (HR Bukhari)
Nah, karena di sekolah kehidupan ini
nggak seragam semuanya. Masih mungkin muncul perbedaan di antara kita yang
sama-sama belajar di masyarakat, maka kedewasaan kita dalam menyikapi perbedaan
harus terus dipoles. Tapi dengan catatan, perbedaan tersebut sebatas hal-hal
yang mubah. Maka, di sekolah kehidupan kita bisa belajar untuk menghargai
pendapat orang lain atau belajar menerima masukan dari orang lain. Bandingkan
waktu kita masih kecil. Kita pengennya menang sendiri, ingin menguasai
permainan dan lain sebagainya. Hal ini terjadi karena waktu kecil kita belum
ngeh dan belum mengerti soal pergaulan dan hubungan dengan pihak lain. Lagian,
anak-anak kan memang belum dewasa.
Selain itu, yang belum dewasa adalah
ketika menghadapi kenyataan pesimis, cenderung menyerah, mudah putus asa, dan
sikap negatif lainnya. Sikap seperti itu wajar kalo ‘menyerang’ anak-anak.
Tentu, jadi nggak wajar kalo dalam diri mereka yang sudah dewasa masih ada
hal-hal demikian. Tul nggak?
Meski demikian, karena di sekolah
kehidupan ini memang nggak semuanya benar. Apalagi kehidupan saat ini adalah
produk dari sistem kehidupan Kapitalisme-Sekularisme, maka belajar untuk dewasa
dari sekolah kehidupan saat ini lebih berat dan harus lebih selektif lagi. Itu
sebabnya, dibutuhkan bimbingan dan arahan dari mereka yang udah tahu dan paham
mana yang keliru dan mana yang benar. Are you ready? Yes! (jawabnya kudu
itu ya. Semangat!)
Jadilah
yang terbaik
Sobat, menjadi baik saja belum cukup. Tapi harus menjadi yang terbaik. Upayakan sebisa mungkin. Kita bisa kok asal kita mau. Yakin deh. Lagian karena kehidupan itu adalah sebuah proses, maka kita akan jalani tahap demi tahap. Rasakan perbedaannya dari setiap tahap yang kita lalui.
Sobat, menjadi baik saja belum cukup. Tapi harus menjadi yang terbaik. Upayakan sebisa mungkin. Kita bisa kok asal kita mau. Yakin deh. Lagian karena kehidupan itu adalah sebuah proses, maka kita akan jalani tahap demi tahap. Rasakan perbedaannya dari setiap tahap yang kita lalui.
Nah, karena setiap manusia itu
saling mempengaruhi satu sama lain, maka dalam menjalani kehidupan ini nggak
lepas juga dari proses benchmarking. Artinya, jika kita ingin tampil
sukses seperti seseorang yang kita anggap berhasil dalam hidupnya, maka kita
akan menerapkan prinsip 3N. Apakah itu?
Niteni, niroake, dan nambahi. Ini
bukan bahasa Italia, tapi ini bahasanya Mbah Marijan. Niteni itu artinya
mengamati, niroake artinya menirukan, dan nambahi boleh dibilang modifikasi.
So, biar lidah nggak keseleo gara-gara nggak biasa ngomong Jawa, kita sepakati
aja dengan istilah ATM alias Amati, Tirukan, dan Modifikasi. Setuju ya?
Nah, untuk jadi yang terbaik dalam
kehidupan ini, pastinya kita pernah ukuran siapa yang dianggap menurut kita terbaik
dan perlu dicontoh, maka kita akan melakukan benchmarking. Pertama
banget, kita kudu amati perilakunya, juga kebiasaannya. Kemudian tirukan apa
yang dilakukannya untuk meraih sukses menjadi yang terbaik. Biar nggak disebut
membebek, maka lakukan modifikasi untuk meraih sukses itu dengan kreasimu yang
kamu ciptakan. Wuih, insya Allah keren deh!
Sekadar contoh nih, jika kamu ingin
pinter dakwah dan sekaligus sukses di bidang akademik, teladani deh mereka yang
udah berhasil di kedua bidang tersebut. Kamu amati kegiatan hariannya, cara
belajarnya, dan sikap serta perbuatan baiknya. Kemudian kamu tiru semua
kebaikannya. Oya, karena nggak ada orang yang sempurna dalam hidup ini, maka
kalo ada yang kurang bagus dari karakter idolamu itu, kamu nggak usah contek,
tapi bikin polesan lain dengan modifikasi hasil kreasimu. Jadilah diri sendiri,
gitu lho. Oke?
So, bukan tak mungkin pula kalo masa
depan bakalan menjadi milik kita. Tentu, masa depan yang penuh dengan prestasi
terbaik dari segala yang telah kita impikan, cita-citakan dan upayakan dengan
usaha keras untuk menjadi yang terbaik dalam kehidupan ini. Insya Allah.
Oya, don’t forget, ukuran menjadi manusia
yang terbaik bagi seorang muslim adalah: beriman kepada Allah Swt., bertakwa
kepadaNya, bermanfaat bagi manusia lainnya, dan senantiasa bersemangat membela
agamaNya dengan dakwah dan jihad. Siap ya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar