STOP GRATIFIKASI KUA

STOP GRATIFIKASI KUA

Kamis, 04 Juni 2015

HAKIKAT SYUKUR




Syukur secara bahasa adalah berterima kasih. Menurut istilah syukur adalah memberikan pujian kepada yang memberi kenikmatan dengan sesuatu yang telah dibeikan kepada kita berupa perbuatan ma'ruf, dalam pengertian tunduk dan berserah diri kepada-Nya.
Sebetulnya Syukur dan Sabar adalah seperti saudara kembar. Tetapi kita kebanyakan menyimpulkan bahwa syukur itu indentik dengan menyikapi anugerah dan sabar itu indentik dengan menyikapi musibah.

Pentingnya Syukur Nikmat
· Syukur adalah wasiat pertama yang disampaikan Allah SWT kepada manusia. Setelah manusia mampu berpikir, Allah memerintahkannya untuk bersyukur kepada-Nya dan kepada kedua orang tuanya [31:14, 2:172, 17:3, 27:19].

Hakikat Syukur adalah MERASA TIDAK BERDAYA..

Kok singkat banget ya...

Memang begitu.. Saya contohkan ya, misalnya kita sangaaa..t lapar banget. Uang tidak ada, beras tidak ada, pokoknya tidak ada yang dapat ditukar dengan makanan, lalu ada seorang yang memberi kita sepiring nasi hanya dengan lauk tempe.
Dapat kita bayangkan betapa berterimakasihnya kita kepada orang yang memberi nasi dan lauk tersebut, bahkan untuk mengucapkan kata 'terimakasih' saja kita nggak bisa, lidah keluh, terharu, wah pokoknya saat itu perasaan kita sama yang memberi makanan tsb sangat LUAR BIASA terimakasihnya.

Begitu juga dengan rasa syukur pada diri kita akan muncul dengan sendirinya apabila kita menyadari bahwa kita sebagai hamba sangat-sangat lemah, tidak berdaya tanpa pertolongan dari ALLAH. Jangankan mau melakukan kebajikan, niat didalam hati saja kalau tidak Allah lintaskan dalam hati kita, tidak akan ada niat berbuat bajik.
" Sesungguhnya Allah ilhamkan dalam hati manusia kebajikan dan kejahatan "
Sungguh.. Kalau kita menyadari ketidakberdayaan kita sebagai hamba, atsar yang muncul dihati kita sbb :
1. Si hamba akan SELALU MERASAKAN KELEMBUTAN ILAHIYAH.
2. Si hamba selalu merasakan pertolongan Allah dalam setiap gerak dan diamnya
3. Si hamba selalu merasakan kehadiran Allah didalam hatinya.
Makanya Rasul mengajarkan , apabila kita mau melakukan sebuah kebajikan, disarankan selalu membaca BISMILLAH..
BISMILLAH kebanyakan ulama salaf ( benar-benar salaf (dahulu)...bukan aliran salafi yang sekarang, itu mah baru...), menafsirkan BERSAMA NAMA ALLAH - lah sehingga segala sesuatu dapat terwujud. Allah adalah nama yang ter agung dari seluruh nama-nama Allah atau disebut dengan Ismu al Adzom, dimana segala nama-nama (al asma ul husnah) dan sifat-sifat NYA bergantung kepada nama 'ALLAH' tersebut.
Misal :
1. Dengan nama Allah al Hadi ( yg memberi petunjuk ) sehingga seorang hamba dapat memberi petujuk kepada manusia yang keliru,
2. Dengan nama Allah Al Rozaq (yg memberi rejeki) si hamba dapat memberikan suatu rijeki kepada yang membutuhkan, dst...
Dengan menjiwa BISMILLAH, maka sihamba menyadari ketidak berdayaannya, sehingga rasa syukurnya muncul sebelum si hamba mengucap ALHAMDULILLAH.....

Jadi syukur itu rasa ketidakberdayaan hamba, sehingga yang dirasakan hanya pertolongan Ilahiyah selalu dalam setiap gerak dan diamnya sehingga puncaknya si hamba ini mengucap : ALHAMDULILLAH.. ( segala puji bagi ALLAH ).



Ya ! memang hanya Allah yang pantas dipuji dari segala kebajikan yg telah si hamba lakukan karena hakikatnya kabajikan si hamba adalah AF'AL ALLAH yang bersumber dari Nama dan SifatNYA yang nama dan sifatNYA ada karena KEBERADAAN DZAT-NYA. Pahami ini...!!!

Bahkan nih, sesungguhnya kita harus menyertai rasa syukur yang muncul dari hati kita dengan rasa syukur bahwa Allah telah menganugerahkan rasa syukur dalam hati kita.
Itu yang disebut SYUKUR DIATAS SYUKUR...

Seperti kisah seorang sufi yang mendapatkan anugerah dari Allah, dan si sufi ini berusaha bersyukur kepada Allah tetapi rasa syukur itu tidak muncul dari dalam hatinya sehingga si sufi tersebut bermunajat :

" Ya Allah, Ya Rabb, maaf kan hambaMU yang hina ini. ENGKAU memerintahkan kepada manusia untuk bersyukur atas anugerahMU, tai Ya Rabb, bagaimana aku bisa bersyukur sedangkan rasa Syukur itu adalah milikMU yang ENGKAU anugerahkan kepada hambaMU ? "

Lalu Allah menjawab dalam hati si sufi tanpa huruf-huruf, tanpa kata-kata :

" Wahai hambaKU, engkau telah bersyukur kepadaKU dengan kesadaran dirimu atas ketidakberdayaan diri mu untuk bersyukur kepadaKU "

SYUKUR (Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitab MADARIJUS SALIKIN)
Syukur termasuk tempat persinggahan yang paling tinggi dan lebih tinggi daripada ridha. Ridha merupakan satu tahapan dalam syukur. Sebab mustahil ada syukur tanpa ada ridha. Seperti yang sudah disinggung
di bagian terdahulu, syukur merupakan separoh iman, separoh lainnya adalah sabar. Allah memerintahkan syukur dan melarang kebalikannya, memuji pelakunya, mensifatinya sebagai makhluk-Nya yang khusus, menjanjikan kepadanya dengan pahala yang baik, menjadikan syukur sebagai sebab untuk mendapatkan tambahan karunia-Nya, memelihara dan menjaga nikmat-Nya. Allah juga mengabarkan bahwa orang-orang yang bersyukur adalah mereka yang dapat mengambil manfaat dan pela-jaran dari ayat-ayat-Nya, mengambil salah satu dari asma'-Nya, karena Allah adalah Asy-Syakur, yang berarti menghantarkan orang yang bersyukur kepada Dzat yang disyukurinya, sementara orang-orang yang bersyukur di antara hamba-hamba-Nya amat sedikit. Allah befirman, 
ا لِلَّهِ إِن كُنتُم إِيّاهُ تَعبُدونَوَاشكُرو
"Dan, bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-
Nya kalian mcnyembah." (Al-Baqarah: 172).
دَةَ ۙ لَعَلَّكُم تَشكُرونَوَاللَّهُ أَخرَجَكُم مِن بُطونِ أُمَّهٰتِكُم لا تَعلَمونَ شَيـًٔا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمعَ وَالأَبصٰرَ وَالأَفـِٔ
"Dan, Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu kalian dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kalian pendengaran, penglihatan dan hati, agar kalian bersyukur." (An-Nahl: 78).
شَكَرتُم لَأَزيدَنَّكُم ۖ وَلَئِن كَفَرتُم إِنَّ عَذابى لَشَديدٌ وَإِذ تَأَذَّنَ رَبُّكُم لَئِن
"Dan (ingatlah) tatkala Rabb kalian memaklumkan, Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian, dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih'." (Ibrahim: 7).


"Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan nikmat Allah, supaya diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan) -Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi semua orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur." (Luqman: 31).

Allah menamakan Diri-Nya Asy-Syakir dan Asy-Syakur, dan juga menamakan orang-orang yang bersyukur dengan dua nama ini. Dengan begitu Allah mensifati mereka dengan sifat-Nya dan memberikan nama kepada mereka dengan nama-Nya. Yang demikian ini sudah cukup untuk menggambarkan kecintaan dan karunia Allah yang diberikan kepada orang-orang yang bersyukur. Pengabaran tentang sedikitnya orang-orang yang bersyukur di dunia ini, berarti menunjukkan kekhususan mereka, seperti flrman-Nya,




وَقَليلٌ مِن عِبادِىَ الشَّكورُ
"Dan sedikit sekali di antara hamba-hamba-Ku yang bersyukur." (Saba'':13).

Di dalam Asli-Shahihain disebutkan dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, bahwa ketika kedua telapak kaki beliau bengkak karena terla-lu lama berdiri mendirikan shalat malam, lalu ada orang yang bertanya kepada beliau, "Mengapa engkau melakukan yang demikian itu, padahal Allah telah mengampuni dosa engkau yang telah lampau dan yang akan datang?" Maka beliau menjawab, "Tidak bolehkah aku menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur?"

Beliau juga pernah berkata kepada Mu'adz, "Demi Allah wahai Mu'adz, aku benar-benar mencintaimu. Maka janganlah engkau lupa mengucapkan setiap usai shalat,
"Ya Allah, tolonglah aku untuk mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu dan beribadah dengan baik kepada-Mu."

Syukur dilandaskan kepada lima sendi: Orang yang bersyukur tunduk kepada yang disyukuri, mencintai-Nya, mengakui nikmat-Nya, memuji-Nya karena nikmat itu, dan tidak menggunakan nikmat itu untuk sesuatu yang dibenci-Nya.

Inilah lima sendi dan dasar syukur. Jika ada salah satu di antaranya yang hilang, maka sendi syukur itu pun menjadi lowong, yang membuat syukur tidak sempurna. Siapa pun yang berbicara tentang syukur dan batasan-batasannya, tentu akan kembali ke lima sendi ini dan pembicaraannya berkisar padanya.
Banyak orang yang membicarakan perbedaan antara pujian dan syukur, mana yang lebih tinggi dan lebih utama di antara keduanya? Di dalam hadits disebutkan, "Pujian adalah pangkal syukur. Siapa yang tidak
memuji Allah, maka dia tidak bersyukur kepada Allah."

Perbedaan di antara keduanya, bahwa syukur lebih umum jika ditilik dari jenis-jenis dan sebab-sebabnya, namun lebih khusus jika ditilik dari kaitan-kaitannya. Sedangkan pujian lebih umum jika ditilik dari kaitankaitannya, namun lebih khusus jika ditilik dari sebab-sebabnya. Artinya, syukur itu bisa dengan hati yang menunjukkan ketundukan, dengan lisan yang menunjukkan pengakuan, dengan anggota tubuh yang  menunjukkan ketaatan. Sedangkan kaitannya adalah nikmat, tanpa si-fat-sifat Dzat Allah. Maka tidak bisa dikatakan, "Kami bersyukur kepada Allah atas hidup, pendengaran, penglihatan dan ilmu-Nya." Allah adalah yang dipuji dengan sifat-sifat ini, sebagaimana Dia dipuji karena kebaik-an dan keadilan-Nya. Syukur dilakukan karena kebaikan dan nikmat.

Pengarang Manazilus-Sa'irin berkata, "Syukur merupakan istilah untuk mengetahui nikmat, karena mengetahui nikmat ini merupakan jalan untuk mengetahui Pemberi nikmat. Karena itu Allah menamakan Islam dan iman di dalam Al-Qur'an dengan syukur."

Mengetahui nikmat merupakan salah satu dari beberapa rukun syukur, bukan karena ia bagian dari syukur seperti yang disebutkan di atas, bahwa syukur itu merupakan pengakuan terhadap nikmat, pujian kepada Allah karena nikmat itu dan mengamalkan nikmat seperti yang diridhai-Nya, tapi karena mengetahui nikmat ini merupakan rukun syukur yang paling besar, sehingga syukur mustahil ada tanpa mengetahui nikmat.

Nikmat merupakan jalan untuk mengetahui Pemberi nikmat, artinya dengan mengetahui nikmat itu akan membuat seorang hamba bisa mengetahui Pemberi nikmat. Jika dia mengetahui Pemberi nikmat, tentu akan mencintainya dan bersungguh-sungguh dalam mengharapkan-Nya. Sebab siapa yang mengetahui Allah, tentu akan mencintai-Nya, dan siapa yang mengetahui dunia, maka Allah akan membuatnya membenci dunia.
Menurut Syaikh, makna-makna syukur ada tiga macam: Mengetahui nikmat, menerima nikmat dan memuji karena nikmat itu.

Mengetahui nikmat artinya menghadirkan nikmat itu di dalam pikiran, mempersaksikan dan membedakannya.




Menerima nikmat artinya menerimanya dari Pemberi nikmat, dengan memperlihatkan kebutuhan kepada nikmat, yang sebenarnya dia tidak berhak menerimanya, apalagi dia mengeluarkan harga untuk mendapatkannya. Dia melihat dirinya seperti anak kecil yang hanya bisa menerima pemberian.
Memuji karena
nikmat itu artinya memuji Pemberi nikmat. Ada dua macam tentang pujian ini, yaitu: Umum dan khusus. Umum artinya mensifati Allah dengan sifat murah hati dan mulia, bajik, baik, luas pemberian-Nya dan
Iain sebagainya. Sedangkan yang khusus ialah menyebut-nyebut nikmat-Nya dan mengabarkan bahwa nikmat itu telah sampai kepadanya, sebagaimana firman-Nya,
وَأَمّا بِنِعمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّث
"Dan, tcrhadap nikmat Rabbmu, maka hendaklah kamu menyebutnyebutnya." (Adh-Dhuha: 11).

Ada dua pendapat tentang menyebut-nyebut nikmat Allah ini:
Pertama, menyebut nikmat itu dan mengabarkannya, seperti perkataan hamba, "Allah telah melimpahkan nikmat kepadaku berupa ini dan itu." Menurut Muqatil, artinya bersyukurlah saat menyebut nikmat yang dilimpahkan kepadamu. Adapun nikmat seperti yang disebutkan dalam surat Adh-Dhuha ini ialah seperti anak yatim yang mendapat perlindungan setelah terlantar, mendapat petunjuk setelah tersesat, mendapat kecukupan setelah kekurangan. Menyebut-nyebut nikmat ini merupakan gambaran syukur. Disebutkan dalam atsar yang dimarfu'kan, "Siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, tidak mensyukuri yang banyak. Siapa
yang tidak berterima kasih kepada manusia, tidak bersyukur kepada Allah. Menyebut-nyebut nikmat Allah adalah syukur, dan tidak menyebut-nyebutnya adalah kufur. Bersatu itu rahmat dan perpecahan itu adzab."

Kedua, Menyebut-nyebut nikmat yang diperintahkan dalam ayat ini ialah menyeru kepada Allah dan menyampaikan risalah-Nya serta mengajari umat. Menurut Mujahid, artinya nubuwah. Menurut Az-Zajjaj,
artinya: Sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dan beritahukanlah nubuwah yang diberikan Allah kepadamu. Menurut Al-Kalby, artinya Al-Qur'an dan perintah untuk membacanya.

Yang benar adalah mencakup kedua macam pengertian ini, sebab kedua-duanya merupakan bentuk nikmat yang diperintahkan untuk disyukuri dan disebut-sebut. Dengan menampakkan nikmat ini berarti mensyukurinya. Perintah Allah untuk mensyukuri nikmat merupakan bentuk lain dari nikmat Allah dan kemurahan-Nya kepada hamba. Sebab manfaat syukur kembali kepada hamba, di dunia dan di akhirat, bukan kembali  kepada Allah. Hambalah yang mengambil manfaat dari syukurnya, sebagaimana firman-Nya,
وَمَن يَشكُر فَإِنَّما يَشكُرُ لِنَفسِهِ
"Dan, barangsiapa yang bersukur (kepada Allah), maka sesungguhnyaia bersyukur untuk dirinya sendiri." (Luqman: 12).

Menurut pengarang ”Manahijus Sa’irin”, syukur adatigaderajat, yaitu:

1. Mensyukuri hal-hal disukai. Ini merupakan syukur yang bisa dilakukan orang-orang Muslim, Yahudi, Nasrani dan Majusi. Di antara keluasan rahmat Allah, bahwa yang demikian ini dianggap syukur, menjanjikan tambahan dan memberikan pahala. Jika engkau mengetahui hakikat syukur, dan bagian hakikatnya adalah menggunakan nikmat Allah sebagai penolong untuk taat dan mendapatkan ridha-Nya, berarti engkau telah mengetahui kekhususan pemeluk Islam sesuai dengan derajat ini, dan bahwa hakikat mensyukuri apa-apa yang disukai ini sebenarnya bukan milik selain orang-orang Muslim.

Memang di antara rukun dan bagian-bagiannya ada yang menjadi bagian selain orang-orang Muslim, seperti pengakuan terhadap nikmat itu dan pujian terhadap Pemberi nikmat.
Karena semua makhluk be-rada dalam nikmat Allah. Siapa pun yang menyatakan Allah sebagai Rabb, satusatunya pencipta dan yang memberi karunia, maka dia akan mendapat tambahan nikmat-Nya. Tetapi permasalahannya terletak pada kesempurnaan hakikat syukur, yaitu meminta nikmat itu untuk mendapatkan ridha-Nya.



Aisyah Radhiyallahu Anha pernah menulis surat kepada Mu'awiyah, yang di antara isinya, "Minimal kewajiban yang diberikan orang yang diberi nikmat terhadap yang memberi nikmat ialah janganlah menjadikan nikmat yang diberikan itu sebagai sarana untuk mendurhakai-Nya."

2. Syukur karena mendapatkan sesuatu yang dibenci. Ini bisa dilakukan orang yang tidak terpengaruh oleh berbagai keadaan, dengan tetap memperlihatkan keridhaan, atau dilakukan orang yang bisa membedakan berbagai macam keadaan, dengan menahan amarah, tidak mengeluh, memperhatikan adab dan mengikuti jalan ilmu. Orang yang bersyukur macam inilah yang pertama kali dipanggil masuk surga. Syukur justru pada saat mendapatkan sesuatu yang dibenci lebih berat dan lebih sulit daripada syukur pada saat mendapat sesuatu yang disukai. Maka dari itu derajat ini lebih tinggi tingkatannya, yang tidak bisa dilakukan kecuali salah satu dari dua orang: Pertama, seseorang yang tidak membedakan berbagai macam keadaan. Dia tidak peduli apakah sesuatu yang dihadapinya itu disukai atau dibenci, dia tetap bersyukur atas keadaannya, dengan menampakkan keridhaan atas apa yang dihadapinya. Kedua, orang yang bisa membedakan berbagai macam keadaan. Pada dasarnya dia tidak menyukai sesuatu yang diben-ci dan tidak ridha jika hal itu menimpanya. Tapi kalau pun benar-be-nar menimpanya, toh dia tetap bersyukur kepada Allah. Cara syukur-nya ialah dengan menahan amarah, tidak berkeluh kesah, memper-hatikan adab dan ilmu. Sebab ilmu dan adab  menyuruh syukur kepada Allah, baik dalam keadaan sempit maupun lapang, dalam keadaan senang maupun susah.

Orang yang bersyukur dengan cara ini merupakan orang yang perta-ma kali dipanggil masuk surga, karena dia menghadapi sesuatu yang dibenci dengan syukur. Sementara kebanyakan orang menghadapinya dengan kegelisahan dan amarah, ada yang menghadapinya dengan sabar, dan ada yang menghadapinya dengan ridha. Sedangkan syukur merupakan tingkatan yang lebih tinggi dari ridha dalam menghadapi sesuatu yang dibenci.

3. Hamba tidak mempersaksikan kecuali Pemberi nikmat. Jika dia mem-persaksikan-Nya karena ubudiyah,maka dia menganggap nikmat dari-Nya itu amat agung. Jika dia  mempersaksikan-Nya karena cinta, maka kesusahan terasa manis. Jika dia mempersaksikan-Nya karena penge-saan, maka dia tidak mempersaksikan apa yang datang dari-Nya seba-gai nikmat atau kesusahan.

Orang-orang yang ada dalam derajat ini dibagi menjadi tiga macam:
Orang yang memiliki kesaksian ubudiyah, orang yang memiliki kesaksian cinta, dan orang yang memiliki kesaksian pengesaan.
Kesaksian ubudiyah artinya kesaksian hamba terhadap tuannya yang memiliki kekuasaan terhadap dirinya. Pada hamba atau budak jika berada dihadapan tuannya, maka mereka lupa kemulian diri sendiri,  memperhatikan dengan seksama ke arah tuannya, lupa memperhatikan keadaan diri sendiri. Keadaan seperti ini banyak dilihat dalam pertemuan di hadapan raja umpamanya. Orang yang memiliki kesaksian semacam ini, apabila mendapat nikmat dari tuannya, maka dia menganggap dirinya terlalu kerdil untuk menerimanya, namun hatinya tetap dipenuhi dengan rasa cinta kepada tuannya.
Kesaksian cinta juga tak berbeda jauh keadaannya dengan kesaksian ubudiyah. Hanya saja orang yang memiliki kesaksian ini merasakan yang berat menjadi ringan, yang pahit terasa manis.
Sedangkan kesaksian pengesaan tidak terpengaruh oleh rupa, tidak mempersaksikan nikmat dan tidak pula cobaan.
Jadi kalau kita hendak berdoa kepada Allah, sertakanlah kita menjadi orang yang mengingati Nya dan banyak bersyukur di atas anugrah Nya. Karena setiap nikmat itu boleh berubah menjadi nikmat atau berubah menjadi laknat atau azab bergantung kepada sikap kita . Maka Rasulullah saw. Mengajarkan, hendaklah berdoa dengan lafaz :

ALLAHUMMA AINNI A’LA DZIKRIKA WA SYUKRIKA WA HUSNI IBADATIKA.

Ya Allah jadikanlah kami hamba Mu yang sentiasa mengingati Mu dan Hamba mu yang sentiata mensyukuri nikmat Mu, dan hamba Mu yang melakukan amal kebaikan kerana Mu.

Saudara Sidang jumah yang berbahagia, kita tidak perlu risau dengan nikmat yang belum ada, karena Allah sudah mempersiapkan semua nikmat itu untuk kita, namun kita perlu risau dengan sikap kita yang belum mensyukurinya.


Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mema`lumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni`mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni`mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".

Ayat ini menyuruh kita supaya jadi ahli syukur nikmat, jangan kufur nikmat

Orang yang paling beruntung dalam hidup ini bukan orang yang hanya dilimpahi harta banyak, pangkat dan gelar yang tinggi sahaja, melainkan mesti ada dua ciri: 1. Orang yang diberi nikmat kemudian ia bersyukur. 2. Orang yang ketika diberi ujian Allah kemudian ia bersabar, karena kesyukuran dan kesabaran itulah yang membuat dirinya semakin dekat dengan Allah swt.

Oleh karena itulah jika kita berdoa meminta kepada Allah harta, ilmu dan pangkat, ini belum tentu akan membawa kebaikan bagi kita Bila tidak disertai dengan sikap bersyukur dan bersabar, mungkin ia akan menjadi fitnah. Tidak sedikit orang terkenal, tapi berakhir hidupnya dengan bunuh diri. Tidak sedikit orang yang berkedudukan tetapi terhina justru karena kedudukannya. Ada orang yang menderita dengan keindahan rupanya. Orang yang berharta banyak tetapi diliputi oleh rasa takut dan kekhawatir akan hartanya, sehingga bertambah kehinaannya karena ketamakannya.

Jadi kalau kita hendak berdoa kepada Allah, sertakanlah kita menjadi orang yang mengingati Nya dan banyak bersyukur di atas anugrah Nya. Karena setiap nikmat itu boleh berubah menjadi nikmat atau berubah menjadi laknat atau azab bergantung kepada sikap kita . Maka Rasulullah saw. Mengajarkan, hendaklah berdoa dengan lafaz :

ALLAHUMMA AINNI A’LA DZIKRIKA WA SYUKRIKA WA HUSNI IBADATIKA.

Ya Allah jadikanlah kami hamba Mu yang sentiasa mengingati Mu dan Hamba mu yang sentiata mensyukuri nikmat Mu, dan hamba Mu yang melakukan amal kebaikan kerana Mu.

Saudara Sidang jumah yang berbahagia, kita tidak perlu risau dengan nikmat yang belum ada, karena Allah sudah mempersiapkan semua nikmat itu untuk kita, namun kita perlu risau dengan sikap kita yang belum mensyukurinya.

Sering di antara kita lebih sibuk memikirkan nikmat yang belum ada dan belum sampai, padahal nikmat kita itu tidak akan tertukar, Allah menciptakan makhluk lengkap dengan rejekinya.

“WA MAA MIN DAABBATIN ILLA A’LALLAHI RIZQUHAA”

Dan bagi setiap makhluk yang melata di muka bumi, Allahlah yang wajib menanggung rizkinya.

Yang harus selalu kita risaukan adalah justru kita tidak mensyukurinya. Setiap nikmat kalau disyukuri akan mendatangkan nikmat yang lebih besar. Setiap nikmat kalau disyukuri akan membuka pintu nikmat yang lainnya. ……………Oleh karena itu, kegigigihan kita sebagai ahli syukur inilah yang sebetulnya harus kita miliki, kalau kita ingin menikmati hidup ini.

Ahli syukur, adalah seseorang yang hatinya tidak merasa memiliki dan dimiliki, kecuali menyadari semuanya milik Allah. Tidak ada nikmat sekecil apa pun kecuali dari Allah. Tidak ada istilah kebetulan, melainkan semua nikmat diatur oleh Allah swt. dengan pasti.
Sekali lagi Orang yang senantiasa bersyukur (ahli syukur) cirinya :

1. Sekecil apapun nikmat akan disyukurinya. Akibatnya akan merasakan kebahagiaannnya sampai ke hal-hal yang kecil. Berbeda dengan yang tidak tahu bersyukur, dia letih dan susah memikirkan nikmat yang belum ada. Akibatnya jangankan nikmat yang belum ada, yang sudah ada sahaja tak ternikmati. Ingatlat Ahli syukur tidak pernah kehilangan kesempatan untuk menikmati bukan nikmatnya, tetapi sikap syukurnya itu yang membuat ia nikmat.

2. Ahli syukur , Selalu memuji Allah dalam setiap kesempatan. Setiap kali ia mendapat pujian tidak merasa itu miliknya. Semua yang membuatkan kita dipuji adalah karunia Allah.




Oleh karena itulah tidak layak kita menjadi orang yang menikmati pujian, sehingga kita membohongi diri sendiri. Sebaik-baik orang yang bersyukur, yang selalu berbahagia adalah yang ketika dipuji mengembalikan pujian itu kepada Allah swt. Dengan Ucapan “Al-Hamdulillah Rabbil A’lamin” Segala puji hanyalah bagi Allah, hanyalah milik Allah, tuhan sekalian alam.

3. Ahli Syukur, Selalu berterima kasih kepada orang yang menjadi jalan nikmat bagi dirinya. Semua nikmat ada jalur-jalurnya. Mungkin nikmat kita melalui seseorang. Orang yang tahu bersyukur itu senang sekali untuk merenungi dan mengingati kebaikan orang lain dan membalasnya. Dan orang-orang yang bersyukur inilah yang akan menikmati kehidupan yang penuh dengan nikmat.

4. Ahli Sykur, akan memanfaatkan nikmat yang ada untuk mendekatkan diri kepada Allah. Lisan mengucapkan Al-Handulilah kepada Allah dan terima kasih kepada sesama manusia. dahi dipakai banyak bersujud. Mata dipakai melihat kebenaran ilmu dan Al Quran. Lidah dipakai banyak menyebut nama Allah, berdoa, menasehati kebaikan dan kebenaran, dan harta kekayaan dinafkahkan di jalan Allah.

Ingtalah bahawa Ilmu, kekayaan dan kesempatan adalah nikmat.

Allah menjanjikan setiap nikmat yang disyukuri akan mengundang nikmat yang lainnya. Tidak usah bingung terhadap nikmat yang belum ada, karena nikmat yang belum ada bukan urusan kita, itu hak mutlak Allah. Urusan kita mensyukuri nikmat yang ada.
Sidang jumaah yang sama-sama mencari keridhaan ALlah
Nikmatnya ahli syukur ia akan bebas dari fikiran yang sia-sia, dari menyusahkan dirinya, bahkan akan dimudahkan oleh Allah untuk mendapatkan nikmat-nikmat yang belum terpikirkan oleh kita.

Kita yakinkan dalam diri kita : kita banyak angan-angan dan keinginan yang kita harapkan, tetapi tidak semua yang diharapkan akan kita dapatkan, kewajiban kita adalah mensyukuri apa yang kita perolehi, maka jadilah manusia Ahli Syukur.

Cara Bersyukur
1. Syukur yang dilakukan dengan hati (Syukru Qalbiy).
Yaitu mengakui nikmat-nikmat Allah dan mencintainya. "Mengingat kenikmatan akan berpengaruh (membekas) pada kecintaannya kepada Allah Azza wa Jalla." (H.R. Abu Sulaeman al-Washitiy)

2. Syukur yang dilakukan oleh lisan (Syukru Lisan).
Yaitu memuji kepada-Nya dan atas anugrah ynag dilimpahkanNya [93:11]. Selain itu mempunyai kesadaran untuk menyatakan bahwa nikmat itu datang hanya dari sisi Allah [16:53]

3. Syukur yang dilakukan oleh anggota badan (Syukru Jawarih),
· Yaitu dengan menggunakan anggota tubuh/melakukan aktivitas dalam rangka tunduk kepada-Nya yang ditujukan hanya untuk memperoleh keridhaan-Nya. Juga dengan meninggalkan segala bentuk kemaksiatan serta mempersembahkan dan menundukkan kenikmatan yang dilimpahkan Allah untuk menaati-Nya dan memperoleh keridhaan-Nya

Bersyukur kepada Allah harus tercermin dalam hati, lisan dan anggota tubuh, karena dengan hati itulah kita merasakan, mengetahui, menyambut dan membicarakan nikmat-nikmat Allah.

Nikmat bisa berubah menjadi Naqmah (siksaan)
Nikmat bisa menjadi naqmah karena berbagai perkara, antara lain:
1. Jika kita melakukan kemaksiatan dan berbuat dosa, yaitu membalas nikmat Allah dengan hal-hal yang dimurkai-Nya [30:41, 4:39].

2. "Seorang hamba pada hari kiamat tiada melangkahkan kedua kakinya, sehingga ditanyakan kepadanya empat perkara, yaitu tentang umurnya dihabiskannya untuk apa, tentang ilmunya diamalkan untuk apa, tentang hartanya darimana diperolehnya dan untuk kepentingan apa dihabiskan, serta masa muda dihabiskan untuk apa." (H.R. Tarmudzi).


3. Meyakini bahwa anugrah yang dimilikinya bukan dari Allah tapi atas usahanya sendiri atau dari selain Allah [28:78, 16:53-54,84].

4. Sikap sombong, merasa diri lebih mampu dari orang lain sehingga ia mnecela orang lain dan membangga-banggakan apa yang di milikinya baik harta, sawah ladang, ilmu, atau kedudukan [104:1-3]

5. Tidak menunaikan hak-hak Allah.

6. Bila kita memiliki ilmu walaupun sedikit, hendaklah tetap kita ajarkan kepada orang lain. Bila kita mempunyai harta walaupun sedikit, hendaknya kita infakkan, karena dalam harta itu ada hak-hak orang lain [70:24-25]








Tidak ada komentar:

Posting Komentar